Senin, 29 Desember 2008
HIJRAH DARI BANK KONVENSIONAL KE BANK SYARIAH
Refleksi Tahun Baru Islam 1430 Hijriyah)
Oleh : Agustianto
Setiap memasuki tahun baru Islam (tahun hijriyah), kita diingatkan kepada peristiwa paling bersejarah, yakni hijrahnya Nabi Muhammad Saw dari Mekkah ke Madinah yang terjadi 1430 tahun yang lalu. Dalam sejarah Islam, peristiwa hijrah merupakan momentum paling penting dan monumental. Hijrah telah membawa perubahan dan pembaharuan besar dalam pengembangan Islam dan masyarakatnya kepada sebuah peradaban yang maju dan berwawasan keadilan, persaudaraan, persamaan, penghargaan HAM, demokratis, inklusif, kejujuran, menjunjung supremasi hukum, yang kesemuanya dilandasi dan dibingkai dalam koridor nilai-nilai syari’ah.
Hijrah juga telah mengantarkan terwujudnya negara madani yang sangat modern, bahkan dalam konteks masyarakat pada waktu itu, terlalu modern. Demikian pendapat oleh Robert N Bellah seorang ahli sosiologi agama terkemuka dalam bukunya Beyond Bilief (1976 h 150).
Ismail al Faruqi menyebut hijrah sebagai langkah awal dan paling menentukan untuk menata masyarakat muslim yang berperadaban. Jadi, hijrah bukanlah pelarian untuk mencari suaka politik atau aksi peretasan keperihatinan karena kegagalan mengembangkan Islam di Mekkah, melainkan sebuah praktis reformasi yang penuh strategi dan taktik jitu yang terencana dan sitematis. Tegasnya, substansi hijrah merupakan strategi besar (grand strategy) dalam membangun peradaban Islam. oleh karena itu tepatlah apa yang dikatakan Hunston Smith dalam bukunya the Religion Man, bahwa peristiwa hijrah merupakan titik balik dari sejarah dunia.
Berdasarkan kenyataan itulah Sayyidina Umar bin Khattab menetapkannya sebagai awal tahun hijriyah. Dalam konteks ini ia menuturkan : “al hijrah farragat bainal haq wall bathil fa-arrikhuha” (Artinya : hijrah telah memisahkan antara yang haq dan yang bathil, maka jadikan kamulah momentum itu sebagai awal penanggalan kalender Islam).
J.H. Kramers dalam Shorter Encycolopeadia of Islam meneybut hijrah sebagai sebagai strategi jitu dan cerdas dalam pembangunan imperium Arab (baca ; Islam). Berdasarkan pernyataan-pernyataan para pakar di atas, maka sangat relevan ungkapan Prof Dr Fazlur Rahman yang menyebut hijrah sebagai Marks of the founding of islamic community.
Apabila kita cermati makna filosofis hijrah secara mendalam, hijrah sesungguhnya mengandung makna perubahan, pembaharuan dan reformasi yang yang luar biasa. Salah satu perubahan yang mendesak dan mesti segera dikukan adalah perubahan dalam sistem ekonomi. Saat ini kita dicengkram oleh system ekonomi ribawi, maka saatnya sekarang kita hijrah meninggalkan system tersebut menuju system ekonomi syariah. Salah satu bentuk penerapan ekonomi syariah saat ini yang paling berkembang adalah institusi perbankan. Karena itu, topik tulisan ini berkaitan dengan perbankan syariah yang dikaitkan dengan spirit hijrah.
Hijrah dan Spirit Reformasi Ekonomi
Banyak upaya yang dilakukan Nabi Muhammad Saw dalam melakukan reformasi ekonomi, baik di bidang moneter, fiskal, mekanisme pasar (harga), peranan negara dalam menciptakan pasar yang adil (hisbah), membangun etos entrepreneurship, penegakan etika bisnis, pemberantasan kemiskinan, pencatatan transaksi (akuntansi), pendirian Baitul Mal, dan sebagainya.
Beliau juga banyak mereformasi akad-akad bisnis dan berbagai praktek bisnis yang fasid (rusak), seperti gharar, ihtikar, talaqqi rukban, ba’i najasy, ba’i al-‘inah, bai’ munabazah, mulamasah, muhaqalah. dan berbagai bentuk bisnis maysir atau spekulasi lainnya. dsb. Selanjutnya Nabi Muhammad juga mengajarkan konsep transaksi valas (sharf) yang sesuai syariah, pertukaran secara forward atau tidak spot (kontan) dilarang, karena sangat rawan kepada praktik riba fadhl. Apa yang dijarkan Nabi tersebut kini sedang diterapkan di lembaga perbankan Islam.
Pelarangan Riba.
Dari berbagai reformasi yang dilakukan Nabi Muhammad Saw, praktek riba mendapat sorotan dan tekanan cukup tajam. Banyak ayat dan hadits yang mengecam riba dan menyebutnya sebagai perbuatan terkutuk dan dosa besar yang membuat pelakunya kekal di dalam neraka.
Paradigma pemikiran masyarakat yang telah terbiasa dengan system riba (bunga) digesernya menjadi paradigma syariah secara bertahap. Menurut para ahli tafsir, proses perubahan tersebut memakan waktu 22 tahunan. Pada awalnya hampir semua orang beranggapan bahwa system riba (bunga) akan menumbuhkan perekonomian, tetapi justru menurut Islam, riba malah merusak perekonomian. (lihat surah 39 : 39-41).
Saat ini, juga masih banyak kaum muslimin (awam) yang menganggap system bunga pada perbankan dan keuangan dapat menumbuhkan ekonomi masyarakat. Mereka berpandangan seperti itu, karena banyak pengaruh. Pertama, pengaruh pendidikan barat yang mengajarkan system kapitalisme, kedua, pengaruh informasi keilmuan yang minim dengan ekonomi Islam. Ketiga, pengaruh kebiasaan hidup dimana orang-orang sudah terbiasa dengan system bunga, sehingga menaggangpnya tak adac masalah. Keempat, pengaruh perut, dimana banyak orang yang mencari makan di lembaga riba, tanpa pekerjaan itu, kehidupannya terancam.
Hijrah fi’liyah (Perilaku)
Hijrah yang kita lakukan saat ini bukanlah hijrah dalam bentuk fisik (hijrah badaniyah), yakni berpindah dari satu negeri ke negeri lainnya. Hijrah yang seharusnya kita lakukan adalah hijrah perilaku. Inilah yang disabdakan Nabi Muhammad Saw, “Wal Muhajiru man hajara ma nahallahu ‘anhu”. (Berhijrah itu ialah meninggalkan apa yang dilarang Allah).
Allah melarang kita melaksanakan transaki riba, seperti bunga dalam perbankan. Seluruh pakar ulama (pakar ekonomi Is;am sdunia ) telah ijma’ tentang keharaman bunga bank tersebut. Para peneliti dari berbagai negara menyimpulkan tidak ada seorangpun yang membantah keharaman bunga bank. Riba merupakan dosa besar yang harus dijauhi. Alquran dan sunnah sangat banyak mengutuk dn mengecam perlalu riba. Maka saatnya sekarang umat Islam wajib hijrah ke system ilahi (ekonomi Islam) yang adil dan maslahah.
Dalam hadits riwayat muslim bahwa Jabir berkata, “Rasulullah melaknat dan mengutuk orang memakan riba (kreditur) dan orang yang memberi makan orang lain dengan riba (debitur). Rasul juga mengutuk pegawai yang mencatat transaksi riba dan saksi-saksinya. Nabi SAW bersabda, “Mereka semuanya sama”.
Menurut sebuah hadits riwayat Bukhari Muslim bahwa Nabi SAW bersabda, “Tinggalkanlah tujuh perkara yang membinasakan. Para sahabat bertanya, “Apakah itu ya Rasul?. Beliau menjawab, syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa orang yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri ketika peperangan berkecamuk, menuduh wanita suci berzina”. (HR..dari Abu Hurairah).
Selanjutnya, Abbdullah bin Mas’ud memberitakan bahwa Nabi SAW bersabda, “Riba itu mempunyai tujuh puluh tiga pintu, sedang yang paling ringan ialah seorang yang menzinai ibunya sendiri”. (HR.Ibnu Majah dan Hakim).
Dalam hadits lain Nabi barsabda, “Empat golongan yang tidak dimasukkan ke dalam syorga dan tidak merasakan nikmatnya, yang menjadi hak prerogatif Allah, Pertama, peminum kahamar,Kedua pemakan riba, Ketiga, pemakan harta anak yatim dan keempat, durhaka kepada orang tuanya”.(H.R. Hakim).
Abdullah bin Hanzalah, meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, Satu dirham riba yang diambil seseorang, maka dosanya di sisi Allah lebih besar dari tiga puluh enam kali berzina yang dilakukannnya dalam islam”.(H.R. Darul Quthny)
Diriwayatkan oleh Anas bahwa Rasulullah SAW telah berkhutbah dan menyebut perkara riba dengan bersabda,”Sesungguhnya satu dirham yang diperoleh seseorang dari riba, lebih besar dosanya di sisi Allah dari tiga puluh enam kali berzina. Dan sesungguhnya sebesar-besar riba ialah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (H.R. Baihaqi dan Ibnu Abu Dunya).
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila zina dan riba telah merajalela dalam suatu negeri, maka sesunggguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah diturunkan kepada mereka”.(H.R. Hakim)
Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik, bahwa Nabi SAW bersabda, Jauhilah dosa-dosa yang tak terampunkan, yaitu, pertama, curang (menipu &korupsi), siapa yang curang, maka pada kiamat nanti, akan didatangkan kepadanya siksa. Kedua, pemakan riba, barang siapa memakan riba, maka ia dibangkitkan pada hari kiamat nanti dalam keadaan gila dan membabi buta. (H.R. Thabrani).
Penutup
Momentum tahun baru Hijrah 1430 H ini hendaknya memberikan spirit hijrah ekonomi (hijrah iqtishadiyah) kepada kaum muslimin Indonesia untuk segera hijrah dari belenggu ekonomi kapitalistik ribawi kepada ekonomi syariah. Jika selama ini lembaga perbankan yang kita gunakan adalah lembaga perbankan konvensional, maka di tahun depan (1430 H), kita hijrah ke perbankan syariah. Semangat dan spirit hijrah harus kita implementasikan secara riil dalam kehidupan kita dewasa ini. Kita harus segera hijrah dan berubah. ”Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang melakukan perubahan akan nasibnya”. (Ar-Ra’d : 110.
Sistem perbankan konvensional yang menerapkan bunga terbukti telah membawa bencana besar bagi ekonomi semua negara. Bacalah sejarah krisis selama seratus 100 tahun, tulisan Glyn Davis dan Roy Davis. Semuanya krisis keuangan dan perbankan. Krisis financial yang terjadi saat ini, menunjukkan bahwa system ekonomi kapitalisme yang berbasis riba, maysir dan gharar telah terbukti nyata tidak bisa dijadikan sebagai system ekonomi untuk mensejahteraan ekonomi manusia secara adil dan ampuh, tetapi malah sebaliknya menimbulkan kesengsaraan ekonomi, kesenjangan dan kehancuran ekonomi banyak negara.
Di Indonesia, lembaga perbankan konvensional telah menguras APBN setiap tahun dalam jumlah ratusan triliun dalam bentuk bunga obligasi dan bunga SBI, Belum lagi kasus BLBI yang menghisap uang negara lebih dari 650 triliun rupiah. Ini adalah fakta yang memilukan bagi kesejahteraan bangsa. Sistem bunga telah menimbulkan penderitaan dan kemiskinan yang menyakitkan bagi bangsa Indonesia. Karena itu kalau ingin selamat, segeralah hijrah ke perbankan syariah. (Penulis adalah Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Pascasarjana di Empat Perguruan Tinggi di Jakarta, UI,Trisakti,Paramadina dan UI Az-Zahra)
Selasa, 23 Desember 2008
EVALUASI BANK SYARIAH 2008 DAN OUTLOOK BANK SYARIAH 2009
Oleh : Agustianto
Fakta menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan lembaga perbankan syari’ah mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik di dunia internasional maupun di Indonesia. Konsep perbankan dan keuangan Islam yang pada mulanya di tahun 1970-an hanya merupakan diskusi teoritis, kini telah menjadi realitas faktual yang mencengangkan banyak kalangan.
Pada era modern ini, perbankan syariah telah menjadi fenomena global, termasuk di negara-negara yang tidak berpenduduk mayoritas muslim. Berdasarkan prediksi McKinsey tahun 2008, total aset pasar perbankan syariah global pada tahun 2006 mencapai 0,75 miliar dolar AS. Diperkirakan pada tahun 2010 total aset mencapai satu miliar dolar AS. Tingkat pertumbuhan 100 bank syariah terbesar di dunia mencapai 27 persen per tahun dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan 100 bank konvensional terbesar yang hanya mencapai 19 persen per tahun
Di Indonesia, pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah juga tumbuh makin pesat, secara fantastis. Krisis keuagan global di satu sisi telah membawa hikmah bagi perkembangan perbankan syariah. Masyarakat dunia, para pakar dan pengambil kebijakan ekonomi, tidak saja melirik tetapi lebih dari itu mereka ingin menerapkan konsep syariah ini secara serius. Di Indonesia prospek perbankan syariah makin cerah dan menjanjikan. Bank syariah di negeri ini, diyakini akan terus tumbuh dan berkembang.. Perkembangan industri lembaga syariah ini diharapkan mampu memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional. Apalagi dengan pertumbuhan industri yang rata-rata mencapai 60% dalam lima tahun belakangan ini.
Penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini megalami pertumbuhan pesat. Jika pada tahun 2006 jumlah jaringan kantor hanya 456 kantor, sekarang ini jumlah tersebut menjadi 1440 (Data BI Okt 2008). Dengan demikian jaringan kantor tumbuh lebih dari 200 %. Jaringan kantor tersebut telah menjangkau masyarakat di 33 propinsi dan di banyak kabupaten/kota. Sementara itu Jumlah BUS (Bank Umum Syariah) juga bertambah 2 buah lagi, sehingga sampai Oktober 2008 menjadi berjumlah lima Bank Umum Syariah. Pada tahun 2009, akan hadir 8 Bank Umum Syariah lagi, sehingga total Bank Umum Syariah menjadi 12 buah.
Penghimpunan dan Penyaluran dana
Pada tahun 2008, jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah mencapai Rp.37,7 triliun. Pertumbuhan DPK (Dana Pihak Ketiga) perbankan syariah 36,7 % (yoy).. Pertumbuhan tabungan mudharabah mencapai 31,65% dan deposito mudharabah mencapai 38,79% yang merupakan proporsi terbesar pada triwulan ketiga tahun 2008.
Sementara itu pembiayaan yang diberikan kepada UMKM oleh industri perbankan syariah dengan nominal mencapai Rp27,18 Trilyun (72,13%) sampai dengan posisi September 2008. Pembiayaan kepada non UMKM mencapai Rp10,5 Trilyun (27,87%). pertumbuhan pembiayaan kepada sektor UMKM sampai dengan posisi September 2008 (ytd), sebesar 38,91%.
Selama tahun 2008, ROA perbankan syariah mencapai 2,5% dan ROE mencapai 76,7%, rasio BOPO pada triwulan ketiga tahun 2008 sebesar 73,6%. Kontribusi utama dari piutang murabahah yang mencapai 45,3% dari seluruh total pendapatan perbankan syariah. Yahun 2008 kondisi permodalan perbankan syariah (tier 1) dibandingkan dengan pembiayaan yang diberikan masih tergolong rendah (dibawah 8%)
Perkembangan BPRS
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) juga mengalami perkembangan yang cukup tinggi. Jika pada tahun terdapat 114 BPRS, sedangkan pada tahun 2008 meningkat menjadi 128 BPRS. Assetnya pada tahun 2007 sebesar Rp 1207 milyar meningkat menjadi Rp 1.575 milyar (1,57 T) di tahun 2008 (Posisi September). Total pembiayaan BPRS tercatat sebesar 1,25 trilyun dengan pertumbuhan pembiayaan sebesar 41,8% Sementara pertumbuhan DPK yang mencapai sebesar 26,1% dengan total DPK yang berhasil diserap sebesar Rp.896,91 miliar. NPF BPRS terus mengalami penurunan, baik secara gross maupun nett mengalami penurunan dibandingkan posisi 2007 dengan persentase masing-masing dari 7,99% menjadi 6,92% dan 6,62% menjadi 5,11
Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat dikataan bahwa industri perbankan syariah menunjukkan ketangguhannya sebagai salah satu pilar penyokong stabilitas sistem keuangan nasional. Dengan kinerja pertumbuhan industri yang fantantis boleh membuat para pakar tersenyum, namun harus diingat bank-bank syariah harus ditetap dikawal, dan didesak untuk senantiasa istiqamah dalam penerapan manajemen resiko, syarah complience dan menerapkan Godd Syariah Govanrnance. Para pengawas Syariah harus aktif dan produktif dan tidak boleh sungkan untuk menegur setiap penyimpngan. Jika bank syariah dinilai menyimpang, akan berakibat pada resiko reputasi yang pada giliranya akan mengakibatkan risiko likuiditas. Hal ini dapat memundurkan bank-bank syariah di masa epan. Peneltian terkini (2008) yang dilakukan Bank Indonesia kerjasama dengan Earnt & Young, menunjukan bahwa resiko reputasi akibat mengabaikan syariah berdampak buruk bagi kemajuan dan perkembangan perbakan syariah.
Dampak Makro Ekonomi
Melemahnya kondisi perekonomian negara-negara maju sebagai tujuan utama ekspor negara-negara berkembang, akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Secara tidak langsung kondisi makro ini akan mempengaruhi bank syariah, karena bank syariah tak terlepas dari perkembangan ekonomi nasional. Namun bank syariah relatif lebih aman dari pengaruh tersebut.
Eksposure pembiayaan perbankan syariah yang masih dominan pada aktifitas perekonomian domestik, dipercaya akan menjaga pertumbuhan pembiayaannya pada tingkat yang relatif tinggi sampai dengan akhir tahun 2008. Sejak dikembangkannya pada tahun 1992, bank syariah di Indonesia tumbuh rata-rata 60%. Pada tahun 2009 mendatang pertumbuhan bank syariah di perkirakan akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi.
Kinerja ekonomi sektor riil berupa peningkatan inflasi diikuti penurunan konsumsi yang terus terjadi sejak awal tahun tahun 2008 memberikan tekanan pada pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah mulai triwulan ke-2 tahun 2008.
Outlook 2009
Secara umum krisis keuangan global belum secara signifikan mempengaruhi kinerja perbankan nasional, dimana pertumbuhan pembiayaan (kredit) perbankan yang masih tinggi dengan tingkat pembiayaan (kredit) bermasalahnya yang masih terjaga di bawah 5%. Jika suku bunga meningkat, maka ia akan menekan pertumbuhan DPK (termasuk aset) perbankan syariah, begitu pula sebaliknya jika suku bunga cenderung turun DPK bank syariah akan meningkat. Pada saat ini suku bunga cendrung menurun, maka DPK di tahun 2009 akan terus meningkat.
Pada tahun 2009, bank syariah di Indonesia, diyakini akan terus tumbuh. berkembangnya industri lembaga keuangan syariah ini diharapkan mampu memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional. Apalagi dengan pertumbuhan industri yang rata-rata mencapai 60% dalam lima tahun belakangan ini. Tentunya, berbagai upaya terus dilakukan agar pangsa pasar bank syariah terus meningkat. Untuk itu, IAEI dan MES serta assosiasi ekonomi syariah lainnya terus berjuang meningkatkan pertumbuhan bank syariah dengan berbagai program. Bank Indonesia selaku bank sentral, telah memberikan peran dan komitmen yang luar biasa dalam pengembangan bank syariah.
Pada tahun 2009, implementasi Grand Strategy Public Education perbankan syariah akan dilaksanakan secara penuh.oleh Bank Indonesia dan komponen ekonomi syariah, seperti IAEI, MES, ASBISINDO dan lain-lain. Karena itu bank syariah akan mengalami high growth di masa krisis global ini. Pada akhir tahun 2007 terjadi percepatan pertumbuhan terlihat mulai terjadi pada akhir tahun 2007 sampai dengan puncaknya bulan Agustus 2008. data menunjukkan bahwa di masa krisis keuangan global terjadi percepatan pertumbuhan bak syariah secara signifikan.
Proyeksi Bank Syariah 2009
Bank Indonesia telah menyusun proyeksi pertumbuhan perbankan syariah nasional pada tahun 2009. Menurut proyeksi tersebut ada 3 skenario pertumtuhan bank syariah di masa depan.
Pertama, Skenario Proyeksi Pesimis
• Menurut skrenerio ini, di mana pertumbuhan berlangsung secara organic diproyeksikan sebesar 25% dengan total asset 57 triliun. Proyeksi pesimis ini didasarkan pada kondisi perlambatan makroekonomi akibat krisis ekonomi global. Meskipun demikian, tetap terjadi pertumbuhan anatara lain dikarenakan keberhasilan edukasi publik dan promosi perbankan yang dilakukan baik oleh Bank Indoensia sendiri, bank-bank syariah dan organisasi IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi islam Indonesia).
Kedua, Skenario Proyeksi Moderat
• Menurut skenerio kedua, pertumbuhan bank syariah diproyeksikan mencapai 37 %, dengan total asset Rp 68 triliun. Proyeksi moderat ini didasarkan pada beberapa indikator, Pertama, Terjadinya proses konversi beberapa UUS menjadi BUS. Pada tahun 2009 setidaknya lahir 9 Bank Umum Syariah baru, sehingga nantinya jumlah total menjadi 12 Bank Umum Syariah. Kelahiran bank umum ini dipastikan akan mendongkrak pertumbuhan bank syariah secara signifikan.
• Kedua, Momentum krisis ekonomi global akan meningkatkan preferensi terhadap perbankan syariah, karena makin banyak umat yang tersadarkan akan keunggulan keunggulan bank syariah.
• Ketiga, UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah sebagai kepastian hukum berhasil mendorong peningkatan kapasitas bank-bank syariah.
• Yang terakhir (keempat) ialah adanya multiplier effect positif akibat aktifivas politik (Pemilu). Cukup banyak partai yang menawarkan program pembangunan ekonomi berdasarkan syariah.
Skenario Proyeksi Optimis•
Menurut skenerio ketiga, pertumbuhan bank syariah diproyeksikan mencapai 75 %, dengan total asset Rp 87 triliun. Angka proyeksi ini bukannya tidak mungkin jika kita melihat sejumlah indikator. Ingat, pada tahun 2004 perbankan syariah tumbuh 74 %, sehinga dinilai sebagai era booming bank syariah pertama. Jadi jika untuk tahun 2009 diproyeklsikan tubuh 75 % adalah sesuatu yang mungkin dan masih wajar. Proyeksi optimis ini didasarkan pada beberapa indikator, Pertama Berdirinya BUS baru dan Konversi beberapa UUS menjadi BUS sebagaimana dipaparkan di atas. Dengan demikian, bank Umum syariah tumbuh tiga kali lipat, dari hanya 3 buah menjadi 12 buah. Ditambah lagi sejumlah Unit Usaha Syariah.
• Kedua, Soisialisasi dan edukasi makin luas. Mulai tahun 2009 sejumlah organisasi Ekonomi Islam bersinergi untuk gerakan besar sosialisasi dan edukasi, IAEI dengan dukungan Bank Indonesia bekerjasama dengan sejumlah assosiasi, seperti MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) , ASBISINDO (Assosiasi Bank Islam Indonesia), FOSSEI dan PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah) bersatu menggelar banyak program edukasi yang bersifat nasional dan internasinal.
• Ketiga, Semakin banyak Perguruan Tinggi yang membuka program Studi Ekonomi Islam dan meluluskan sarjana Ekonomi Islam, dan semakin banyak dosen ekonomi Islam yang menyebarkan ekonomi Islam. Selaijn itu, sejumlah ulama muda tamatan Universitas Timur Tengah makin banyak kuliah S2 dan S3 ekonomi Islam, seperti di Program pascasarjana Universitas Az-Zahra. Mereka akan menjadi da’i-dai yang cerdas tentang ilmu ekonomi dan perbankan Islam. Kehadiran mereka diperkirakan akan menggeser pandangan sempit masyarakat dan tokoh agama yang sering menyamakan bank syariah dengan bank konvensional. Ghirah dan semangat juang mereka demikan tinggi, karena mereka telah memahami secara ilmiah dan empiris betapa riba, gharar dan maysir menjadi punca kehancuran ekonomi dunia dan Indoneaia.
• Keempat, dengan semakin besarnya asset perbankan syariah, maka biaya program promosi besar, sehingga pengetahuan masyarakat makin meningkat yang pada gilirannya mereka akan memilih bak syariah.
• Kelima, UU Perbankan Syariah & UU SBSN mendapat dukungan dari Amandemen UU Perpajakan sebagai kepastian hukum, berhasil mendorong peningkatan kapasitas bank-bank syariah melalui peran investor asing.
• Keenam, momentum krisis ekonomi global akan meningkatkan preferensi terhadap perbankan syariah dan dampak minimal dari gejolak pasar keuangan
Dari tiga skenerio yang dikemukakan di atas, skenerio yang paling mendekati kebenaran adalah skenerio moderat, yakni pertumbuhan 37 %, dengan total asset Rp 68 triliun. Namun demikian, mungkin saja pertumbuhannya melebihin angka moderat tersebut, Karena kemungkinan itulah maka dibuat juga proyeksi pertumbuhan yang optimis, yakni pertumbuhan mencapai 75 %, dengan total asset Rp 87 triliun.
Penulis : Sekjen IAEI dan Dosen Pascasarjaa UI, Dosen S2 Trisakti dan S2 Universitas Paramadina.
Pro Ekonomi Syariah Pro Rakyat
Irfan Syauqi Beik
Dosen FEM IPB, Kandidat Doktor IIUM dan Ketua PPI Malaysia
Krisis berkepanjangan yang menimpa sejumlah negara besar masih meninggalkan sejumlah persoalan yang sangat serius bagi bangsa Indonesia. Dalam bahasa ekonom FEM IPB, Iman Sugema, ada tiga kiamat (trio doom) yang menimpa perekonomian dunia akibat krisis finansial yang bermula dari AS, yang boleh jadi menjadi penyebab turning pointatau titik balik perekonomian nasional pada 2009.
Kiamat pertama adalah property doom atau kiamat properti, yang ditandai dengan jatuhnya harga properti di AS. Kemudian, financial doom atau kiamat finansial, yang ditandai dengan menurunnya indeks bursa dunia pascakrisis dan belum menunjukkan tanda akan pulih sepenuhnya dalam waktu dekat. Beberapa bursa mengalami penurunan indeks lebih dari 30 persen, seperti Cina (62,9%), Jepang (38,3%), dan Jerman (35,6%). Kiamat yang ketiga adalah commodity doom, di mana harga sejumlah komoditas mengalami penurunan, seperti turunnya harga CPO dan kopi robusta sejak Juli 2008, masing-masing sebesar 61,9 persen dan 15 persen.
Kondisi ini mengakibatkan terjadinya dry up pada likuiditas global, di mana banyak perusahaan keuangan besar dunia menarik likuiditasnya demi mengatasi kerugian yang terjadi. Tidak hanya itu, perusahaan-perusaha an di sektor riil pun terganggu.
Hal tersebut ditandai dengan semakin melemahnya permintaan di sejumlah pasar tujuan ekspor, seperti Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat. Memang jika dianalisis, kinerja perdagangan bilateral Indonesia dan AS tidak terlalu memengaruhi kinerja ekspor nasional. Ini karena total ekspor kita ke AS hanya 9-10 persen dalam dua tahun terakhir, di mana angka ini kurang dari tiga persen PDB kita.
Namun, melemahnya perekonomian AS membawa efek berantai pada sejumlah negara mitra dagang Indonesia. Dengan lemahnya permintaan di negara-negara tersebut, tidaklah mengherankan jika persentase tren ekspor Indonesia turun, bahkan drop 11,6 persen per Oktober 2008.
Diperkirakan memasuki semester pertama 2009 akan terjadi gelombang PHK besar-besaran, sebagaimana yang diprediksi Aviliani, akibat berakhirnya kontrak ekspor sejumlah perusahaan Indonesia. Jika ini terjadi, angka pengangguran diperkirakan akan naik. Sudah pasti keadaan ini akan mengundang demonstrasi buruh dalam skala yang lebih besar. Dipastikan kondisi sosial ekonomi bangsa ini akan semakin berat.
Sejumlah tantangan
Tantangan lain yang juga berat adalah masih rendahnya daya saing produk bangsa kita. Akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, akan terjadi persaingan memperebutkan pasar ekspor. Sebagai negara yang besar, tentu Indonesia berpotensi menjadi pasar potensial sejumlah produk impor.
Diperkirakan Cina akan tetap merajai produk impor ke Tanah Air. Selama beberapa tahun terakhir ini dominasi Cina belum mampu dipatahkan. Ini menjadi tantangan mengingat penguatan pasar domestik menjadi salah satu solusi dalam menghadapi krisis global, di mana produk lokal yang mampu menjadi substitusi barang impor sangat dibutuhkan.
Hal lain yang juga perlu mendapat perhatian adalah peningkatan daya saing UKM. Indeks skor UKM kita terkecil bila dibandingkan dengan sejumlah negara anggota APEC. Padahal,share UKM terhadap PDB Indonesia lebih dari 50 persen. Tanpa perbaikan daya saing ini, UKM kita akan menghadapi sejumlah kesulitan dalam memasarkan produknya.
Meski demikian, kondisi berat tersebut bukan berarti akhir dari segalanya. Masih banyak jalan yang bisa ditempuh oleh bangsa ini untuk keluar dari situasi krisis global. Banyak potensi bangsa yang masih dapat dioptimalkan. Misalnya, tingginya tingkat saving yang mencapai 34 persen dari rasio PDB. Ini menunjukkan dana-dana tersebut dapat dimanfaatkan sebagai modal peningkatan investasi produktif.
Kemudian, Indonesia dapat pula memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada sebagai underlying assetuntuk menarik investasi Timur Tengah berbasis sukuk. Meski ada permasalahan likuiditas global, kondisi Timteng relatif lebih baik.
Tidaklah mengherankan beberapa waktu lalu PM Inggris Gordon Brown sempat melakukan 'safari' ke Timteng, meminta mereka secara aktif berinvestasi di Inggris dan terlibat dalam upaya mengurangi tekanan resesi global. Meski demikian, ada tiga kendala utama yang harus diperhatikan, mengingat ketiga hal ini sering menjadi bahan pertimbangan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Pertama, instabilitas makro yang diindikasikan dengan tingginya laju inflasi dalam tiga tahun terakhir. Kedua, problematika infrastruktur yang ditandai dengan keterbatasan sejumlah sarana dan prasarana, seperti jalan, jalur kereta api, dan pasokan listrik. Ketiga, persoalan korupsi yang sangat akut.
Survei Transparency International menunjukkan posisi Indonesia berada di urutan 134 dari 163 negara yang disurvei. Khusus mengenai korupsi ini, penulis berharap peran KPK dapat lebih dioptimalkan dan upaya pelemahan fungsi KPK yang saat ini tampak harus segera diakhiri.
Kebijakan proekonomi syariah
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kondisi perekonomian. Pertama, memperkuat industri keuangan syariah secara umum yang lebih prosektor riil. Penguatan ini antara lain bisa dilakukan dengan meningkatkan volume aset perbankan syariah, antara lain melalui pendirian BUS baru (seperti Bank Bukopin Syariah), memperbesar volume UUS, serta menempatkan dana pemerintah di perbankan syariah. Kemudian, memperkuat posisi lembaga keuangan mikro syariah dan BPRS dengan konsolidasi dan pembentukan jaringan LKMS dan BPRS di tingkat nasional.
Selanjutnya, penguatan pasar modal syariah. Ada kecenderungan pada jangka panjang peran pasar modal akan semakin dominan. Namun, pelajaran yang dapat diambil dari krisis ini adalah ketika transaksi di lantai bursa dilakukan dengan tanpa adanya kejelasan underlying asset, yang terjadi adalah penggelembungan- penggelembungan nilai aset yang pada akhirnya justru merugikan. Bubble economy yang sangat rentan ini harus diatasi dengan penguatan pasar keuangan syariah.
Kedua, sukuk dapat dijadikan sebagai alat investasi untuk pembangunan sarana infrastruktur. Kita menyambut baik penerbitan perdana sukuk negara beberapa waktu lalu. Namun, jika dana sukuk digunakan untuk menutup defisit APBN pada pos-pos yang kurang produktif, dampaknya terhadap perekonomian kurang terasa.
Seharusnya pemerintah menerbitkan sukuk yang digunakan untuk membangun pelabuhan, bandara, jalan raya, pembangkit listrik, dan sarana infrastruktur lainnya. Ini akan menciptakan multiplier effect yang sangat baik bagi perekonomian.
Ketiga, optimalisasi potensi zakat dan wakaf. Zakat harus dijadikan instrumen perlindungan hak-hak ekonomi kaum dhuafa, sekaligus sebagai alat mempertahankan daya beli kelompok miskin. Beban kemiskinan pun dapat dikurangi dengan memanfaatkan dana zakat melalui program-program karitatif, seperti layanan kesehatan gratis dan beasiswa pendidikan.
Peningkatan produktivitas kelompok miskin dapat difasilitasi melalui program pendayagunaan zakat produktif, seperti pembiayaan dan pendampingan usaha kecil dan mikro. Secara makro, proses people to people transfer diyakini akan banyak membantu meningkatkan kondisi perekonomian.
Selama ini kebijakan yang dilaksanakan berbasis pada konsep government to people transfer, yang dananya bersumber dari pajak dan utang luar negeri. Yang menjadi masalah, ketika utang luar negeri digunakan untuk pos bantuan sosial, beban APBN yang notabene beban rakyat, akan bertambah. Karena itu, zakat merupakan jalan keluar terbaik sehingga beban defisit APBN akan dapat dikurangi secara signifikan.
Wakaf, baik wakaf barang maupun uang, dapat dimanfaatkan sebagai engine of growth. Selama hampir empat abad sejarah mencatat wakaf uang mampu menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dunia, yaitu pada zaman Khilafah Turki Usmani yang menguasai sepertiga dunia. Penulis yakin insya Allah dengan menerapkan kebijakan ekonomi syariah secara serius, kepentingan ekonomi rakyat akan terangkat.
Irfan Syauqi Beik Dept of Economics, Bogor Agricultural University, Indonesia
Minggu, 21 Desember 2008
Jual Beli dengan Cara Kredit
Ust. Dzulqarnain Bin Muhammad Sunusi
Kredit dalam pengertian bahasa Indonesia adalah cara penjualan barang
dengan pembayaran tidak secara tunai (pembayaran ditangguhkan atau
diangsur).
Pengertian ini mempunyai cakupan yang luas dalam fiqh Mu'amalat sebab
ada beberapa masalah dalam fiqh Mu'amalat bentuknya bisa
dikatagorikan dalam pengertian kredit menurut bahasa Indonesia.
Masalah-masalah itu adalah :
1. Jual beli secara taqsith.
2. Jual beli dengan cara Al-`Inah.
3. Masalah At-Tawarruq.
4. Bai'ul Murabah lil Amiri bisy Syira` (Jual beli keuntungan
bagi yang meminta pembelian).
5. Al-Ijar Al-Muntahi bit tamlik (penyewaan yang berakhir dengan
kepemilikan) .
Karena pentingnya masalah jual beli dengan cara kredit, dan karena
telah mewarnai banyak aspek mu'amalat serta kaburnya masalah ini bagi
kalangan kaum muslimin, maka kami akan mencoba mengetengahkan kepada
para pembaca pembahasan ini dengan harapan dapat menguak banyak tirai
dan menperjelas seluruh sisi masalah ini. Wallahul Musta'an
Wa `Alaihit Tuklan.
Jual beli secara Taqsith
Taqsith secara bahasa adalah bermakna membagi sesuatu menjadi bagian-
bagian tertentu dan terpisah.
Adapun secara istilah, ada beberapa definisi dikalangan para penulis
masalah ini yang mungkin bisa didekatkan pengertiannya dalam definisi
berikut ini ;
Jual beli secara taqsith adalah menjual sesuatu dengan pembayaran
yang ditangguhkan, diserahkan dengan pembagian-pembagian tertentu
pada waktu yang telah ditetapkan dengan jumlah keseluruhannya yang
lebih banyak dari harga kontan.
Contoh : Seseorang membeli mobil dengan harga Rp. 100.000.000, -
dengan membayar pada setiap bulannya sebanyak Rp. 10.000.000,- selama
sepuluh bulan. Dimana harga mobil ini secara kontan hanya Rp.
90.000.000,- .
Hukum jual beli secara Taqsith
Ada dua pendapat dikalangan para ulama tentang hukum jual beli secara
taqsith ini dan uraiannya sebagai berikut :
Pendapat Pertama : Bolehnya jual beli secara taqsith. Ini adalah
pendapat Jumhur Ulama (kebanyakan ulama) dari kalangan shohabat,
tabi'in dan para Imam Ahli Ijtihad -termasuk didalamnya para pengikut
fiqh empat madzhab-. Bahkan sebahagian ulama menukil kesepakatan para
ulama tentang bolehnya hal ini.
Syaikh `Abdul `Aziz bin Baz rahimahullah, ketika ditanya tentang
hukum membeli sekarung gula dan semisalnya dengan harga 150 Riyal SA
sampai suatu waktu (dengan kredit,-pent) dan ia senilai 100 Riyal
secara kontan, maka beliau menjawab :
"Sesungguhnya Mu'amalah ini tidaklah mengapa, karena menjual secara
kontan berbeda dari menjual secara kredit dan kaum muslimin terus
menerus melakukan mu'amalah seperti ini. Ini adalah Ijma'
(kesepakatan) dari mereka tentang bolehnya. Dan telah syadz
(ganjil/bersendiria n) sebagian ulama, bila ia melarang adanya
tambahan disebabkan karena (tambahan) waktu sehingga ia menyangka hal
tersebut adalah bagian dari riba. Ia adalah pendapat tidak ada
sisinya, bahkan tidaklah (hal tersebut) termasuk riba sama sekali
karena seorang pedagang ketika ia menjual barang sampai suatu waktu
(dengan kredit,-pent) , ia menyetujui adanya penangguhan hanyalah
karena ia mengambil manfaat dengan tambahan (harga) dan si pembeli
rela adanya tambahan karena ada pengunduran dan karena
ketidakmampuannya untuk menyerahkan harga secara kontan maka keduanya
mengambil manfaat dengan mu'amalah ini dan telah tsabit (pasti/tetap)
dari Nabi shollallahu `alahi wa sallam sesuatu yang menunjukkan
bolehnya hal tersebut…". (Dinukil dari kitab Min Ahkamil Fiqhil
Islamy Karya `Abdullah Al-Jarullah hal. 57-58 dengan perantara Bai'ut
Taqsith karya Hisyam Alu Burgusy.)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya tentang seorang
lelaki yang memiliki seekor kuda yang dia beli dengan harga 180
Dirham, lalu seseorang memintanya dengan harga 300 Dirham dalam
jangka waktu (pembayaran) tiga bulan; apakah hal tersebut halal
baginya.
Beliau menjawab : "Al-Hamdulillah, Apabila ia membelinya untuk
diambil manfaatnya atau untuk ia perdagangkan maka tidaklah mengapa
menjualnya sampai suatu waktu (dengan kredit,-pent) . Akan tetapi
janganlah ia mengambil keuntungan dari orang yang butuh kecuali
dengan keuntungan yang wajar. Jangan ia menambah (harga) karena
daruratnya (karena ia sangat membutuhkannya, -pent.). [Adapun kalau
ia butuh dirham lalu membelinya (kuda tersebut, -pent.) untuk ia jual
pada saat itu juga dan ia mengambil harganya maka ini adalah makruh
menurut (pendapat) yang paling zhohir dari dua pendapat ulama] ".
Dari Majmu' Al-Fatawa 29/501.
Dan dalam jilid 29 hal. 498-500, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menukil
bolehnya hal tersebut berdasarkan Al-Kitab, As-Sunnah dan Al-Ijma'.
Dan hukum bolehnya ini juga merupakan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah
Saudi Arabia , keputusan Majma' Al-Fiqh Al-Islamy no. 51 (2/6) dan
no. 64 (2/7) , kesimpulan dalam AL-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-
Kuwaitiyah, Fatwa Syaikh Muhammad bin Sholih Al-`Utsaimin , Fatwa
Syaikh Sholih Al-Fauzan , Fatwa Syaikh Sholih bin `Abdul `Aziz Alu
Asy-Syaikh dan kebanyakan ulama di zaman ini.
Pendapat Kedua : Tidak bolehnya jual beli secara taqsith. Dinukil
oleh Imam Asy-Syaukany dalam Nailul Authar 5/162 (cet. Darul Kutub)
dari Zainal `Abidin `Ali bin Husain dan beberapa orang Syiah.
Diantara ulama zaman ini yang berpendapat tentang tidak bolehnya
adalah Syaikh Al-Albany dan Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'iy
rahimahumallah.
Dalil-dalil Setiap Pendapat
Adapun pendapat pertama, para penganutnya mempunyai dalil yang
banyak, namun kami batasi penyebutannya dengan yang kuat saja menurut
penilaian kami. Uraiannya adalah sebagai berikut :
Pertama : Asal dalam setiap mu'amalah adalah halal dan boleh. Dan
kami sebutkan dalil-dalil tentang hal ini dalam dhobith pertama pada
volume yang telah lalu.
Karena tidak ada nash/dalil yang menunjukkan haramnya membuat dua
harga pada suatu barang, yaitu harga kontan dan harga kredit lalu
penjual dan pembeli melakukan transaksi pada salah satu dari
keduanya, maka jual beli dengan cara taqsith adalah halal berdasarkan
kaidah/dhobith ini.
Kedua : Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ áÇ ÊóÃúßõáõæÇ ÃóãúæóÇáóßõãú Èóíúäóßõãú
ÈöÇáúÈóÇØöáö ÅöáøóÇ Ãóäú Êóßõæäó ÊöÌóÇÑóÉð
Úóäú ÊóÑóÇÖò ãöäúßõãú
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlangsung atas dasar suka sama-suka di antara kamu". (QS. An-
Nisa` : 29)
Sisi pendalilan : Jual beli dengan cara taqsith adalah transaksi yang
berlangsung atas dasar suka sama suka, berarti jual beli secara
taqsith ini adalah boleh menurut nash ayat.
Ketiga : Hadits Ibnu `Abbas radhiyallahu `anhuma riwayat Al-Bukhary
dan Muslim, Rasulullah shollallahu `alahi wa `ala alihi wa sallam
bersabda :
ãóäú ÃóÓúáóÝó Ýöíú ÊóãúÑö ÝóáúíõÓúáöÝú Ýöíú ßóíúáò ãóÚúáõæúãò æóæóÒúäò
ãóÚúáõæúãò Åöáóì ÃóÌóáò ãóÚúáõæúãò
"Siapa yang yang memberi salaf pada korma maka hendaknya memberi
salaf pada takaran yang dimaklumi dan timbangan yang dimaklumi sampai
waktu yang dimaklumi". (Lafazh diatas bagi Imam Muslim)
Hadits diatas menunjukkan bolehnya As-Salam atau As-Salaf yaitu
transaksi pada suatu barang yang maklum ; jelas sifatnya dan
bentuknya, dibayar didepan kepada si penjual dan diambil pada waktu
yang telah disepakati.
Contoh : Seperti penjual roti yang telah membayar harga 3000 buah
roti tertentu kepada pabrik roti dengan perjanjian ia mengambilnya
dari pabrik roti sebanyak 100 buah roti setiap harinya selama 30
hari.
As-Salam atau As-Salaf ini adalah diperbolehkan dalam syari'at Islam
menurut kesepakatan para ulama.
Dari uraian diatas, di tarik suatu pendalilan tentang bolehnya jual
beli secara Taqsith karena ia merupakan kebalikan dari As-Salam atau
As-Salaf. Dan pada keduanya ada kesamaan jenis dari sisi adanya
perbedaan antara harga dan barang, yaitu pada As-Salam atau As-Salaf,
pembeli menyerahkan harganya kepada penjual dan mengambil barangnya
selang beberapa waktu kemudian sesuai dengan perjanjian guna
mendapatkan potongan harga semantara jual beli secara taqsith penjual
menyerahkan barang kepada pembeli dan dibayar secara berangsur guna
mendapat tambahan harga.
keempat : Allah Ta'ala berfirman :
íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÅöÐóÇ ÊóÏóÇíóäúÊõãú ÈöÏóíúäò Åöáóì ÃóÌóáò
ãõÓóãøìð ÝóÇßúÊõÈõæåõ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. ".
(QS. Al-Baqorah : 282)
Berkata Ibnu `Abbas radhiyallahu `anhuma : "Ayat ini turun pada As-
Salam secara khusus".
Berkata Al-Qurthuby : "Maknanya bahwa Salam penduduk Madinah adalah
sebab (turunnya) ayat, kemudian ia mencakup seluruh hutang piutang
menurut Ijma' (kesepakatan ulama,-pent. )."
Dan Al-Qurthuby juga berkata : "Hakikat hutang adalah sebuah ibarat
bagi setiap mu'amalah yang salah satu dari dua barang adalah kontan
dan yang lainnya secara berangsur dalam tanggung jawabnya karena
barang menurut orang Arab adalah apa-apa yang hadir dan hutang adalah
apa yang ghaib (tidak ada di depannya,-pent. )…".
Kelima : Hadits `Aisyah radhiyallahu `anha riwayat Al-Bukhary dan
Muslim, beliau berkata :
ÌóÇÁóÊú ÈóÑöíúÑóÉõ ÝóÞóÇáóÊú Åöäøöíú ßóÇÊóÈúÊõ Ãóåúáöíú Úóáóì ÊöÓúÚö ÃóæóÇÞò
Ýöíú ßõáøö ÚóÇãò ÃóæúÞöíóÉñ ÝóÃóÚöíúäöíúäöíú
ÝóÞóÇáóÊú ÚóÇÆöÔóÉõ Åöäú ÃóÍóÈøó Ãóåúáõßö Ãóäú ÃõÚöÏøóåóÇ áóåõãú ÚõÏøóÉð
æóÇÍöÏóÉð æóÃõÚúÊöÞóßö ÝóÚóáúÊõ æóíóßõæúäõ
æóáóÇÄõßö áöíú ÝóÐóåóÈúÊõ Åöáóì ÃóåúáöåóÇ ÝóÃóÈóæúÇ Ðóáößó ÚóáóíúåóÇ ÝóÞóÇáóÊú
Åöäøöíú ÞóÏú ÚóÑóÖúÊõ Ðóáößó Úóáóíúåöãú
ÝóÃóÈóæúÇ ÅöáøóÇ Ãóäú íóßõæúäó ÇáúæóáóÇÁõ áóåõãú ÝóÓóãóÚó ÈöÐóáößó ÑóÓõæúáõ
Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÚóáóì Âáöåö
æóÓóáøóãó ÝóÓóÃóáóäöíú ÝóÃóÎúÈóÑúÊõåõ ÝóÞóÇáó ÎõÐöíúåóÇ ÝóÃóÚúÊöÞöíúåóÇ
æóÇÔúÊóÑöØöíú áóåõãõ ÇáúæóáóÇÁó ÝóÅöäøóãóÇ
ÇáúæóáóÇÁõ áöãóäú ÃóÚúÊóÞó...
"Bariroh datang kepadaku lalu berkata : "Sesungguhnya saya melakukan
mukatabah terhadap keluargaku (tuanku,-pent. ) dengan sembilan
auqiyah, pada tiap tahunnya satu auqiyah maka bantulah saya".
Maka `Aisyah berkata : "Kalau keluargamu suka aku akan menyiapkan
persiapan sekaligus bagi mereka dan saya membebaskanmu, maka saya
akan kerjakan dan hendaknya wala`mu adalah milikku". Maka ia
(Bariroh) pergi kepada keluarganya dan mereka enggan hal tersebut
atasnya. Kemudian ia (Bariroh) berkata (kepada Aisyah,pent) : "Saya
telah menawarkan hal tersebut pada mereka dan mereka enggan kecuali
wala`nya untuk mereka". Maka hal tersebut didengar oleh Rasulullah
shollallahu `alahi wa `ala alihi wa sallam lalu beliau bertanya
kepadaku maka saya kabarkanlah hal tersebut kepadanya maka beliau
bersabda : "Ambillah ia dan bebaskanlah serta syaratkan wala`
terhadap mereka karena sesungguhnya wala` itu bagi siapa yang
membebaskan"… ."
Berkata Syaikh `Abdul `Aziz bin Baz rahimahullah : "Dan berdasarkan
kisah Bariroh yang tsabit (tetap,pasti) dalam Ash-Shohihain, karena
Ia (Bariroh) menebus dirinya dari tuannya dengan (harga) sembilan
auqiyah pada setiap tahunnya satu auqiyah dan ini adalah jual beli
secara taqsith. Dan Nabi shollallahu `alaihi wa sallam tidak
mengingkari hal tersebut bahkan beliau menetapkannya dan tidak
melarang darinya. Dan tidak ada perbedaan antara harganya semisal
dengan (harga) barang tersebut dijual dengannya secara kontan atau
lebih dari hal tersebut karena (kelonggaran) waktu" .
Berkata Syaikh Sholih bin `Abdul `Aziz Alu Asy-Syaikh : "Didalamnya
terdapat dalil tentang bolehnya jual beli secara taqsith karena
Bariroh menebus dirinya secara taqsith sampai sembilan auqiyah, pada
setiap tahun satu auqiyah…". Dari Syarah Kitabul Buyu' Bulughul Maram.
Adapun penganut pendapat kedua, mereka berdalilkan dengan beberapa
dalil dari Al-Qur`an dan Al-Hadits yang pendalilannya bertumpu penuh
pada hadits Abu Hurairah dan hadits `Abdullah bin `Amr bin `Ash yang
dianggap terdapat didalamnya larangan tegas dari jual beli secara
taqsith. Hadits-hadits itu adalah :
Satu : Hadits Abu Hurairah radhiyallahu `anhu, Rasulullah
shollallahu `alahi wa `ala alihi wa sallam bersabda :
ãóäú ÈóÇÚó ÈóíúÚóÊóíúäö Ýöíú ÈóíúÚóÉò Ýóáóåõ ÃóæúßóÓõåõãóÇ Ãóæö ÇáÑøöÈóÇ
"Siapa yang menjual dua dengan penjualan dalam satu transaksi maka
baginya (harga,-pent. ) yang paling sedikit atau riba".
Hadits dengan lafazh ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah
5/307/20461, Abu Daud 3/274/3461, Ibnu Hibban 11/347-348/4974, Al-
Hakim 2/45, Al-Baihaqy 5/343 dan Ibnu `Abdil Barr dalam At-Tamhid
34/389. Semuanya dari jalan Yahya bin Zakariya bin Abi Za`idah dari
Muhammad bin `Amr bin `Alqomah dari Abu Salamah dari Abu Hurairah….
Sisi pendalilan : Hadits ini menunjukkan haramnya jual beli secara
taqsith dengan adanya penambahan pada harga kredit diatas harga
kontan. Dan padanya juga dua penjualan, secara kontan dan kredit pada
satu transaksi, sehingga pada hal ini tidak lepas dari dua
kemungkinan yaitu mengambil yang paling sedikit berupa harga kontan
atau melakukan riba dengan mengambil harga kredit. Demikianlah hadits
ini telah ditafsirkan oleh sebahagian ulama salaf bahwa makna dua
penjualan dalam satu transaksi adalah jika seseorang
berkata : "Barang ini secara cicil dengan harga sekian dan secara
kontan dengan harga sekian". Dan dikuatkan pula oleh ucapan Ibnu
Mus'ud :
ÇáÕøóÝúÞóÉõ Ýöí ÇáÕøóÝúÞóÊóíúäö ÑöÈðÇ
"Transaksi dalam dua penjualan adalah riba". (Dishohihkan oleh Syaikh
Al-Albany dalam Ash-Shohihah 5/420 dan Al-Irwa` 5/148/1307)
Namun pendalilan ini sangatlah lemah disebabkan oleh beberapa alasan :
- Hadits Abu Hurairah dengan lafazh diatas adalah Syadz
sebagaimana yang ditegaskan oleh pengarang kitab `Aunul Ma'bud 9/334
dan Syaikh Muqbil dalam Ahadits Mu'allah Zhohiruha Ash-Sihhah hal.
242 no. 369 (Cet. Kedua). Alasannya adalah karena hadits diatas
diriwayatkan pula oleh :
1. Yahya bin Sa'id Al-Qoththon [riwayat Ahmad 2/432, 475, Ibnul
Jarud no. 600, An-Nasa`i 7/295 dan dalam Al-Kubro 4/43/6228, Al-
Baihaqy 5/343 dan Ibnu `Abdil Barr 24/389]
2. `Abdah bin Sulaiman [riwayat At-Tirmidzy 3/533/1231 dan Ibnu
Hibban 11/347/4973]
3. `Abdul Wahhab bin `Atho` [riwayat Al-Baihaqy 5/343 dan Abu
Ya'la 10/507/6124]
4. Yazid bin Harun [riwayat Ahmad 2/503 dan Al-Baghawy
8/142/2111]
5. Isma'il bin Ja'far [disebutkan oleh Al-Baihaqy dalam Al-Kubro
5/343]
6. `Abdul `Aziz bin Muhammad Ad-Darawardy [riwayat Al-Khaththoby
dalam Ma'alimus Sunan 5/97 dan disebutkan oleh Al-Baihaqy dalam Al-
Kubro 5/343]
7. Mu'adz bin Mu'adz Al-`Anbary [disebutkan oleh Al-Baihaqy
dalam Al-Kubro 5/343]
8. Muhammad bin `Abdullah Al-Anshory [riwayat Al-Khaththoby
dalam Ma'alimus Sunan 5/97]
Semuanya meriwayatkan dari Muhammad bin `Amr bin `Alqomah dari Abu
Salamah dari Abu Hurairah, tapi dengan lafazh :
äóåóì ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÚóáóì Âáöåö æóÓóáøóãó Úóäö
ÇáúÈóíúÚóÊóíúäö Ýöíú ÈóíúÚóÉò
"Rasulullah shollallahu `alahi wa `ala alihi wa sallam melarang dari
dua penjualan dalam satu transaksi".
- Kandungan hadits diatas tidaklah mencakup masalah jual beli
secara taqsith karena seorang penjual –misalnya- bila menetapkan
harga barang yang berbeda-beda berdasarkan panjang waktu kredit, lalu
datang seorang pembeli dan bersepakat dengan penjual untuk mengambil
barang tersebut dengan suatu harga tertentu dan jangka waktu kredit
yang telah ditetapkan maka tentunya yang ada hanya satu transaksi ;
tidak ada akad transaksi sebelumnya dan tidak pula ada transaksi
setelah penjual dan pembeli bersepakat diatas suatu harga. Karena itu
Ibnul Qoyyim berkata : "Dan telah jauh dengan sangat jauh orang yang
membawa (pengertian) hadits kepada penjualan dengan 100 secara kredit
dan 50 secara kontan, tidak ada disini (dalam jual beli secara
taqsith,-pent. ) riba, tidak pula jahalah (ketidak jelasan), ghoror,
qimar dan tidak (pula) ada sesuatu dari kerusakan. Sesungguhnya ia
memberi pilihan antara dua harga yang ia inginkan dan tidaklah ini
lebih jauh dari memberikan pilihan kepadanya setelah transaksi selama
tiga hari antara mengambil dan membiarkannya" . Baca : I'lamul
Muwaqqi'in 3/150.
- Andaikata haidts Abu Hurairah dalam riwayat Yahya bin
Zakariya bin Abi Za`idah dengan lafazh "Siapa yang menjual dua dengan
penjualan dalam satu transaksi maka baginya (harga,-pent. ) yang
paling sedikit atau riba" kuat dan bisa dipakai berhujjah maka Al-
Khaththoby dalam Ma'alim As-Sunan 5/97 berkata : "Saya tidak
mengetahui seorangpun dari ahli fiqh yang berpendapat dengan zhohir
hadits ini atau membenarkan transaksi dengan harga yang paling rendah
kecuali sesuatu yang dihikayatkan dari Al-Auza'iy dan ia adalah
madzhab yang rusak karena terkandung didalam akad ini berupa ghoror
dan ketidak jelasan".
Dan Al-Khaththoby juga menyebutkan bahwa makna yang paling pantas
bagi hadits Abu Hurairah dari riwayat Yahya bin Zakariya bin Abi
Za`idah adalah seperti orang yang memberi pinjaman senilai satu dinar
(mata uang emas) berupa satu qofiz (takaran) burr (sejenis gandum)
dalam jarak satu bulan. Kemudian setelah jatuh tempo, si peminjam
yang belum mampu membayar berkata : "Juallah qofiz burr yang
merupakan hakmu terhadapku dengan nilai dua qofiz sampai satu bulan
lagi". Maka ini adalah penjualan kedua yang telah masuk pada
penjualan pertama sehingga jadinya dua penjualan dalam satu
transaksi. Maka menurut konteks hadits keduanya harus kembali pada
yang paling sedikit yaitu satu qofiz dan kapan transaksi dengan dua
penjualan itu tetap berlangsung maka keduanya dianggap telah
melakukan riba. Demikian kesimpulan keterangan beliau dalam Ma'alim
As-Sunan 5/97 dan keterangan Ibnul Atsir dalam An-Nihayah semakna
dengannya.
Adapun Ibnul Qayyim rahimahullah beliau menganggap bahwa hadits Abu
Hurairah dari riwayat Yahya bin Zakariya bin Abi Za`idah
pengertiannya hanyalah terbatas dalam bentuk Bai'ul `Inah saja,
tidak pada yang lainnya.
- Adapun penafsiran makna dua penjualan dalam satu transaksi
dengan perkataan sesorang : "Barang ini secara cicil dengan harga
sekian dan secara kontan dengan harga sekian", ini adalah menyelisihi
penafsiran jumhur ulama (kebanyakan ulama).
Berkata Imam At-Tirmidzy setelah menyebutkan hadits Abu
Hurairah : "Sebagian ahli ilmu menafsirkannya, mereka berkata : "Dua
penjualan dalam satu transaksi adalah (seseorang) berkata : "Saya
menjual kepadamu baju ini dengan kontan (senilai) sepuluh dan dengan
berangsur (senilai) dua puluh" dan ia tidak berpisah (baca : tidak
bersepakat) dengannya pada salah satu harga. Kalau ia berpisah
dengannya diatas salah satunya maka itu tidak apa-apa apabila akad
berada diatas salah satu dari keduanya. Berkata Imam Asy-
Syafi'iy : "Dan dari makna larangan Nabi shollallahu `alahi wa `ala
alihi wa sallam dari dua penjualan dalam satu transaksi, seseorang
berkata : "Saya menjual rumahku kepadamu dengan (syarat) kamu menjual
budakmu kepadaku dengan (harga) begini, kalau budakmu telah wajib
untukku maka aku wajibkan rumahku untukmu" dan ini berpisah (baca :
bersepakat) dengan penjualan tanpa harga yang pasti dan setiap dari
keduanya tidak mengetahui bagaimana bentuk transaksinya terjadi".".
Tersimpul dari uraian At-Tirmidzy diatas bahwa pada makna dua
penjualan dalam satu transaksi ada dua penafsiran :
1. Penjualan barang dengan harga kredit dan kontan kemudian
penjual dan pembeli berpisah tanpa menentukan salah satu dari dua
harga. Ini penafsiran yang paling banyak disebut.
2. Penjualan barang dengan mengharuskan pembeli untuk menjual
suatu barangnya kepada penjual dengan harga yang ia inginkan tanpa
mengetahui berapa harga barang itu sebenarnya.
Dan dua penafsiran diatas yang disebut dalam buku-buku fiqh dalam
empat madzhab dan lain-lainnya. Dan dua perkara diatas yang tercakup
dalam larang yang tertera dalam hadits.
- Pengarang kitab Hukmu Bai'ut Taqsith fisy Syari'ati wal Qonun
ketika menguraikan Illat (sebab, alasan) pelarangan dua penjualan
dalam satu transaksi dari ucapan-ucapan para Ahli hadits dan Ahli
fiqh dari kalangan fiqh empat madzhab dan selainnya serta keterangan-
keterangan dari kalangan shahabat, tabi'in dan sebagian ulama zaman
ini, beliau menyimpulkan bahwa Illat pelarangan itu tidaklah keluar
dari sebab ketidak jelasan harga atau karena bisa mengantar kepada
riba menurut orang-orang Malikiyah. Dan Illat ini tidaklah terdapat
pada jual beli secara taqsith yang diperbolehkan oleh Jumhur ulama.
Dua : Hadits `Abdullah bin `Amr bin `Ash radhiyallahu `anhuma,
Rasulullah shollallahu `alahi wa `ala alihi wa sallam bersabda :
áóÇ íóÍöáøõ ÓóáóÝñ æóÈóíúÚñ æóáóÇ ÔóÑúØóÇäö Ýöíú ÈóíúÚò
"Tidaklah halal pinjaman bersamaan dengan jual beli dan tidak (pula)
dua syarat dalam satu transaksi". (Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany
dalam Al-Irwa` no. 1305-1306)
Sisi pendalilan : Konteks "Dan tidak (pula) dua syarat dalam satu
transaksi" ditafsirkan oleh Al-Khaththoby dengan perkataan
seseorang : "Saya jual pakaian ini ini secara kontan dengan satu
dinar dan secara kredit dengan dua dinar".
Jawabannya dari dua sisi :
1. Telah berlalu penegasan Al-Khaththoby bahwa hal tersebut
terlarang bila transaksi terjadi tanpa menentukan salah satu dari dua
harga.
2. Ibnul Qayyim dalam Tahdzib As-Sunan menafsirkan Konteks
larangan "Dan tidak (pula) dua syarat dalam satu transaksi" bahwa itu
pada jual beli dengan cara `Inah.
Maka bisa disimpulkan bahwa Konteks larangan "Dan tidak (pula) dua
syarat dalam satu transaksi" apapun penafsirannya dengan dua
penafsiran diatas, tetap tidak ada kaitannya dengan hukum jual beli
secara taqsith.
Tarjih
Dari uraian diatas nampak jelas kuatnya dalil-dalil pendapat pertama
dan lemahnya dalil-dalil pendapat kedua sehingga memberikan
kesimpulan pasti tentang bolehnya jual beli secara Taqsith. Dan hati
semakin kokoh berpijak diatas pendapat bolehnya jual beli secara
Taqsith karena itu merupakan pendapat kebanyakan ulama bahkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -dan disetujui oleh Syaikh `Abdul `Aziz
bin Baz dan Syaikh Ibnu `Utsaimin rahimahullah- telah menukil
kesepakatan ulama tentang bolehnya. Wallahu A'lam.
Bentuk-bentuk Jual Beli Secara Taqsith
Satu : Sistem kontan dan kredit.
Contoh : seorang penjual berkata : "Saya jual mobil ini seharga 100
juta secara kontan dan seharga 150 juta secara kredit".
Dua : Sistem kredit pilihan dengan jangka waktu.
Contoh : seorang penjual berkata : "Saya jual mobil ini secara
kredit, kalau satu tahun harganya 150 juta, kalau dua tahun harga 175
juta dan kalau tiga tahun harganya 200 juta".
Tiga : Sistim kontan dan kredit dengan pilihan jangka waktu.
Contoh : seorang penjual berkata : "Saya jual mobil ini 100 juta
secara kontan dan kalau secara kredit satu tahunnya seharga 150 juta,
kalau dua tahun seharga 175 juta dan kalau tiga tahun seharga 200
juta".
Tiga bentuk ini termasuk dalam kategori jual beli secara taqsith yang
dibolehkan dalam syari'at Islam dan tentunya akad transaksi terhitung
sah apabila terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli pada salah
satu harga dan jangka waktu yang tertera dalam akad sebagaimana yang
telah diterangkan. Pada contoh pertama –misalnya- harus ada
kesepakatan apakah ia mengambil dengan harga kontan 100 juta atau
mengambil secara kredit 150 juta. Demikian pula pada contoh kedua si
pembeli harus memilih salah satu dari pilihan yang ada, apakah ia
mengambil mobil itu secara kredit selama satu tahun, dua tahun atau
tiga tahun dengan ketentuan harganya masing-masing, dan demikian
seterusnya.
Beberapa Hukum Dan Etika Seputar Jual Beli Secara Taqsith
- Tidak diragukan bahwa jual beli secara taqsith adalah
mustahab (sunnah,dianjurkan) bila dilakukan dengan maksud memudahkan
pembeli sesuai dengan apa yang mencocoki keadaannya. Rasulullah
shollallahu `alahi wa `ala alihi wa sallam bersabda :
ÑóÍöãó Çááåõ ÚóÈúÏðÇ ÓóãúÍðÇ ÅöÐóÇ ÈóÇÚó , ÓóãúÍðÇ ÅöÐóÇ ÇÔúÊóÑóì , ÓóãúÍðÇ
ÅöÐóÇ ÇÞúÊóÖóì
"Allah merahmati seorang hamba yang samhan (pemurah hati,toleran)
bila membeli, samhan bila menjual (dan) samhan bila memberi
keputusan".( HR. AL-Bukhary)
- Transaksi jual beli secara taqsith yang dibolehkan tentunya
bukan pada barang rabawy yang memiliki `illat yang sama. Sebab
sebagaimana telah dijelaskan dalam volume yang telah lalu bahwa dua
barang rabawy yang sama dalam `illatnya namun berbeda jenisnya, maka
dalam penukaran antara satu jenis dengan yang lainnya disyaratkan
harus saling pegang dan pada saat itu juga (kontan). Maka tidak
boleh –misalnya- mencicil emas dengan menggunakan mata uang, sebab
keduanya adalah barang rabawy dan memiliki `illat yang sama yaitu
muthlaquts tsamaniyah (mempunyai nilai tukar dalam transaksi jual-
beli) sehingga harus kontan tidak boleh secara kredit atau berangsur.
- Terlihat dalam praktek jual beli secara Taqsith adanya
pensyaratan dari penjual agar hak kepemilikan diserahkan kepada
pembeli saat penyerahan cicilan terakhir. Yaitu pembeli telah
mengambil barangnya namun penulisan keterangan surat atau bukti
kepemilikan bahwa barang itu adalah miliknya diserahkan saat
pelunasan cicilan terakhir. Maksud pensyaratan tersebut adalah agar
pembeli komitmen dan serius dalam menyelesaikan tunggakannya dan bila
pembeli bangkrut, barang tidak diikutkan dalam perhitungan barang
yang bankrupt sehingga merugikan penjual. Pensyaratan yang seperti
ini dinilai oleh Syaikh `Abdulllah bin `Abdurrahman bin Jibrin
mungkin untuk dibenarkan namun beliau sendiri tidak memastikan
syahnya/benarnya dan beliau khawatir hal tersebut masuk dalam
kategori penjualan dengan dua syarat yang terlarang. Disisi lain
Majlis Majma' Al-Fiqh Al-Islamy dalam keputusan no. 51 (2/6) pada
point keenam menyebutkan bahwa penjual tidak ada hak untuk menyimpan
kepemilikan barang padanya setelah terjadi transaksi.
- Adapun kalau hak kepemilikan sudah ditetapkan dan tertulis
untuk pembeli maka tidak mengapa penjual menyimpannya sebagai jaminan
agar pembeli tetap menyelesaikan tunggakannya. Demikian Fatwa Syaikh
Syaikh `Abdulllah bin `Abdurrahman Jibrin dan keputusan Majlis Majma'
Al-Fiqh Al-Islamy dalam keputusan no. 51 (2/6) pada point keenam.
- Tidak diperbolehkan penjual menetapkan denda materi terhadap
pembeli bila terjadi keterlambatan pembayaran setelah jatuh tempo,
sama sekali tidak diperbolehkan walaupun penetapan denda terjadi
sebelum akad transaksi karena hal tersebut tergolong riba jahiliyah
yang telah diuraikan dalam Dhobith keempat dalam Volume 06 yang telah
lalu. Adapun denda yang berkaitan dengan badan seperti dipenjara atau
semisalnya maka hal tersebut diperbolehkan, tentunya dengan melalui
mahkamah syari'at. Demikian kesimpulan Fatwa Syaikh Syaikh `Abdulllah
bin `Abdurrahman Jibrin dan keputusan Majlis Majma' Al-Fiqh Al-Islamy
dalam keputusan no. 51 (2/6) pada point ketiga dan keempat.
- Tidaklah pantas seorang muslim membeli dengan cara taqsith
kecuali kalau punya kemampuan untuk membayar cicilannya dan
bersungguh-sungguh untuk hal itu agar ia tidak merugikan orang lain
dan tidak pula membebani dirinya dengan sesuatu yang ia tidak mampu.
- Boleh hukumnya membeli barang secara taqsith walaupun ia
mampu membayar secara kontan. Kendati demikian kalau seseorang mampu
membayar kontan maka itu lebih baik dan lebih terpuji untuk dirinya.
- Tidak boleh seorang penjual memanfaatkan banyaknya kebutuhan
manusia untuk meninggikan harga sehingga menjadi sangat mahal.
- Muslim yang paling baik adalah orang yang menerapkan hadits
Rasulullah shollallahu `alahi wa `ala alihi wa sallam berikut ini :
Åöäøó ÎöíóÇÑó ÇáäøóÇÓö ÃóÍúÓóäõåõãú ÞóÖóÇÁð
"Sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah yang paling baiknya dalam
menunaikan". (HR. Muslim dari Abu Rafi' radhiyallahu `anhu dan
Riwayat Al-Bukhary dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu `anhu)
Baca pembahasan Jual beli secara Taqsith diatas dalam : Bai'ut
Taqsith Ahkamuhu wa Adabuhu karya Hisyam bin Muhammad Alu Burgusy,
Hukmu Bai'ut Taqsith fisy Syari'ati wal Qonun karya DR.
Muhammad `Aqlah Al-Ibrahim, Al-Mu'amalat Al-Maliyah Al-Mu'ashiroh
oleh Khalid bin 'Ali Al-Musyaiqih, AL-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-
Kuwaitiyah di huruf alif dari pembahasan (ÃóÌá), Qararat Wa Taushiyat
Majma' Al-Fiqh Al-Islamy, Syarah Kitabul Buyu' min Bulughul Maram
oleh Syaikh Sholih bin `Abdul `Aziz Alu Asy-syaikh, Syarhus Sunnah
karya Al-Baghawy 8/142-149 dan Ma'alimus Sunan karya Al-Khaththoby
bersama Tahdzibus Sunan karya Ibnul Qoyyim 5/97-109.
Jual Beli Dengan Cara Al-`Inah
Jual beli dengan cara Al-`Inah adalah seseorang menjual suatu barang
dengan harga tertentu secara kredit lalu ia kembali membelinya dari
pembeli dengan harga yang lebih sedikit secara kontan.
Hakikatnya ia tidaklah dianggap sebagai jual beli, melainkan hanya
sekedar pinjaman riba yang disamarkan dalam bentuk jual beli dan
termasuk bentuk hilah (tipu daya) orang-orang yang senang melakukan
riba.
Contoh : Ahmad menjual barang kepada Muhammad dengan harga Rp.
1.000.000,- secara kredit selama satu bulan, kemudian Ahmad atau yang
mewakilinya kembali datang kepada Muhammad membeli barang tersebut
dengan harga Rp. 800.000,- secara kontan.
Kasus ini banyak terjadi di zaman ini, seperti seseorang yang hanya
memegang uang sebesar 20 juta sedang ia mempunyai kebutuhan yang
sangat mendesak sebesar 200 juta, maka datanglah orang tersebut ke
sebuah perusahan mobil yang mempunyai bagian penjualan dan bagian
pembelian kemudian menkredit dari bagian penjualan sebuah mobil
senilai 220 juta dengan membayar panjar menggunakan uang yang dia
pegang sebanyak 20 juta. Setelah mengambil mobilnya ia datang kepada
bagian pembelian dan menjual mobil tersebut dengan 200 juta. Inilah
yang disebut dengan jual beli dengan cara Al-`Inah.
Jadi ukurannya, kapan barang tersebut jatuh kembali kepada pihak
penjual maka ia terhitung sebagai jual beli dengan cara Al-`Inah.
Demikian pula hilah (tipu daya) segitiga yang disebutkan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim dengan contoh seorang
fakir yang butuh uang lalu ia pun datang seorang seorang pedagang.
Oleh si pedagang ia diajak ke toko untuk mengambil barang apa saja
yang ia inginkan. Si fakir mengambil sebuah barang dengan harga Rp.
1.000.000,-, yang oleh si pedagang dinilai 1.200.000,-. Karena si
fakir sebenarnya hanya butuh uang maka barang tersebut kembali dijual
kepada pemilik toko dengan harga yang lebih rendah dari 1.000.000,-.
Hukumnya
Jual beli secara Al-`Inah adalah haram dan tidak diperbolehkan
menurut Jumhur ulama (kebanyakan ulama). Hal tersebut diriwayatkan
dari `Aisyah, Ibnu `Abbas, Anas bin Malik, Ibnu Sirin, Asy-Sya'by, An-
Nakh'iy dan juga merupakan pendapat Al-Auza'iy, Ats-Tsaury, Abu
Hanifah, Malik, Ahmad dan Ishaq.
Disisi lain Imam Asy-Syafi'iy dan pengikutnya membolehkan jual beli
dengan cara Al-`Inah.
Tarjih
Tidak diragukan bahwa yang benar dalam masalah ini adalah haramnya
jual beli dengan cara Al-`Inah. Adapun Imam Asy-Syafi'iy dan
pengikutnya, mereka berdalilkan dengan Hadits Abu Sa'id dan Abu
Hurairah riwayat Al-Bukhary dan Muslim :
Ãóäøó ÑóÓõæúáó Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÚóáóì Âáöåö æóÓóáøóãó ÇÓúÊóÚúãóáó
ÑóÌõáðÇ Úóáóì ÎóíúÈóÑó ÝóÌóÇÁóåõ ÈöÊóãúÑò
ÌóäöíúÈò. ÝóÞóÇáó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÚóáóì Âáöåö æóÓóáøóãó :
(( Ãóßõáøõ ÊóãúÑö ÎóíúÈóÑó åóßóÐóÇ
¿ )) ÞóÇáó : áóÇ, æóÇááåö íóÇ ÑóÓõæúáó Çááåö, ÅöäøóÇ áóäóÃúÎóÐõ ÇáÕøóÇÚó ãöäú
åóÐóÇ ÈöÇáÕøóÇÚóíúäö
æóÇáÕøóÇÚóíúäö ÈöÇáËøóáóÇËóÉö. ÝóÞóÇáó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö
æóÚóáóì Âáöåö æóÓóáøóãó : (( áóÇ
ÊóÝúÚóáú, ÈöÚú ÇáúÌóãúÚó ÈöÇáÏøóÑóÇåöãö Ëõãøó ÇÈúÊóÚú ÈöÇáÏøóÑóÇåöãö ÌóäöíúÈðÇ
)).
"Sesungguhnya Rasulullah shollallahu `alaihi wa `ala alihi wa sallam
mempekerjakan seorang di Khaibar. Maka datanglah dia kepada beliau
membawa korma Janib (korma dengan mutu sangat baik) maka Rasulullah
shollallahu `alaihi wa `ala alihi wa sallam bertanya : "Apakah semua
korma Khaibar seperti ini ? ia menjawab : "Tidak, demi Allah wahai
Rasulullah, kami mengganti satu sho' dari (korma Janib) ini dengan
dua sho' (dari korma jenis lain) dan dua sho'nya dengan tiga sho'.
Maka Rasulullah shollallahu `alaihi wa `ala alihi wa sallam
bersabda : Jangan kamu lakukan seperti itu, juallah semua dengan
dirham (mata uang perak) lalu dengan dirham itu belilah korma Janib."
Sisi pendalilannya : Sabda beliau "juallah semua dengan dirham (mata
uang perak) lalu dengan dirham itu belilah korma Janib" berlaku umum
sehingga kalau korma jelek itu dibeli oleh pemilik korma Janib lalu
dengan uang dari hasil penjualan korma jelek itu oleh pemiliknya
kembali dibelikan korma Janib, berarti uangnya kembali kepada
pemiliknya.
Dan tentunya pendalilan diatas tidaklah kuat karena tipu daya riba
nampak dengan sangat jelas pada jual beli dengan cara Al-`Inah
tersebut, apalagi telah datang hadits yang sangat tegas tentang haram
jual beli secara Al-`Inah sehingga harus dijadikan sebagai dalil
khusus yang membatasi keumuman dalil yang disebutkan oleh Imam Asy-
Syafi'iy dan pengikutnya.
Ibnul Qoyyim dalam Tahdzibus Sunan menerangkan dalil-dalil tentang
haramnya jual beli dengan cara Al-`Inah. Diantara yang beliau
sebutkan adalah hadits Ibnu `Umar radhiyallahu `anhuma, Rasulullah
shollallahu `alahi wa `ala alihi wa sallam :
ÅöÐóÇ ÊóÈóÇíóÚúÊõãú ÈöÇáúÚöíúäóÉö æóÃóÎóÐúÊõãú ÃóÐúäóÇÈó ÇáúÈóÞóÑö æóÑóÖöíúÊõãú
ÈöÇáÒøóÑúÚö æóÊóÑóßúÊõãõ ÇáúÌöåóÇÏó
ÓóáøóØó Çááåõ Úóáóíúßõãú ÐõáÇøð áÇó íóäúÒöÚõåõ ÍóÊøóì ÊóÑúÌöÚõæúÇ Åöáóì
Ïöíúäößõãú
"Apabila kalian telah berjual beli dengan cara Al-`Inah dan kalian
telah ridho dengan perkebunan dan kalian telah mengambil ekor-ekor
sapi dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada
kalian suatu kehinaan yang (Allah) tidak akan mencabutnya sampai
kalian kembali kepada agama kalian". (HR. Abu Daud dan lain-lainnya
dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah No. 11).
Hadits diatas adalah ancaman yang sangat keras dan peringatan yang
sangat tegas berupa kehinaan bagi orang yang melakukan pelanggaran
yang tersebut dalam hadits yang diantaranya adalah jual beli dengan
cara Al-`Inah. Bahkan seakan-akan pelakunya sama kedudukannya dengan
orang yang keluar dari agama sehingga diakhir hadits dikatakan "maka
Allah akan menimpakan kepada kalian suatu kehinaan yang (Allah) tidak
akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada agama kalian". Semua
ini menunjukkan haramnya jual beli dengan cara Al-`Inah. Demikian
keterangan Ash-Shon'any dan Asy-Syaukany.
Baca : Al-Ifshoh 5/247-248, Al-Inshof 4/335, Al-Fatawa 29/446,
Tahdzibus Sunan 5/99-109, Subulus Salam 3/75-77, Nailul Author 5/218-
221, Taudhihul Ahkam 4/412-413 (Cet. Kelima), Al-Syarah Al-Mumti'
8/223-230, Al-Mudayanah keduanya karya Syaikh Ibnu `Utsaimin, Al-Farq
Bainal Bai'i war Riba fii Asy-Syari'atul Islamiyah karya Syaikh
Sholih bin `Abdullah Al-Fauzan, AL-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-
Kuwaitiyah.
Masalah At-Tawarruq
At-Tawarruq adalah jika seseorang membeli barang dari seorang penjual
dengan harga kredit lalu ia menjual barang tersebut secara kontan
kepada pihak ketiga selain dari penjual.
Dinamakan dengan nama At-Tawarruq dari kalimat waraqoh yaitu lembaran
uang, sebab pembeli yang merupakan pihak pertama sebenarnya tidak
menginginkan barang tapi yang ia inginkan hanyalah mendapatkan uang
sehingga ia bisa lebih leluasa menggunakannya.
Contoh : Sesorang memiliki uang sebesar 1.000.000,- sedangkan ia
butuh uang 10.000.000,- , maka ia pun mencicil motor senilai
11.000.000,- dengan panjar 1.000.000,- tersebut. Setelah motor ia
pegang, ia menjualnya kepada pihak ketiga selain penjual dengan harga
10.000.000,- .
Jadi letak perbedaannya dengan jual beli dengan cara Al-`Inah hanya
pada tempat penjualan kembali. Kalau jual beli dengan cara Al-`Inah
penjualannya kembali kepada pihak penjual sedangkan At-Tawarruq
penjualannya kepada pihak ketiga selain dari pihak penjual.
Hukumnya
Ada dua pendapat dikalangan para ulama tentang hukum At-Tawarruq ini :
1. Hukumnya adalah boleh. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama
dan pendapat Iyas bin Mu'awiyah serta salah satu riwayat dari Imam
Ahmad. Dan ini yang dikuatkan oleh Syaikh `Abdurrahman bin Nashir As-
Sa'dy , Syaikh `Abdul `Aziz bin Baz , Syaikh Sholih Al-`Utsaimin ,
Syaikh Sholih Al-Fauzan dan keputusan Majlis Majma' Al-Fiqh Al-
Islamy .
2. Hukumnya adalah haram. Ini adalah riwayat kedua dari Imam
Ahmad dan pendapat `Umar bin `Abdul `Aziz serta dikuatkan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan fatwa Al-Lajnah Ad-
Da`imah Saudi Arabia .
Tarjih
Insya Allah yang kuat dalam masalah ini adalah pendapat pertama. Hal
ini berdasarkan kaidah umum bahwa asal dalam jual beli adalah halal
dan tercakup dalam firman Allah `Azza wa Jalla :
æóÃóÍóáøó Çááøóåõ ÇáúÈóíúÚó
"Dan Allah telah menghalalkan jual beli". (QS. Al-Baqorah : 275)
Dan dalam masalah At-Tawarruq ini tidak nampak bentuk riba baik
secara maksud maupun bentuk, sementara manusia membutuhkan mu'amalah
yang seperti ini dalam melunasi hutang, nikah dan lain-lainnya. Namun
Syaikh Ibnu `Utsaimin mensyaratkan bolehnya dengan beberapa
ketentuan :
1. Ia butuh untuk melakukan transaksi tersebut dengan kebutuhan
yang jelas.
2. Sulit baginya mendapatkan keperluannya dengan jalan Al-Qardh
(pinjaman), As-Salam maupun yang lainnya.
3. Hendaknya barang yang akan ditransaksikan telah dipegang dan
dikuasai oleh penjual.
Wallahu Ta'ala A'lam.
Baca : Al-Fatawa 29/30, 302, 303, 434, 442, 446, Tahdzibus Sunan
5/108, Asy-Syarah Al-Mumti' 8/231-233, Al-Mudayanah, Al-Jami' lil
Ikhtiyaratil Fiqhiyyah 2/1035-1036, Taudhihul Ahkam 4/398-400 (Cet.
Kelima) dan Al-Farq Bainal Bai'i war Riba fii Asy-Syari'atul
Islamiyah karya Syaikh Sholih bin `Abdullah Al-Fauzan.
Bai'ul Murabah Lil Amiri Bisy Syira` (Jual Beli Keuntungan bagi yang
Meminta Pembelian)
Jual beli keuntungan bagi yang meminta pembelian adalah bila
seseorang (disebut pihak pertama) yang tidak memiliki uang tunai
untuk membeli suatu barang maka ia pun datang kepada seorang pedagang
atau pihak tertentu (disebut pihak kedua) yang mampu membelikan dan
membayarkan untuknya barang tersebut secara tunai dari seorang
penjual (disebut pihak ketiga) lalu pihak pertama membayar kepada
pihak kedua secara kredit.
Hukumnya
Kebanyakan ulama di zaman ini berpendapat bahwa jual beli keuntungan
bagi yang meminta pembelian adalah boleh dengan ketentuan tidak
disertai keharusan dari pihak kedua atas pihak pertama untuk membeli
barang tersebut. Apabila ada keharusan maka hal tersebut masuk ke
dalam kategori menjual sesuatu yang belum ia miliki dan ini adalah
terlarang berdasarkan hadits Hakim bin Hizam secara marfu' :
áÇó ÊóÈöÚú ãóÇ áóíúÓó ÚöäúÏóßó
"Jangan kamu jual apa yang tidak ada disisimu (padamu)".(HR. Ahmad,
Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasa`i, Ibnu Majah dan lain-lainnya dan
dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Al-Irwa` 5/132/1292)
Maksudnya : Jangan kamu menjual apa yang bukan milikmu, belum kamu
pegang atau di luar kemampuanmu.
Syaikh `Abdul `Aziz bin Baz pada tanggal 16/6/1402 H bertepatan
10/4/1982 ditanya dengan nash berikut :
"Apabila seorang nasabah Bank Islamy berhasrat untuk membeli barang
seharga 1.000 Riyal Saudi lalu ia memperlihatkan dan mensifatkannya
(barang tersebut) kepadanya (bank tersebut,-pent. ) dan berjanji untuk
membelinya darinya secara keuntungan dengan kredit selama satu tahun
dengan keuntungan sekadar 100 Riyal Saudi sehingga menjadilah total
harganya 1.100 Riyal Saudi. Hal tersebut setelah Bank membelinya
(barang tersebut) dari pemiliknya tanpa ada keharusan pada nasabah
untuk menunaikan janjinya tersebut maupun tertulis. Bagaimana
pendapat anda tentang mu'amalah ini ?"
Maka beliau menjawab : "Kalau kenyataannya seperti yang disebut dalam
pertanyaan maka tidak haraj (dosa, ganjalan) dalam mu'amalah tersebut
apabila barang telah tetap dalam kepemilikan Bank Islamy dan ia telah
mengambilnya dari kepemilikan penjual (hal ini,-pent) berdasarkan
dalil-dalil syari'at. Mudah-mudahan Allah memberi Taufiq kepada
semuanya" .
Dan Syaikh Sholih Al-Fauzan ditanya dengan pertanyaan berikut :
"Seseorang datang kepadaku dan ia berkata saya butuh sejumlah uang
dan ia meminta kepadaku agar saya pergi bersamanya kesuatu tempat
supaya saya membelikan untuknya mobil kemudian ia akan menjualnya dan
mengambil harganya dengan (ketentuan) ia akan melunasinya kepadaku
dengan taqsith (cicilan) bulanan. Saya tidak punya tempat penjualan
mobil tapi siapa yang datang kepadaku menginginkan uang untuk ia
pakai nikah atau membangun rumah maka saya pun pergi bersamanya ke
suatu tempat penjualan mobil dan saya belikan untuknya mobil dengan
harga 40 ribu Riyal –misalnya- dan ia menjualnya dengan (harga) 38
ribu Riyal dan saya mencatat (kewajiban) atasnya senilai 55 ribu
riyal atau 60 ribu riyal dengan (ketentuan) ia membayarnya dalam
bentuk taqsith bulanan ?".
Maka beliau menjawab : "Hukum pada seperti mu'amalah ini adalah
apabila tidak terdapat dari engkau akad bersamanya sebelum pembelian
mobil bahkan terdapat janji (saja) -misalnya- atau terdapat saling
paham dan belum ada akad kemudian engkau pergi dan membeli mobil lalu
engkau jual kepadanya setelah engkau beli dan engkau pegang maka
tidak haraj (dosa, ganjalan) pada hal itu adapun kalau penjualanmu
kepadanya sudah terjadi sebelum engkau membeli mobil lalu engkau
pergi dan membeli mobil itu maka ini tidaklah boleh berdasarkan sabda
beliau shollallahu `alahi wa sallam kepada Hakim bin Hizam "Jangan
kamu jual apa yang tidak ada disisimu (padamu)"……."
Dan dalam keputusan Majlis Majma' Al-Fiqh Al-Islamy no. 40, 41 point
pertama disebutkan bahwa : "Sesungguhnya jual beli keuntungan bagi
yang meminta pembelian apabila terjadi pada barang setelah masuk
kedalam kekuasaan orang yang dimintai (pihak kedua,-pent. ) dan
setelah terdapat kepemilikan yang diinginkan secara syari'at maka ia
adalah jual beli yang boleh sepanjang terbebankan atas orang yang
dimintai (pihak kedua) tanggung jawab kerusakan sebelum penyerahan
dan rentetan pengembalian karena aib yang tersembunyi dan semisalnya
dari hal-hal yang mengharuskan pengembalian setelah penyerahan dan
telah terpenuhi syarat-syarat jual beli dan telah tiada penghalang-
penghalangnya" .
Di pihak lain, Syaikh Ibnu `Utsaimin rahimahullah berpendapat tentang
haramnya jual beli keuntungan bagi peminta transaksi. Dalam kitab Asy-
Syarh Al-Mumti' 8/224, beliau menyatakan : "Dan dari masalah-masalah
(baca : bentuk-bentuk) Al-`Inah atau dari hilah (tipu daya) untuk
riba adalah apa yang dilakukan oleh sebagian manusia pada hari ini,
(yaitu) tatkala ia butuh mobil kemudian ia pergi kepada seorang
pedagang dan berkata saya butuh mobil begini di tempat penjualan
mobil begini maka pergilah si pedagang lalu membeli mobil dari tempat
penjualan mobil itu dengan suatu harga kemudian ia menjualnya dengan
yang lebih banyak dari harganya kepada orang yang butuh mobil sampai
ke suatu waktu (secara kredit,-pent. ) maka ini adalah hilah yang
sangat jelas untuk melakukan riba…". Dan semisal dengan itu
keterangan beliau dalam ketika menjawab pertanyaan no. 501 dalam
silsilah Liqo`ul Maftuh.
Tarjih Dan Kesimpulan
Sebenarnya penamaan masalah ini dengan nama jual beli keuntungan bagi
yang meminta pembelian adalah penamaan yang baru muncul pada abad
belakangan ini, namun hakikatnya sudah terbahas di kalangan para Imam
fiqih terdahulu. Karena itu sebahagian penulis dalam masalah ini
menukil bolehnya jual beli keuntungan bagi yang meminta pembelian
sebagai pendapat dari madzhab Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi'iyah.
Karena itu pembolehan jual beli keuntungan bagi yang meminta
pembelian adalah yang paling kuat dalam masalah ini tapi dengan
beberapa ketentuan yang bisa disimpulkan berdasarkan pembahasan
diatas; yaitu :
1. Tidak ada keharusan bagi pihak pertama kepada pihak kedua
untuk membeli barang tersebut darinya (pihak kedua).
2. Tanggung jawab rusaknya barang atau mengembalikannya bila ada
kekurangan atau cacat ditanggung oleh pihak kedua.
3. Akad transaksi bersama pihak pertama bila barang telah
dimiliki dan dipegang oleh pihak kedua.
Baca : Taudhihul Ahkam 4/377-378, Al-Mu'amalat Al-Maliyah Al-
Mu'ashiroh oleh Khalid bin `Ali Al-Musyaiqih, Buhuts Li Ba'dh An-
Nawazil Al-Fiqhiyah Al-Mu'ashiroh dan Bai'ul Murabah Lil Amiri Bisy
Syira` karya DR. Hisamuddin `Ifanah.
Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (Penyewaan Yang Berakhir Dengan
Kepemilikan)
Transaksi ini untuk awal kalinya terjadi pada tahun 1847 di Ingris.
Mula-mula hanya dilakukan perindividu kemudian menjadi transaksi yang
dipakai oleh banyak perusahan sehingga mulailah transaksi ini
tersebar ke negara-negara lain. Pada tahun 1953 M mulai masuk ke
amerika serikat dan tahun 1962 M masuk ke Prancis dan pada tahun 1397
H mulai masuk ke negara-negara Islam.
Istilah Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik adalah istilah yang baru dan
tidak dikenal dalam buku-buku fiqh sebelumnya. Namun penjelasan dan
hukum untuk setiap masalah pasti ada tuntunannya dalam syari'at Islam.
Berhubung karena pembahasan masalah ini membutuhkan uraian yang
panjang dan mendetail maka kami akan berusaha menyebutkan kesimpulan-
kesimpulan hukum bagi setiap bentuk dari Al-Ijar Al-Muntahi Bit
Tamlik (penyewaan yang berakhir dengan kepemilikan) .
Definisi
Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (penyewaan yang berakhir dengan
kepemilikan) adalah pemilikan manfaat dari suatu barang tertentu
dalam jangka waktu tertentu yang berakhir dengan kepemilikan barang
tersebut dengan sifat khusus dengan harga tertentu.
Contoh : Seseorang datang kepada seorang pedagang dan berkata : "Saya
akan membeli darimu mobil dengan harga 100.000.000, - ini secara
angsuran bulanan". Maka si pedagang berkata : "Tidak apa-apa, tapi
untuk menjaga hakku maka akad antara kita berdua adalah dengan bentuk
penyewaan sebanyak 2.500.000,- perbulan selama 40 bulan, bila engkau
telah menyerahkan sewaan terakhir maka mobil akan menjadi milikmu dan
bila engkau berhenti maka mobil akan kembali kepada kami dan apa yang
engkau bayar sebelumnya adalah terhitung upah sewaan".
Hukumnya
Berikut ini, kami sarikan tentang hukum Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik
(penyewaan yang berakhir dengan kepemilikan) dari keputusan Majlis
Majma' Al-Fiqh Al-Islamy dalam point-point berikut ini :
Satu : Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (penyewaan yang berakhir dengan
kepemilikan) mempunyai beberapa bentuk ; ada yang diperbolehkan dan
ada yang tidak diperbolehkan dalam syari'at Islam.
Dua : Ketentuan Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (penyewaan yang
berakhir dengan kepemilikan) yang tidak diperbolehkan adalah bila
terjadi dua akad sekaligus dalam satu waktu terhadap suatu barang .
Dan bentuk-bentuk yang tidak diperbolehkan adalah sebagai berikut :
-Akad penyewaan berakhir dengan pemilikan barang yang disewa -
sebagai ganti dari apa yang dibayar oleh penyewa selama selang waktu
penyewaan- tanpa ada pembaharuan pegesahan akad, yaitu setelah
berakhirnya waktu pembayaran secara otomatis penyewaan berubah
menjadi pembelian/pemilikan .
Contoh : seperti contoh diatas, bila penyerahan sewaan pada bulan
yang terakhir yaitu bulan ke 40, mobil langsung berubah menjadi milik
penyewa tanpa pembaharuan akad menjadi akad jual beli maka ini adalah
bentuk yang terlarang.
- Penyewaan barang kepada seseorang dengan upah sewa tertentu
selama waktu tertentu disertai dengan akad penjualan kepadanya bila
telah melunasi seluruh upah sewaan yang telah disepakati diselang
waktu yang telah ditentukan atau disandarkan pada waktu yang akan
datang.
Contoh : Penjual berkata kepada pembeli : "Mobil ini saya sewakan
dengan harga 2.500.000,- perbulan, bila engkau telah menyewa selama
40 bulan maka mobil ini telah engkau beli".
- Akad penyewaan sebenarnya dan digandengkan dengannya
penjualan dengan pemilihan syarat yang sesuai dengan maslahat si
pemberi sewaan dan dikreditkan samapai waktu tertentu yang panjang
dan itulah akhir waktu penyewaan.
Tiga : Ketentuan Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (penyewaan yang
berakhir dengan kepemilikan) yang diperbolehkan adalah dengan dua
perkara
1. Adanya dua akad yang saling berpisah satu sama lain pada
suatu waktu yaitu adanya pembaharuan pengesahan akad menjadi akad
jual beli setelah akad penyewaan atau ada janji pemilikan pada akhir
waktu penyewaan dengan adanya kesempatan memilih yang sebanding
dengan janji dalam hukum-hukum syari'at.
2. Hendaknya penyewaan betul-betul terjadi bukan hanya sekedar
tirai penjual saja.
Dan bentuk-bentuk yang diperbolehkan itu adalah sebagai berikut :
- Akad penyewaan yang memungkinkan bagi penyewa untuk mengambil
manfaat dari barang sewaan tersebut sebagai balasan dari upah sewaan
yang ia serahkan pada waktu yang telah tertentu dan setelah itu
pemilik sewaan memberikan akad hibah terhadap barang tersebut.
Contoh : Perusahaan alat tenaga listrik yang menyewakan alatnya
selama 10 tahun dengan harga sewa yang telah disepakati, dan pemilik
alat menjanjikan bila sewaan selesai maka alat tersebut diberikan
kepada penyewa.
- Akad penyewaan, namun pemilik barang setelah selesainya
seluruh angsuran sewaan dalam selang waktu tertentu memberikan
pilihan kepada penyewa dengan beberapa pilihan :
1. Memperpanjang masa sewaan.
2. Memutuskan akad sewa dan mengembalikan barang sewaan kepada
pemiliknya
3. Membeli barang sewaan tersebut dengan harga pasaran.
- Akad penyewaan yang memungkinkan bagi penyewa untuk mengambil
manfaat dari barang sewaan tersebut sebagai balasan dari upah sewaan
yang ia serahkan pada waktu yang telah tertentu dan pemilik sewaan
memberikan janji akan menjual barang sewaan tersebut kepada penyewa
setelah menyelesaikan seluruh angsuran sewaan dengan harga yang
disepakati oleh kedua belah pihak.
- Akad penyewaan yang memungkinkan bagi penyewa untuk mengambil
manfaat dari barang sewaan tersebut sebagai balasan dari upah sewaan
yang ia serahkan pada waktu yang telah tertentu dan pemilik sewaan
memberikan hak pilih bagi penyewa untuk memiliki barang sewaan pada
waktu kapan saja yang ia ingin dengan akad baru antara kedua belah
pihak sesuai dengan harga di pasaran.
Empat : Dhoman (Tanggung jawab, jaminan) barang sewaan bila terjadi
kerusakan adalah atas pemiliknya bukan atas penyewa kecuali kalau
berasal dari ketelodoran dan pelampauan batas dari pihak penyewa.
Lima : Kalau memang ada asuransi pada barang sewaan maka hendaknya
dalam bentuk asuransi tolong menolong bukan asuransi perdagangan dan
yang menanggungnya adalah pemilik sewaan bukan penyewa.
Enam : Hendaknya pada Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (sewaan yang
berakhir dengan kepemilikan) diberlakukan hukum-hukum sewa sepanjang
masa sewaan dan diberlakukan hukum-hukum jual beli ketika barang
sewaan telah menjadi miliknya.
Tujuh : Biaya perawatan selain dari biaya pengaktifan (seperti solar,
bensin, oli dan lain-lain) selama dalam sewaan adalah ditanggung oleh
pemilik sewaan bukan oleh penyewa.
Baca : Taudhihul Ahkam 5/64-67 (cet. Kelima), Qararat Wa Taushiyat
Majma' Al-Fiqh Al-Islamy dan Al-Mu'amalat Al-Maliyah Al-Mu'ashiroh
oleh Khalid bin `Ali Al-Musyaiqih
Sumber: Jual Beli secara Kredit. Al Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi. URL Sumber: http://groups. yahoo.com/ group/nashihah/ message/41
Rabu, 17 Desember 2008
Lowongan Jabatan di Islamic Bank
1. Diinformasikan mengenai adanya lowongan jabatan Investment Officer, Operations Evaluation Officer dan Young Professional Program pada Islamic Development Bank (IDB) di Jeddah, Saudi Arabia.
2. Kandidat untuk posisi Investment Officer diutamakan memiliki gelar pasca sarjana di bidang Business Administration atau Finance dengan pengalaman minimal 5-7 tahun di bidang marketable securities/fixed income investment/portfoli o management and financial analysis. Kandidat diharapkan menguasai MS Office, Windows dan aplikasi Business lainnya serta menguasai bahasa Inggris.
3. Untuk persyaratan dan keterangan lebih lanjut mengenai lowongan posisi ini dapat dilihat di http://www.isdb. jobs/careers/ isdb/Home. aspx. Batas waktu pendaftaran lowongan ini adalah tanggal 31 Desember 2008 dengan aplikasi dapat dilakukan secara on-line di
http://www.isdb. jobs/careers/ isdb/VacancyDeta il.aspx/PageID= 2513&VacanyID=14099
4. Kandidat untuk posisi Operations Evaluation Officer harus memiliki pendidikan tingkat sarjana di bidang Engineering, Applied Economics, atau Business dengan pengalaman minimum selama 10 tahun sebagai project evaluation officer atau economist atau posisi yang serupa. Kandidat diharapkan memiliki kemampuan evaluation issues and methodology, data collection dan analysis dan menguasai dua bahasa asing (Arab, Inggris atau Perancis).
5. Untuk persyaratan dan keterangan lebih lanjut dapat dilihat di http://www.isdp. jobs/careers/ isdb/Home. aspx . Batas waktu pendaftaran adalah tanggal 31 Desember 2008 dengan aplikasi dapat dilakukan secara on-line di
http://www.isdb. jobs/careers/ isdb/VacancyDeta il.aspx?PageID= 2513&VacancyID=12943
6. Kandidat untuk posisi Young Professionals Program harus memiliki gelar akademik tingkat pasca sarjana (Master atau Doctoral) di bidang Finance, Law, Economics, Business Administration, Accounting dsb. Kandidat diharapkan berusia di bawah 30 tahun, menguasai dua bahasa asing (Arab, Inggris atau Perancis), menguasai komputer dan memiliki kemampuan analisis, komunikasi dan kepemimpinan.
7. Untuk persyaratan dan keterangan lebih lanjut untuk posisi ini dapat dilihat di http://www.isdp. jobs/careers/ isdb/Home. aspx. Batas waktu pendaftaran adalah tanggal 31 Januari 2009 dengan aplikasi dapat dilakukan secara on-line di alamat http://www.isdb. jobs/careers/ isdb/VacancyDeta il.aspx?PageID= 2513&VacancyID=12949
(Sumber : Set Ditjen Multilateral)
http://findjobb.blogspot.com
Kamis, 04 Desember 2008
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Oleh: Jaharuddin (Mahasiswa IEF Trisakti)
Bagian 2
Email:jaharuddin@gmail.com
BAB III. PEMBAHASAN
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan perbankan syariah di Indonesia
a. Efisiensi
Efisiensi bank syariah lebih baik daripada bank konvensional dan efisiensi bank umum syariah lebih baik bila dibanding unit usaha bank syariah. Penelitian yang dilakukan Heralina Aida dari tahun 2001 – 2004 tentang perbandingan efisiensi bank syariah dan bank konvensional pada tahun 2004, mendapatkan kesimpulan bahwa: (1). Efisiensi perbankan syariah di Indonesia dapat dihitung dengan mengunakan Stochastic Frontier Aproach (SFA) dan Distribution Free Aproach (DFA). Pada penelitian ini, skor efisiensi rata-rata bank syariah berkisar antara 57%-94% menurut SFA, sedangkan menurut DFA berkisar antara 51%-93%. Skor tertinggi dicapai pada tahun 2001, sedangkan skor terendah terjadi pada tahun 2002 ketika unit-unit usaha syariah banyak dibuka. Setelah tahun 2002, skor rata-rata meningkat, mencapai kisaran 70%-80% pada tahun 2000-2004.(2). Rata-rata efisiensi bank syariah yang berbentuk bank umum syariah lebih baik dari pada bank syariah yang berbentuk unit usaha syariah. Sehingga dapat dikatakan bahwa bank umum syariah lebih efisien daripada unit usaha syariah. (3). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa scope ekonomi dan skala ekonomi berpengaruh terhadap peningkatan efisiensi. (4). Dari hasil perbandingan dengan bank konvensional, tidak terlihat perbedaan secara signifikan antara rata-rata efisiensi bank syariah dengan bank konvensional yang menjadi referensi.
Dari penelitian ini dapat diambil pelajaran bahwa tumbuh suburnya unit-unit syariah belakangan ini harus diikuti dengan program penjagaan yang ketat agar bank-bank tersebut bisa tetap efisien. Penelitian ini mengambarkan bahwa semakin banyak jaringan dan unit usaha syariah semakin rentan terhadap penambahan cost yang tidak terkendali.
b. Pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang perbankan syariah dan bunga
Penelitian yang dilakukan Amat Yunus tentang faktor-faktor yang mempengaruhi minat masyarakat untuk mengunakan jasa perbankan syariah (studi kasus pada masyarakat Kota Bekasi), pada tahun 2004 mendapatkan kesimpulan bahwa : (1). Faktor pendidikan masyarakat memiliki pengaruh signifikan terhadap minat mengunakan bank syariah. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar kemungkinannya untuk mengunakan bank syariah. Sebaliknya semakin rendah pendidikan seseorang semakin kecil kemungkinannya untuk mengunakan bank syariah. (2). Faktor pengetahuan masyarakat tentang perbankan syariah memiliki pengaruh signifikan dalam menentukan minat masyarakat untuk mengunakan bank syariah. Berdasarkan penelitian ini, secara statistik semakin masyarakat mengetahui tentang bank syariah , semakin besar kemungkinan untuk mengunakannya, sebaliknya semakin kurang pengetahuan masyarakat terhadap perbankan syariah, semakin kecil kemungkinan untuk mengunakan bank syariah.
Kemudian Penelitian Guntur S. Mahardika membuktikan bahwa bank syariah lebih disukai oleh masyarakat berpendidikan tinggi (sarjana) dan berpenghasilan menenggah. Ini mengambarkan fenomena masyarakat perkotaan dengan tingkat pendidikan dan pendapatannya tersebut sering mendapatkan informasi mengenai bank syariah.
Dari point ini dapat diambil pelajaran bahwa ada korelasi positif antara tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat dengan keputusan masyarakat untuk menjadi nasabah perbankan syariah, atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat semakin tinggi peluang perbankan syariah berkembang dengan maksimal. Meihat kondisi ini maka perbankan syariah harus peduli dan bergandengan tanggan dengan semua pihak yang peduli dan benar-benar serius dalam pengembangan tingkat pendidikan masyarakat. Perbankan syariah harus berinisiatif untuk mengeluarkan program-program kreatif yang pada akhirnya akan membantu masyarakat untuk meningkatkan pendidikannya, misalnya mempermudah pemberian pinjaman pendidikan, bekerjasama dengan asuransi untuk memberikan fasilitas assuransi pendidikan jika menjadi nasabah perbankan syariah dengan kriteria tertentu, bisa juga dalam bentuk perbankan syariah memberikan paket-paket beasiswa kepada masyarakat, termasuk pemberian beasiswa kepada karyawan perbankan syariah untuk melanjutkan studi, sehingga bisa menjadi ahli di bidangnya, dan banyak lagi program-program peningkatan pendidikan masyarakat. Dengan demikian perbankan syariah anti terhadap kemiskinan dan kebodohan, karena hal ini memang sesuai dengan maqasid syariah Islam hal itu ternyata juga akan menyebabkan tidak berkembangnya perbankan syariah di Indonesia.
c. Regulasi
Undang-undang perbankan syariah akan menjadi payung hukum bagi perbankan syariah di Indonesia. Menurut Adiwarman A Karim, Salah satu yang menjadi kendala atau menghambat pertumbuhan perbankan syariah adalah ketidak tahuan bank syariah, atau ketidakmampuan masyarakat untuk menyalurkan likuiditasnya. Sehingga bank syariah lebih memilih untuk bersikap ”sudahlah, ngak usah ekspansi cepat-cepat, karena kalau nanti ekspansi cepat-cepat, bila dana pihak ketiga masuk, nanti bagaimana? Ngak bisa nyalurin, kan?. Nah, kekhawatiran di atas itu sekarang setelah disahkannya UU Perbankan syariah, Juni 2008 sudah hilang, karena ada dua instrumen investasi, yaitu SBI syariah dan SBSN. Sehingga bank syariah sekarang, boleh dibilang tidak mengalami kelangkaan instrumen investasi. Kalaupun masih ada kelangkaan, adalah kelangkaan instrument likuiditas. Itu yang belum diselesaikan PR-nya. Instrumen likuiditas sekarang belum ada, karena SWBI dihilangkan, dari yang tadinya ada .
Alhamdulillah Indonesia telh mempunya Undang-unang perbankan syariah No. 21 tahun 2008 dengan diberlakukannya UU tersebut industri perbankan syariah diperkirakan akan berkembang lebih cepat, tidak hanya menyangkut produk dan jasa yang ditransaksikan, melainkan juga nilai transaksinya. Salah satu kelebihan yang diberikan UU ini adalah UU ini masih mengakomodasi dual banking system. Sistim yang berlaku sekarang: Unit usaha Syariah (UUS) yang menginduk pada bank umum konvensional (BUK) masih berlaku. Namun, kelongaran ini tidak berlaku selamnya. Bagi Bank Umum Konvensional (BUK) yang telah memiliki UUS, setelah 15 tahun sejak diberlakukannya UU ini atau telah memiliki nilai aset UUS minimal 50% dari total nilai asset bank induknya, UUS harus dipisahkan (spin off) dan menjadi bank umum syariah (BUS). Dengan demikian pada tahun 2023 setidaknya Indonesia akan memiliki 31 Bank Umum Syariah, yaitu 3 BUS yang saat ini ada ditambah 28 BUS hasil konversi UUS yang ada sat ini .
d. Fatwa bahwa bunga bank adalah riba dan haram
Dalam Penelitian Ahmad Yunus (2005), diketahui bahwa sikap masyarakat terhadap fatwa MUI tentang bunga bank haram memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat untuk mengunakan bank syariah. Artinya semakin masyarakat memahami tentang konsep bunga, semakin besar kemungkinannya untuk mengunakan bank syariah. Oleh karena itu dalam rangka untuk pengembangan bank syariah perlu dilakukan usaha untuk memberikan pemahaman yag baik tentang bunga bank kepada masyarakat.
Kemudian penelitian Hendra Prawira )2005), berkesimpulan bahwa pola penghimpunan dana masyarakat melalui PT. Bank Jabar Syariah sesudah fatwa MUI 16 Desember 2003 mengalami kenaikan dibandingkan dengan sebelum dikeluarkannya fatwa MUI 16 Desember 2003. kenaikan penghimpunan dana terbesar didapat dari tabungan mudharabah. Pola penyaluran dana masyarakat melalui PT. Bank Jabar Syariah juga mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut terjadi pada pembiayaan musyarakah sebesar 2%, pembiayaan mudharabah sebesar 0,06% dan SWBI sebesar 11,13%. Berdasarkan uji beda rata-rata (uji t) secara keseluruhan kinerja PT Bank Jabar syariah mempunyai perbedaan yang signifikan. Artinya ada perbedaan kinerja baik berupa kenaikan maupun penurunan kinerja PT bank Jabar syariah sebelum dan sesudah fatwa MUI 16 desember 2003. secara umum kinerja PT Bank Jabar Syariah sesudah fatwa menjadi lebih baik dibandingkan sebelum adana fatwa MUI.
Penelitian Muhammad Sholahuddin menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kuantitas penghimpunan dana pihak ketiga baik berupa tabungan mudharabah, deposito mudharabah dan giro wadiah perbankan syariah antara sebelum dan setelah fatwa komisi fatwa MUI mengenai keharmaan bunga bank. Walaupun kenyataan diatas belum dapt membuktikan bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh fatwa. Namun hal itu paling tidak telah mampu mengindikasikan, pasca fatwa ada kenaikan Dana Pihak Ketiga (DPK).
Ini membuktikan bahwa fatwa haramnya bunga berpengaruh signifikan terhadap perkembangan perbankan syariah di Indonesia, dengan demikian kedepan sosialisasi terhadap fatwa ini seharusnya terus dilakukan, sehingga masyarakat juga semakin tahun bahwa perbankan syariah merupakan solusi kehidupan yang berkah dunia dan akhirat.
e. Terbukti unggul menghadapi krisis
Sistim Ekonomi Syariah berhasil menunjukkan keunggulannya, teruji pada saat terjadi krisis ekonomi. Ketika bank-bank konvensional tumbang dan butuh suntikan dana pemerintah hingga ratusan triliun, Bank Muamalat Indonesia, sebagai bank syariah pertama di Indonesia, mampu melewati krisis dengan selamat tanpa bantuan dana pemerintah sepeserpun.
f. Integrasi Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
Tuntutan integrasi lembaga keuangan syariah (LKS) yang saling menopang. Bank syariah dapat menggunakan asuransi syariah untuk menutup resiko pembiayaan terhadap nasabahnya. Sebaliknya, asuransi syariah dapat menyimpan dananya di bank syariah, pasar modal syariah, maupun reksadana syariah dan sukuk.
g. Daya Saing Perbankan Syariah di Indonesia
Dari Laporan Karim Consulting terhadap Kajian atas 130 bank syariah di seluruh dunia dalam rangka International Islamic Banking Award (IIBA) 2005, memberikan hasil yang menarik tingkat profitabilitas bank syariah di Indonesia merupakan yang terbaik di dunia diukur dari rasio laba terhadap aset (ROA), baik untuk kategori bank yang full fledge maupun untuk kategori unit usaha syariah. Begitu pula tingkat efisiensi operasi yang diukur dari rasio biaya operasi terhadap pendapatan operasi. Terutama dalam kategori full fledge; kinerja Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri sangat menonjol dibandingkan bank syariah lain di kawasan manapun.
Jadi meskipun aset dan pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia tergolong liliput dibandingkan raksasa Timur Tengah dan Malaysia, perbankan syariah Indonesia memiliki daya saing yang tinggi dilihat dari pertumbuhan, profitabilitas, dan efisiensi operasinya. Inilah peluang bisnis bagi bank-bank syariah Indonesia untuk menarik investor asing.
Bagi investor Timur Tengah, produk-produk perbankan syariah Indonesia dipandang lebih sesuai dengan standar syariah yang digunakan di Timur Tengah. Fatwa-fatwa DSN lebih dekat dengan fatwa-fatwa Timur Tengah, meskipun secara geografis Indonesia lebih dekat dengan Malaysia. Kantor kami di Singapura berulang kali menerima pujian atas fatwa-fatwa DSN oleh bank-bank global yang beroperasi di sana. Ada tiga hal yang dianggap mereka fatwa-fatwa DSN lebih dapat diterima oleh investor Timur Tengah. Pertama, mekanisme berjenjang dalam pembuatan fatwa dalam suatu majelis yang meliputi perumusan masalah di tingkat kelompok kerja (6 orang), perumusan draf fatwa di tingkat badan pekerja (17 orang), dan finalisasi fatwa di tingkat pleno (65 orang). Kedua, struktur fatwa yang mencantumkan dalil dan rujukan pada kitab-kitab fikih klasik secara komprehensif. Ketiga, struktur DSN MUI yang independen, terpisah dari bank sentral sebagai otoritas perbankan sehingga fatwa-fatwa DSN dipandang sepenuhnya sebagai ijtihad ulama. Mudah-mudahan hal ini dapat terus dipertahankan dan disempurnakan, karena pernah muncul wacana untuk menggantikan peran DSN dengan komite fatwa yang dibentuk oleh bank sentral yang terdiri dari 9 orang.
Penelitian Ibnu Fallah Rosyadi berkesimpulan bahwa secara umum, kinerja BMI lebih baik daripada kinerja bank umum konvensional, pada penelitian ini meskipun beberapa rasio memperlihatkan kinerja BMI tidak lebih baik daripada kinerja bank umum konvensional. Hal ini dapat dilihat dari kualitas NPL, ROE, LDR dan PERFORMA BMI yang lebih baik daripada kualitas NPL, ROE, LDR dan PERFORMA bank umum konvensional. Kemudia pada umumnya, terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja BMI dan kinerja bank umum konvensional pad penelitian ini. Perbedaan yang signifikan terlihat pada nilai CAR, NPL ROA, ROE, LDR dan PERFORMA kedua kelompok bank.
h. Sosialisasi dan Fasilitas yang tersedia
Dalam penelitian Guntur S Mahardika (2005), ditemukan bahwa bank syariah lebih diminati oleh masyarakat yang berprofesi sebagai pegawai swasta, sedangkan masyarakat yang berprofesi sebagai wiraswasta/pengusaha lebih banyak memilih menjadi nasabah dual banking. Karena karakternya sebagai pengusaha yang memerlukan akses mudah, fitur layanan yang banyak, dan jaringan perbankan yang luas, yang bisa jadi belum didapatkan pada bank-bank syariah sehingga masih memanfaatkan jasa bank-bank konvensional, namun disisi lain juga mereka berusaha memenuhi tuntutan hati untuk mengunakan bank syariah.
Penelitian Amat Yunus (2005), berkesimpulan bahwa beberapa hal yang menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih bank sebagian besar didasarkan pada pertimbangan aksesbilitas, jumlah jaringan kantor dan ATM, pelayanan bank dan aspek syariah. Faktor tingginya bagi hasil atau suku bunga sangat kecil mempengaruhi masyarakat Bekasi dalam memilih bank. Sumber informasi tentang perbankan lebih banyak diperoleh masyarakat Bekasi melalui media massa dibandingkan sarana lain, seperti bangku sekolah atau membaca buku-buku. Hal ini akan memudahkan pihak yang berkepentingan untuk melakukan sosialisasi atau menyampaikan pesan-pesan tentang perbankan kepada masyarakat. Berdasarkan statistik, sebagian besar masyarakat yang menolak atau tidak mengunakan bank syariah, disebabkan karena ketidak tahuan mereka tentang bank syariah. Mereka menganggap bahwa bank konvensional sama saja dengan bank syariah atau sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang hal itu . selain faktor ketidaktahuan, faktor penolakan juga disebabkan oleh sedikitnya jaringan ATM dan atau kantor bank syariah. Sehingga masyarakat merasa sulit apabila ingin melakukan transaksi. Kondisi ini sangat disebabkan oleh kurangnya informasi dan sosialisasi produk bank syariah, khususnya terkait dengan sistim pembayaran, dimana dengan perkembangan informasi dan teknologi dewasa ini sebagian besar ATM bank telah terintegrasi sehingga nasabah bank dapat melakukan transaksi melalui ATM bank lain.
Kedepan program-program kampanye perbankan syariah sangat perlu ditingkatkan, karena ternyata belum menjadi nasabahnya seseorang bukan berarti anti perbankan syariah, namun kerena belum difahaminya perbankan syariah dengan baik oleh masyarakat dan masih ragunya masyarakat tentang kemudahan dan minimnya fasilitas yang tersedia di perbankan syariah.
Dengan demikian untuk memperbesar share perbankan syariah dan menarik nasabah-nasabah baru perbankan syariah sangat disarankan untuk berinvestasi pada kampanye perbankan syariah sehingga lebih banyak masyarakat yang tahu tentang perbankan syariah, termasuk fasilitas dan kemudahan yang dimiliki perbankan syariah. Implikasi lainnya adalah perbankan syariah harus berani untuk investasi teknologi yang lebih baik dari perbankan konvensional yang ada saat ini. Faktor-faktor ini akan sangat mempengaruhi minat masyarakat terhadap perbankan syariah.
i. Meningkatnya kesadaran keislaman Masyarakat.
Selain faktor-faktor diatas faktor lain yang juga mempengaruhi adalah Tren kesadaran masyarakat muslim yang semakin meningkat, khususnya pada masyarakat kelas menengah atas, karena fenomena munculnya aktivitas-aktivitas keislaman di kampus-kampus dan perkantoran sekarang menjadi fenomena giatnya dakwah keislaman, faktor ini juga akan mendorong lajunya pertumbuhan perbankan syariah, karena penulis meyakini ada korelasi positif antara tingginya tingkat pendidikan, tingginya pemahaman keislaman masyarakat dengan tingginya minat masyarakat mengunakan fasilitas perbanakan syariah.
j. Masyarakat muslim terbesar didunia ada di Indonesia, ini meruakan pasar potensial yang sangat mengiurkan para pelaku perbankan syariah, apalagi diiringi dengan semakin baiknya kesejahteraan masyarakat, seharusnya di Indonesialah pasar perbankan syariah terbesar di dunia.
2. Faktor-faktor yang menghambat perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
a. Kurangnya pemahaman dan adanya kesalahfahaman masyarakat tentang bank syariah
b. Belum lengkapnya ketentuan perbankan, instrumen moneter dan pasar keuangan yang mendukung operasional bank syariah
c. Terbatasnya jumlah dan distribusi kantor cabang bank syariah
d. Kurangnya sumber daya insani dan tenaga ahli dalam mendukung pengembangan bank syariah
Kempat hal ini dikemukakan oleh M. Arie Mooduto dalam seminar nasonal 2005.
3. solusi
a. Menurut Veithzal Rivai , cara mengembangkan industri keuangan syariah ditanah air agar bisa berkembang lebih cepat adalah:
1. Konversikan Bank BRI menjadi Bank Islam. Karena bank BRI itu punya 2500 gerai di seluruh Indonesia, punya asset Rp. 200 triliun lebih, dan sejarah berdirinya bank BRI itu adalah komitmen daripada ulama . sehingga kita tidak usah berpikir, bagaimana bank-bank lain untuk mengubah dari unit-unit usaha (UUS) menjadi bank Islam. Karena, kalau semakin banyak UUS manjadi bank Islam, nanti jumlah bank-bank semakin banyak sehingga beresiko bermasalah seperti dimasa lalu. Buat apa jumlah banknya banyak? Karena lebih baik banknya 2 atau 3 tapi cabangnya banyak
2. Saya mengusulkan agar BI itu, yang mengurusi masalah perbankan Islam ini bukan lagi setingkat direktorat, tapi harus di level deputi.
3. Adanya hak inisiatif dari anggota DPR menawarkan kepada sidang anggota DPR , untuk membuat UU dual economic system
Sehingga secara politis di Indonesia diharapkan ada dua sistim ekonomi, yaitu sistim ekonomi Islam dan ekonomi Modern. Dengan adanya undang-undang ini, maka nantinya akan mudah melayangkan undang-undang berikutnya, karena sudah ada payung hukum besarnya. Seperti sekarang, sudah ada leasing Islam, namun belum ada undang-undang yang mengaturnya.
b. Seperti yang terjadi di Siprus, seharusnya bank syariah di Indonesia juga membuat kantor kas keliling yang mobile (bisa berbentuk mobil kantor kas), fungsinya adalah (1). Untuk mensosialisasikan konsep ekonomi syariah ke masyarakat awam. (2) mendorong budaya menabung ke bank syariah bagi masyarakat, sekaligus edukasi budaya menabung. (3). Saat yang sama mobil kas keliling ini juga bertugas mengumpulkan dan menyalurkan dana zakat, infaq , shadaqah dan wakaf masyarakat. (4). Konsep ini juga menjawab permasalahan masih sedikitnya cabang-cabang bank syariah. Misalnya untuk wilayah yang potensinya ada, namun bank syariah belum sangup mendirikan cabang atau anak cabang, atau cabang pembantu di wilayah tersebut, cukup diadakan dengan kantor kas keliling ini yang mengcover area yang cukup luas.
c. Perlu didukung bersama Grand strategy pengembangan pasar perbankan syariah dirumuskan dalam kerangka program akselerasi pengembangan pasar perbankan syariah di Indonesia. Bank Indonesia telah menetapkan visi 2010 pengembangan pasar perbankan syariah di Indonesia: sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN dan penetapan target pencapaian secara bertahap, yaitu:
Fase I (2008): “Membangun pemahaman perbankan syariah sebagai lebih dari sekedar Bank (Beyond Banking)”, pencapaian target asset sebesar Rp. 50T; pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 40%.
Fase II (2009): “Menjadikan perbankan syariah di Indonesia sebagai perbankan paling atraktif di ASEAN”; pencapaian target asset sebesar Rp. 87T; pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 75%.
Fase II (2010): Menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN”, Pencapaian target asset sebesar Rp. 124T; pencapaian angka pertumbuhan industri sebesar 81%.
Untuk mewujudkan visi baru pengembangan pasa perlu dilakukan serangkaian program utama pelaksanaan grand strategy pengembangan pasar, yaitu:
1. Program pencitraan baru perbankan syariah
Positioning, “perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak”. Dengan diferensiasi, Content: Beragam produk dengan skema variatif. Context: Kompeten dalam keuangan dan beretika. Technologi: IT System yang update dan user friendly. Facility: Ahli Investasi, keuangan dan syariah. Dengan brand “Lebih dari sekedar Bank (Beyond Banking).
2. Program pengembangan segmen pasar perbankan syariah
Untuk mendukung pencitraan baru, terutama dalam mengubah persepsi perbankan syariah yang ekslusif untuk golongan tertentu. Program pengembangan segmentasi akan berguna untuk mengkongretkan langkah positioning ke benak konsumen yang menjadi target market. Sebagai acuan para pelaku untuk mengembangkan pasar perbankan syariah, telah dipetakan segmentasi baru konsumen perbankan syariah Indonesia berdasarkan orientasi perbankan dan profil psikografisnya menjadi lima segmen:
1. Mereka yang sangat mengutamakan pengunaan bank syariah (“Pokoknya syariah”).
2. Mereka yang ikut-ikutan
3. Mereka yang mengutamakan benefit seperti kepraktisan transaksi dan kemudahan akses
4. mereka yang menggunakan bank syariah sebagai sarana pembayaran gaji dan transaksi bisnis
5. mereka yang mengutamakan penggunaan jasa bank konvensional yang telah ada.
Melalui riset pasar terhadap nasabah perbankan syariah dan konvensional terlihat adanya paradoks dalam perilaku konsumen perbankan . Paradoks pengguna disebabkan oleh pengguna perbankan syariah di Indonesia cendrung berprilaku pragmatis, bahkan nasabah dari segmen “pokoknya syariah” ternyata adalah nasabah bank konvensional. Potret nasabah perbankan di Indonesia umumnya sudah memahami keunggulan masing-masing perbankan dimana perbankan konvensioal unggul dalam jaringan yang luas dan memiliki fasilitas layanan yang handal dna luas yang pada saat ini belum bias ditandingi oleh perbankan syariah. Disisi lain, perbankan syariah unggul karena karakteristik produk, sehingga mereka ingin mengunakan kedua Janis perbankan.
3. Program pengembangan produk
Untuk merealisasikan pencitraan industri perbankan syariah yang, diperlukan inovasi produk dan dapat mengeksplorasi kekayaan skema yang variatif dan sekligus bias menunjukkan perbedaan dengan perbankan konvensional
4. Program peningkatan pelayanan
Peningkatan kualitas pelayanan perbankan syariah diarahkan untuk memperkecil gap ekspetasi dan layanan sebagai lembaga yang universal dan handal.
5. Program sosialisasi dan komunikasi
Terhadap stakeholder yang terkait secara langsung maupun tidak langsung untuk mensosialisasikan paradigma baru pengembangan industri perbankan syariah Indonesia yang modern, terbuka, dan melayani seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Berbagai program sosialisasi dan komunikasi dalam rangka edukasi public seluruhnya diarahkan agar sejalan dengan positioning bank syariah yang telah direkomendasikan oleh grand strategy, yaitu sebagai ‘lebih dari sekadar bank (beyond Banking)’.
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan perbankan syariah di Indonesia adalah:
1. Efisiensi
2. Pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang perbankan syariah dan bunga
3. Regulasi
4. Fatwa bahwa bunga ank adalah riba dan haram
5. Terbukti unggul menghadapi krisis
6. Integrasi Lembaga Keuangan Syariah
7. Daya saing perbankan syariah di Indonesia
8. Sosialisasi dan fasilitas yang tersedia
9. Meningkatnya kesadaran keislaman masyarakat
10. Masyarakat muslim terbesar di dunia
2. Saran
a. Paper ini baru mencoba menduga faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan perbankan syariah di Indonesia yang diduga pada tahun 2008 ini tidak mencapai share 5% dari target yang dibuat oleh Bank Indonesia, tema ini menarik dan perlu diteliti lebih lanjut, dangan menguji secara statistic faktor-faktor yang diduga berpengaruh di atas, sehingga ditemukan faktor yang paling menentukan perkembangan share perbankan syariah di Indonesia, seperti melakukan analisis cross tabulation. Menurut Santoso (2003), uji cross tabulation dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua variable yaitu variable teriakt dengan variable bebas yang mempengaruhi perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
b. Kemudian dapat pula dilakukan analisis diskriminan dengan pertimbangan variable independent yang digunakan lebih dari satu.
c. Menurut penulis, Target share 5% pada tahun 2008, bukanlah yang paling utama dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia, karena jika fungsi-fungsi perbankan seperti berjalannya intermediasi perbankan, dll bisa berjalan dengan efektif, ini sudah merupakan prestasi tersendiri.
Daftar Pustaka
Al-Qur’anul Karim dan terjemahannya.
Antonio, M Syafi’I (1999), Bank syariah wacana Ulama dan cendikiawan, Penerbit BI & Tazkia Intitute
Arifin, Zainul (2006), Dasar-dasar manajemen bank syariah, edisi revisi, Penerbit Pustaka Alvabet Jakarta
Goeltom, S Miranda, sambutan dalam seminar “strategi pengembangan lembaga keuangan syariah”, 15 september 2005
Heralina, Aida (2004), Perbandingan efisiensi bank syariah dan Bank Konvensional di Indonesia, Jurnal EKSIS, Vol 3 No. 1 jan – Mar 2007.
Karim, Adiwarman, Daya Saing Bank, Analisis, Laporan persiapan International Islamic Banking Award (IIBA) Agustus 2005 di di Singapura
Mahardika, Guntur, S, Analisis Kebutuhan dan peluang masyarakat menjadi nasabah bank syariah, Jurnal EKSIS, Vol. 1 No. 3, Juli – September 2005.
Mooduto, M Arie, Kondisi umum perbankan syariah di Indonesia, dari sisi pengamat, makalah disampaikan SEMINAR NASIONAL “Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Syariah Di Indoneia” BANK INDONESIA Jakarta, 11 Sya’ban 1426H / 15 September 2005
Novarini, Efisiensi Unit Usaha Syariah dengan metode Stochastic frontier analysis (SFA) derivasi fungsi profit dan BOPO, makalah pada pertemuan IAEI di Airlangga, Surabaya, 2008
Nuruddin, H. Amiur, Sugianto, Peranan dewan pengawas syariah terhadap peningkatan DPK perbankan syariah di Sumatra Utara, makalah di sampaikan pada simposium IAEI, di surabaya tahun 2008
Rosyadi, Ibnu Fallah, Analisis perbandingan kinerja bank syariah dengan bank konvensional berdasarkan rasio keuangan, studi kasus: BMI dan 7 (tujuh) bank umum konvensional), EKSIS Vo. 3 No. 1, 2007
Prawira, Hendra, Perbandingan kinerja PT. Bank Jabar Syariah sebelum dan sesudah fatwa MUI tentang haramnya bunga Bank, EKSIS vol. 3 no. 1, 2007
Yunus, Amat, (2004), Faktor-faktor yang mempengaruhi minat masyarakat untuk mengunakan jasa perbankan syariah (studi kasus pada masyarakat kota Bekasi, Jurnal EKSIS, Vol. 1 No. 2, April-Juni 2005
Djuanda, Gustian, Indrajaya, Budiman, Khatimah, Ima ”Analisis kinerja bank syariah ditinjau dari presfektif keuangan dan pelanggan: studi kasus bank syariah Mandiri dan Bank Muamalat, makalah di sampaikan pada simposium IAEI, di surabaya tahun 2008
Santoso, Singgih (2003), Mengatasi berbagai masalah statistic dengan SPSS versi 11.5, Jakarta, PT. Gramedia. Dalam Dede Abdul Fatah, Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi karyawan muslim pertamina dalam membayar zakat profesi melalui Baituzzakah Pertamina, Jurnal EKSIS, Vol. 4 No. 2, April – Juni 2008.
Sholahuddin, Muhammad, Karakteristik dana pihak ketiga di Bank Syariah pasca fatwa keharaman bunga bank, EKSIS, Vol. 1 No. 2, 2005
Sunarsip, Beberapa aspek penting dalam UU perbankan syariah, Republika, 7 oktober 2008
……………,Berkah Duo UU Untuk ekonomi Indonesia, Majalah Ekonomi dan Bisnis Syariah, Sharing, edisi 20 Tahun II – Agustus 2008.
.................., Ringkasan seminar nasional, strategi pengembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia, 15 september 2005, PPSK, Bank Indonesia.
………….., Kondisi umum perbankan syariah di Indonesia, egulatory presfektive, makalah pada seminar nasional, strategi pengembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia, 15 september 2005, PPSK, Bank Indonesia, mengacu pada cetak biru Perbankan syariah Indonesia.
Langganan:
Postingan (Atom)
Tulisan Popular Wakaf, Ekonomi dan Bisnis
110 halaman, Kertas Bookpaper, Ukuran 14,8 cm x 21 cm, ISBN 978-623-6121-22-1. Penerbit : Pustaka Learning Center, Malang, Februari 202...
-
Oleh: Endang Setyowati, Kurniawan Fahmi, Rachmadewi Sjahesti (Mahasiswa IEF Trisakti, Angkatan 3) Bagian 1 PENDAHULUAN Krisis di sektor keua...
-
Assalam…pak , saya dapat nomor bapak dari internet, saya mahasiswa semester 6 jurusan ekonomi Islam di UNSIL Tasikmalaya, sebentar lagi akan...
-
Biodata Dilahirkan di Palopo, Sulawesi Selatan Pendidikan: SD – SMA di Palopo, Sulawesi Selatan, Institut Pertanian Bogor (IPB), 1 tahun , ...