Senin, 15 September 2008

Indikator Kesejahteraan Dalam Al-Qur’an


Dalam suatu diskusi di kelas, tentang peranan zakat dalam mensejahterakan masyarakat dan keadilan sosial, muncul pertanyaan dari mahasiswa tentang indikator sejahtera menurut Islam. Karena kalau yang menjadi indikator sejahtera adalah indikator ekonomi konvensional , seperti masyarakat sejahtera secara materi,maka bisa jadi bukan hanya itu indikator sejahtera menurut Islam. Dalam kenyataan sehari-hari kita lazim melihat ada seorang yang kaya secara materi (rumah mewah, mobil mewah, jabatan tinggi,istri cantik, dll), dalam sudut pandang sejahtera ekonomi konvensional, ini sudah kategori kaya (makmur), melebihi rata-rata. Namun bisa jadi hatinya gelisah, rumah tangganya berantakan, anak-anak kena narkoba,dll, apakah ini sejahtera? Dengan demikian perlu di definisikan apa indikator sejahtera menurut Islam.

Indikator sejahtera menurut Islam merujuk kepada Al Qur’an surat Al Quraisy (106):3 – 4, yaitu :

“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka’bah) (106:3)”
Yang telah memberikan makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa takut (106:4)”

Dari ayat di atas dapat dilihat bahwa indikator kesejahteraan dalam Al qur’an ada tiga, yaitu :
1. Menyembah Tuhan (pemilik) Ka’bah
2. Menghilangkan lapar
3. Menghilangkan rasa takut

Lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Menyembah Tuhan (Pemilik) Ka’bah
Indikator sejahtera yang pertama dan paling utama di dalam Al-Qur’an adalah “menyembah tuhan (pemilik) rumah (Ka’bah)”, mengandung makna bahwa proses mensejahterakan masyarakat tersebut didahului dengan pembangunan Tauhid, sehingga sebelum masyarakat sejahtera secara fisik, maka terlebih dahulu dan yang paling utama adalah masyarakat benar-benar menjadikan Allah sebagai pelindung, pengayom dan menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada sang khalik. Semua aktivitas kehidupan masyarakat terbingkai dalam aktivitas ibadah.
2. Menghilangkan lapar
Mengandung makna bahwa , QS Al-Quraisy (106):4, diawali dengan penegasan kembali tentant Tauhid bahwa yang memberi makan kepada orang yang lapar tersebut adalah Allah, jadi ditegaskan bahwa rizki berasal dari Allah bekerja merupakan sarana untuk mendapatkan rizki dari Allah. Kemudian diayat ini juga disebutkan bahwa rizki yang bersumber dari Allah tersebut untuk menghilangkan lapar. Perlu digaris bawahi bahwa rizki tersebut adalah untuk menghilangkan lapar. Mempunyai makna bahwa rizki yang diberikan Allah kepada setiap ummatnya bukan untuk ditumpuk-tumpuk, ditimbun, apalagi dikuasai oleh individu, kelompok atau orang-orang tertentu saja. Ini juga bermakna secukupnya saja sesuai dengan kebutuhan menghilangkan lapar bukan kekenyangan, apalagi berlebih-lebihan.
3. Menghilangkan rasa takut
Membuat suasana menjadi aman, nyaman dan tentram bagian dari indikator sejahtera atau tidaknya suatu masyarakat. Jika perampokan, perkosaan, bunuh diri, dan kasus kriminalitas tinggi, maka mengindikasikan bahwa masyarakat tersebut belum sejahtera. Dengan demikian pembentukan pribadi-pribadi yang sholeh dan membuat sistim yang menjaga kesholehan setiap orang bisa terjaga merupakan bagian integral dari proses mensejahterakan masyarakat.

Indah sekali Al-Qur’an mendefinisikan tentang kesejahteraan, kesejahteraaan dimulai dari kesejahteraan individu-individu yang mempunyai tauhid yang kuat, kemudian tercukupi kebutuhan dasarnya dan tidak berlebih-lebihan, sehingga suasana menjadi aman , nyaman dan tentram.

Semoga tulisan singkat ini menjadi stimulant yang lain, untuk mengkaji konsep sejahtera ini lebih komprehensif, seperti indikator sejahtera dalam hadist, dan contoh-contoh aktivitas pembangunan dalam rangka mencapai kesejahteraan menurut Islam. Wallahu’ alam….

14 ramadhan 1429H
Jaharuddin
Mahasiswa Islamic Economics and FinanceTrisakti International Business School

Sabtu, 06 September 2008

Wakaf Uang; Menggali Sumber Dana Umat melalui wakaf uang


Wakaf adalah bentuk instrumen ekonomi Islam yang unik yang mendasarkan fungsinya pada unsur kebajikan (birr), kebaikan (ihsan) dan persaudaraan (ukhuwah). Ciri utama wakaf yang sangat membedakan adalah ketika wakaf ditunaikan terjadi pergeseran kepemilikan pribadi menuju kepemilikan Allah SWT yang diharapkan abadi, memberikan manfaat secara berkelanjutan. Melalui wakaf diharapkan akan terjadi proses distribusi manfaat bagi masyarakat secara lebih luas, dari manfaat pribadi (private benefit) menuju manfaat masyarakat (social benefit).

Namun, nampaknya mayoritas umat Islam Indonesia mempersepsikan bahwa wakaf keagamaan lebih penting daripada wakaf untuk tujuan pemberdayaan sosial. Sehingga mereka lebih banyak mempraktikkan wakaf keagamaan, seperti masjid, musalla, makam dan sebagainya. Sementara untuk tujuan pemberdayaan, seperti wakaf pendidikan, pemberdayaan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat belum dipandang penting. Selain itu, para wakif biasanya hanya menyumbangkan tanah atau bangunan sekolah kepada nazhir, namun menutup mata terhadap biaya operasionalnya dan pengembangan ekonominya. Akibatnya, banyak yayasan pendidikan Islam, yang berbasis wakaf, gulung tikar atau telantar.

Jumlah penduduk umat Islam terbesar di seluruh dunia sebanyak 182.882.595 penduduk (PPS 2005) dan Jumlah aset wakaf tanah di Indonesia sangat besar. Wakaf tanah di Indonesia sebanyak 358.710 lokasi, dengan luas tanah 1,538,198,586 M2. Akan tetapi potensi ini belum dapat memberi peran maksimal dalam mensejahterakan rakyat dan memberdayakan ekonomi masyarakat. Penelitian wakaf oleh PBB UIN Syahid Jakarta terhadap 500 responden nazhir di 11 Propinsi menunjukkan bahwa wakaf di Indonesia lebih banyak dikelola oleh perseorangan (66%) daripada organisasi (16%) dan badan hukum (18%). Selain itu, harta wakaf juga lebih banyak yang tidak menghasilkan (77%) daripada yang menghasilkan atau produktif (23%). Temuan umum lainnya juga menunjukkan pemanfaatan terbesar harta wakaf adalah masjid (79%) daripada peruntukkan lainnya, dan lebih banyak berada di wilayah pedesaan (59%) daripada perkotaan (41%). Selain itu, diketahui bahwa jumlah nazhir yang bekerja secara penuh itu minim (16 %). Umumnya mereka bekerja sambilan dan tidak diberi upah (92%) .

Potensi Wakaf Uang
Wakaf uang, dalam bentuknya, dipandang sebagai salah satu solusi yang dapat membuat wakaf menjadi lebih produktif. Karena uang di sini tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar menukar saja, lebih dari itu; ia merupakan komoditas yang siap memproduksi dalam hal pengembangan yang lain. Oleh sebab itu, sama dengan jenis komoditas yang lain, wakaf uang juga dipandang dapat memunculkan sesuatu hasil yang lebih banyak.

Uang, sebagai nilai harga sebuah komoditas, tidak lagi dipandang semata mata sebagai alat tukar, melainkan juga komoditas yang siap dijadikan alat produksi. Ini dapat diwujudkan dengan misalnya, memberlakukan sertifikat wakaf uang yang siap disebarkan ke masyarakat. Model ini memberikan keuntungan bahwa wakif dapat secara fleksibel mengalokasikan (tasharufkan) hartanya dalam bentuk wakaf. Demikian ini karena wakif tidak memerlukan jumlah uang yang besar untuk selanjutnya dibelikan barang produktif. Juga, wakaf seperti ini dapat diberikan dalam satuan satuan yang lebih kecil

Wakaf uang juga memudahkan mobilisasi uang di masyarakat melalui sertifikat tersebut karena beberapa hal. Pertama, lingkup sasaran pemberi wakaf (waqif) bisa menjadi luas dibanding dengan wakaf biasa. Kedua, dengan sertifikat tersebut, dapat dibuat berbagai macam pecahan yang disesuaikan dengan segmen muslim yang dituju yang dimungkinkan memiliki kesadaran beramal tinggi.

Dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan dalam wakaf uang, maka umat akan lebih mudah memberikan kontribusi mereka dalam wakaf tanpa harus menunggu kapital dalam jumlah yang sangat besar. Karena, meskipun sangat kecil jumlahnya, wakaf dalam bentuk uang ini masih saja dapat menerimanya, disesuaikan dengan tingkat kesejahteraan wakif. Model wakaf semacam ini akan memudahkan masyarakat kecil untuk ikut menikmati pahala abadi wakaf. Mereka tidak harus menunggu menjadi ‘tuan tanah’ untuk menjadi wakif. Selain itu, tingkat kedermawanan masyarakat Indonesia cukup tinggi, sehingga kita dapat optimis mengharapkan partisipasi masyarakat dalam gerakan wakaf tunai. Disebutkan, 96 persen kedermawanan diperuntukkan untuk perorangan, 84 persen untuk lembaga keagamaan dan 77 persen untuk lembaga nonkeagamaan. (PIRAC, 2002).

Wakaf uang sudah sejak lama diselenggarakan, yakni di masa Dinasti Mu’awiyyah. Wakaf tunai sebenarnya sudah menjadi pembahasan ulama terdahulu; salah satunya Imam az-Zuhri (wafat tahu 124 H) yang membolehkan wakaf uang (saat itu dinar dan dirham). Bahkan sebenarnya pendapat sebagian ulama mazhab al-Syafi’i juga membolehkan wakaf uang. Mazhab Hanafi juga membolehkan dana wakaf tunai untuk investasi mudharabah atau sistem bagi hasil lainnya. Keuntungan dari bagi hasil digunakan untuk kepentingan umum. Pada tgl 11 Mei 2002 Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa yang membolehkan wakaf uang (cash wakaf/ waqf al nuqud) dengan syarat nilai pokok wakaf harus dijamin kelestariannya. Pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf pasal 28 – 31 dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaannya (UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf) pasal 22 – 27 secara eksplisit menyebut tentang bolehnya pelaksanaan wakaf uang.

Jumlah umat Islam yang terbesar di seluruh dunia merupakan aset besar untuk penghimpunan dan pengembangan wakaf uang. Jika wakaf tunai dapat diimplementasikan maka ada dana potensial yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan dan kesejahteraan umat. Bisa dibayangkan, jika ‎‎20 juta umat Islam Indonesia mau mengumpulkan wakaf tunai senilai Rp 100 ribu setiap bulan, ‎maka dana yang terkumpul berjumlah Rp 24 triliun setiap tahun. Jika 50 juta orang yang ‎berwakaf, maka setiap tahun akan terkumpul dana wakaf sebesar Rp 60 triliun. Jika saja terdapat 1 juta saja masyarakat muslim yang mewakafkan dananya sebesar Rp 100.000, per bulan maka akan diperoleh pengumpulan dana wakaf sebesar Rp 100 milyar setiap bulan (Rp 1,2 trilyun per tahun). Jika diinvestasikan dengan tingkat return 10 persen per tahun maka akan diperoleh penambahan dana wakaf sebesar Rp 10 miliar setiap bulan (Rp 120 miliar per tahun). Sungguh suatu ‎potensi yang luar biasa.‎

Strategi Penghimpunan dan Pengembangan Wakaf Uang
Ada beberapa strategi penting untuk optimalisasi wakaf dan wakaf tunai dalam rangka untuk menopang pemberdayaan dan kesejahteraan ummat..

Pertama, optimalisasi edukasi dan sosialisasi wakaf uang. Seluruh komponen umat perlu untuk terus mendakwahkan konsep, hikmah dan manfaat wakaf pada seluruh lapisan masyarakat. Pendekatan komparatif dapat dilakukan baik pada level pemikiran hukum maupun pada level praktik. Fikih wakaf yang progresif dapat diperkenalkan kepada masyarakat melalui pendekatan lintas mazhab. Pemikiran hukum wakaf Mazhab Hanafi dan Maliki, misalnya, dapat dijadikan acuan komparatif bagi masyarakat kita yang mayoritas bermazhab Syafi'i.

Selain itu, cerita sukses wakaf masa lampau dalam sejarah Islam serta studi komparatif dengan pengalaman di negara-negara lain masa kini dapat menjadi informasi penting dalam sosialisasi wakaf uang. Fakta sejarah telah menunjukkan bahwa banyak lembaga yang bisa bertahan dengan ‎memanfaatkan dana wakaf, dan bahkan memberikan kontribusi yang signifikan. Pada masa dinasti Umayyah terbentuk lembaga wakaf tersendiri sebagaimana lembaga lainnya di bawab pengawasan hakim. Pada masa dinasti Abbasiyab terdapat lembaga wakaf yang disebut dengan "Shadr al-Wuquuf” yang mengurus administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf. Pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir mewakafkan tanah-tanah milik negara diserahkan kepada yayasan keagamaan dan yayasan sosial sebagaimana yang dilakukan oleb dinasti Fatbimiyyah sebelumnya. Orang Pertama yang mewakafkan tanah milik negara (baitul mal) kepada yayasan keagamaan dan sosial adalah Raja Nuruddin Asy-Syahid dengan ketegasan fatwa yang dikeluarkan oleh seorang ulama pada masa itu.

Sebagai contoh ‎adalah Universitas Al Azhar Mesir yang telah berumur lebih 1000 tahun dengan biaya wakaf, Pondok Pesantren Modern Gontor, Islamic Relief (sebuah organisasi ‎pengelola dana wakaf tunai yang berpusat di Inggris), dan sebagainya. Islamic Relief mampu mengumpulkan wakaf tunai setiap tahun tidak kurang dari 30 juta ‎poundsterling, atau hampir Rp 600 miliar, dengan menerbitkan sertifikat wakaf tunai senilai 890 ‎poundsterling per lembar. Dana wakaf tunai tersebut kemudian dikelola secara amanah dan ‎profesional, dan disalurkan kepada lebih dari 5 juta orang yang berada di 25 negara. Bahkan di ‎Bosnia, wakaf tunai yang disalurkan Islamic Relief mampu menciptakan lapangan kerja bagi lebih ‎dari 7.000 orang melalui program Income Generation Waqf.

Kedua, tindakan riil operasional wakaf uang melalui proyek percontohan (pilot project). Prinsipnya, bila ada contoh sukses di depan mata, biasanya masyarakat akan mengikuti dan berkreasi. Pendidikan dan pelatihan akan dengan sendirinya menjadi kebutuhan pengembangan setelah wakaf uang tersebut menjadi fakta di lapangan. Ada dua contoh pemanfaatan wakaf uang. Pertama, Tabung Wakaf yang dirintis oleh Dompet Dhu'afa, Jakarta. Tabung Wakaf menghimpun uang dari masyarakat sebagai wakaf. Peruntukannya sejauh ini diberikan untuk membiayai pembangunan dan operasional pelayanan di dua sektor: tradisional dan alternatif. Tradisional berupa sekolah untuk anak-anak tak mampu. Sektor alternatif berupa Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC). Hasil wakaf uang digunakan untuk membiayai kesinambungan pengobatan sekelompok masyarakat miskin secara cuma-cuma.

Contoh kedua, Gerakan Wakaf Pohon (GWP) yang berpusat di Bandung. Sebagai wakaf alternatif GWP memiliki dua tujuan sekaligus: pemberdayaan ekonomi komunitas petani dan pemeliharaan lingkungan hidup. Tujuan pertama dilakukan melalui penanaman pohon jarak yang dapat menghasilkan sumber energi biologis (bio-diesel). Kedua, melalui penanaman pohon-pohon penghijau di tepi-tepi jalanan kota

Adapun Dana wakaf yang terkumpul ini selanjutnya dapat digulirkan dan diinvestasikan oleh nadzir ke ‎dalam berbagai sektor usaha yang halal dan produktif, Misalnya membangun sebuah kawasan perdagangan yang sarana dan prasarananya dibangun di atas lahan wakaf dan dari dana wakaf. Proyek ini ditujukan bagi kaum miskin yang memiliki bakat bisnis untuk terlibat dalam perdagangan pada kawasan yang strategis dengan biaya sewa tempat yang relatif murah. Sehingga akan mendorong penguatan pengusaha muslim pribumi dan sekaligus menggerakkan sektor riil secara lebih massif. Sehingga keuntungannya dapat ‎dimanfaatkan untuk pembangunan umat dan bangsa secara keseluruhan.

Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang, sebagaimana di atas, dapat mengambil bentuk seperti "wakaf tunai", yang telah diujicobakan di Bangladesh. Wakaf tunai (cash waqf) istilah yang dipopulerkan oleh Profesor M.A. Mannan, dengan Social Investment Bank. Ltd (SIBL)-nya merupakan bagian menjadikan wakaf uang sebagai sumber sumber dana tunai.

Pengelolaan wakaf menggunakan institusi bank menerapkan semacam deposito berjangka (temporery wakaf deposits) dalam pengelolaan wakaf uang. Pertama deposito wakaf temporer yang berbasis pinjaman, dimana uang yang disimpan oleh nasabah dibank diikhlaskan dengan niat wakaf untuk diambil manfaatnya oleh pengguna dalam membiayai program-program pembangunan sarana umum (awqaf properties), tanpa ada biaya tambahan kecuali biaya administrasi yang diperbolehkan syariat. Kedua deposito wakaf temporer yang berbasis investasi, ia mengkhususkan penggunaan depositonya hanya untuk investasi sarana umum, dimana keuntungannya adalah juga menjadi hak wakif.

Keduanya tetap mensyaratkan penggunaan dana wakaf tersebut harus pada proyek untuk kepentingan umum, seperti proyek bangunan sekolah, jalan, jembatan, pasar dan fasilitas umum lainnya. Jadi bukan proyek-proyek komersil, seperti pembiayaan sebuah perusahaan, kredit perorangan dan lain sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan jenis-jenis wakaf tunai yang dapat: dilakukan:
Wakaf Tunai dengan tujuan membeli awqaf properties.
Wakaf Tunai dalam bentuk Pinjaman (Temporary Wakaf Deposits in Loan Basis).
Wakaf Tunai dalam bentuk Investasi (Temporary Wakaf Deposits in Investment Basis).
Mengembangkan inovasi-inovasi baru melalui berbagai hal dalam kaitan dengan wakaf, seperti yang dikembangkan oleh Prof. M.A. Manan. dengan konsep Temporary Waqf , pemanfaatan dana wakaf dibatasi pada jangka waktu tertentu dan nilai pokok wakaf dikembalikan pada muwaqif. Hal ini sangat menarik meski masih diperdebatakan kebolehannya. Wacana lain yang menarik adalah memanfaatkan Wakaf Tunai untuk membiayai sektor investasi berisiko, yang risikonya ini diasuransikan pada Lembaga Asuransi Syariah.

Pada poinnya, kita ingin melihat kemajuan wakaf di Indonesia seperti kejayaan wakaf pada masa dinasti-dinasti Islam yang mampu membiayai Negara dan membangun peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan melalui gerakan wakaf uang…. Semoga. Amin.

Diposting oleh Marhadi Muhayar, Lc., M.A. (Silahkan menukil dengan menyebut sumbernya) di 21:41
http://makalah-artikel.blogspot.com/2007/11/wakaf-uang_05.html

Wakaf Tunai dan Pemberdayaan Ekonomi Ummat

Di zaman modern ini, salah satu bentuk dan gerakan wakaf yang banyak mendapat perhatian para cendikiawan dan ulama adalah cash waqf (wakaf tunai). Dalam sejarah Islam, cash waqf berkembang dengan baik pada zaman Bani Mamluk dan Turki Usmani. Namun baru belakangan ini menjadi bahan diskusi yang intensif di kalangan para ulama dan pakar ekonomi Islam.

Di Indonesia hasil diskusi dan kajian itu membuahkan hasil yang menggembirakan, yakni dimasukkannya dan diaturnya cash waqf (wakaf tunai) dalam perundangan-undangan Indonesia melalui UU No 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Dengan demikian, wakaf tunai telah diakui dalam hukum positif di Indonesia. Lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf diarahkan untuk memberdayakan wakaf yang merupakan salah satu instrumen dalam membangun kehidupan sosial ekonomi umat Islam. Kehadiran Undang-undang wakaf ini menjadi momentum pemberdayaan wakaf secara produktif, sebab di dalamnya terkandung pemahaman yang komprehensif dan pola manajemen pemberdayaan potensi wakaf secara modern.Apabila dalam perundang-undangan sebelumnya, PP No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, konsep wakaf identik dengan tanah milik, maka dalam Undang-Undang Wakaf yang baru ini konsep wakaf mengandug dimensi yang sangat luas.

Ia mencakup harta tidak bergerak maupun yang bergerak, termasuk wakaf tunai yang penggunaannya sangat luas, tidak terbatas untuk pendirian tempat ibadah dan sosial keagamaan. Formulasi hukum yang demikian, jelas suatu perubahan yang sangat revolusioner dan jika dapat direalisasikan akan memiliki akibat yang berlipat ganda atau multiplier effect, terutama dalam kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi umat Islam.Namun usaha ke arah itu jelas bukan pekerjaan yang mudah. Umat Islam Indonesia selama ratusan tahun sudah terlanjur mengidentikkan wakaf dengan (dalam bentuk) tanah, dan benda bergerak yang sifatnya bendanya tahan lama.

Dengan demikian, UU No. 41 tahun 2004 diproyeksikan sebagai sarana rekayasa sosial (social engineering), melakukan perubahan-perubahan pemikiran, sikap dan perilaku umat Islam agar senafas dengan semangat UU tersebut. Salah satu regulasi baru dalam Undang-Undang Wakaf tersebut adalah Wakaf Tunai.Dasar Syariah Cash WaqafPengembangan wakaf dalam bentuk uang yang dikenal dengan cash wakaf atau wakaf tunai sudah dilakukan sejak lama. Bahkan dalam sejarah Islam, wakaf tunai sudah dipraktekkan sejak abad kedua Hijriyah. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Imam az Zuhri (wafat 124 H), salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al hadits, memberikan fatwanya untuk berwakaf dengan Dinar dan Dirham agar dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembangunan, dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam.

Cara yang dilakukan adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha (modal produktif) kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf. Kebolehan wakaf tunai juga dikemukakan oleh Mazhab Hanafi dan Maliki. Bahkan sebagian ulama Mazhab Syafi’iy juga membolehkan wakaf tunai sebagaimana yang disebut Al-Mawardy, ”Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam Syafi’iy tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham”. Pendapat inilah yang dikutip Komisi fatwa MUI (2002) dalam melegitimasi wakaf tunai. Di Indonesia saat ini, persoalan boleh tidaknya wakaf uang, sudah tidak ada masalah lagi. Hal itu diawali sejak dikeluarkannya fatwa MUI pada tanggal 11 Mei 2002.

Isi fatwa MUI tersebut sebagai berikut :
Wakaf uang (cash wakaf/ waqf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lenmbaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
Waqaf uang hukumnya jawaz (boleh)
Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’iy. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan.
Dengan diundangkannya UU No 41 Tahun 2004, kedudukan wakaf uang semakin jelas, tidak saja dari segi fiqh (hukum Islam), tetapi juga dari segi tata hukum nasional. Artinya, dengan diundangkannya UU tersebut maka wakaf tunai telah menjadi hukum positif, sehingga persoalan khilafiyah tentang wakaf tunai telah selesai.

Pemberdayaan Ekonomi UmatDi tilik dari tujuan dan kontribusi yang dapat diberikan oleh institusi wakaf uang , maka keberadaan wakaf uang di Indonesia menjadi sangat krusial. Setidaknya ada beberapa hal yang mengakibatkan pentingnya pemberdayaan wakaf di Indonesia1. Krisis ekonomi di akhir dekade 90-an yang menyisakan banyak permasalahan: jumlah penduduk miskin yang meningkat, ketergantungan akan hutang dan bantuan luar neger2. Kesenjangan yang tinggi antara penduduk kaya dengan penduduk miskin3. Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar, sehingga wakaf memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan4. Sejumlah bencana yang terjadi, mengakibatkan terjadinya defisit APBN, sehingga diperlukan kemandirian masyarakat dalam pengadaan publicgoods.

Meski demikian, bukan sesuatu yang mudah untuk dapat menyelesaikan sejumlah masalah dalam perekonomian nasional. Butuh keseriusan, komitmen dan juga kerja keras untuk dapat menyelesaikannya. Sebagai contoh, dari hasil simulasi yang dilakukan oleh Masyita, dkk dalam study mereka yang bertemakan “A Dynamic Model for Cash Waqf Management as One of The Alternative Instruments for the Poverty Alleviation in Indonesia” dinyatakan bahwa: Based on the study result above and various scenarios proposed, if the gathered fund through cash waqf certificate increase i.e. IDR 50 million in a day, it will take approximately 11000 days (30 years) to eliminate poverty and 21000 days (57 years) to increase quality of live for Indonesian population with the assumption the others constant.

Pengembangan wakaf tunai memiliki nilai ekonomi yang strategis. Dengan dikembangkannya wakaf tunai, maka akan didapat sejumlah keunggulan, di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi orang kaya atau tuan tanah terlebih dahulu, sehingga dengan program wakaf tunai akan memudahkan si pemberi wakaf atau wakif untuk melakukan ibadah wakaf.

Kedua, melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian.

Ketiga, dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam yang cash flow-nya kembang-kempis dan menggaji civitas akademika ala kadarnya.

Keempat, pada gilirannya, insya Allah, umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama semakin terbatas.

Kelima, dana waqaf tunai bisa memberdayakan usaha kecil yang masih dominan di negeri ini (99,9 % pengusaha di Indonesia adalah usaha kecil). Dana yang terkumpul dapat disalurkan kepada para pengusaha tersebut dan bagi hasilnya digunakan untuk kepentingan sosial, dsb.

Keenam, dana waqaf tunai dapat membantu perkembangan bank-bank syariah, khususnya BPR Syariah.

Keunggulan dana waqaf, selain bersifat abadi atau jangka panjang, dana waqaf adalah dana termurah yang seharusnya menjadi incaran bank-bank syariah. Dengan adanya lembaga yang concern dalam mengelola wakaf tunai, maka diharapkan kontribusi dalam mengatasi problem kemiskinan dan kebodohan yang mendera bangsa akan lebih signifikan. Apalagi sebagaimana yang telah dihitung oleh seorang ekonom, Mustafa E. Nasution, Ph.D, potensi wakaf tunai umat Islam di Indonesia saat ini bisa mencapai Rp 3 triliun setiap tahunnya.

Bahkan bisa jauh bisa lebih besar. Hal ini, dikarenakan, lingkup sasaran pemberi wakaf tunai (wakif) bisa menjadi sangat luas dibanding dengan wakaf biasa. Sertifikat Wakaf Tunai dapat dibuat dalam berbagai macam pecahan yang disesuaikan dengan segmen muslim yang dituju yang kira-kira memiliki kesadaran beramal tinggi. Misalkan Rp 10.000,-, Rp 25.000,- 50.000,-, Rp 100.000,- Rp 500.000,- Rp 1.000.000,- Rp 2.000.000.Jika jumlah umat Islam yang berwakaf 26 juta saja, maka bisa dihimpun dana lebih dari 22 triliun lebih.Untuk mengelola dan mengembangkan wakaf tunai dengan baik, dibutuhkan SDI yang amanah, profesional, berwawasan ekonomi, tekun dan penuh komitmen yang kuat. Oleh karena institusi wakaf tunai adalah perkara yang baru dalam gerakan wakaf di Indonesia, maka dibutuhkan sosialisasi yang terus menerus oleh para akademisi, ulama, praktisi ekonomi syariah, baik melalui seminar, training, ceramah maupun tulisan di media massa. Sekian Wallahu A’lam.
http://agustianto.niriah.com/2008/04/04/wakaf-tunai-dan-pemberdayaan-ekonomi-umat/

Wakaf Tunai

19 December 2007 | ISBIR

Wakaf merupakan salah satu sumber dana sosial potensial yang erat kaitannya dengan kesejahteraan umat disamping zakat, infaq dan shadaqah. Di Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama Islam masuk di Indonesia. Sebagai salah satu institusi keagamaan yang erat hubungannya dengan sosial ekonomi, wakaf telah banyak membantu pembangunan secara menyeluruh di Indonesia, baik dalam pembangunan sumber daya manusia maupun dalam pembangunan sumber daya sosial. Tak dapat dipungkiri, bahwa sebagian besar rumah ibadah, peguruan Islam dan lembaga-lembaga keagamaan Islam lainnya dibangun di atas tanah wakaf.

Dalam perekonomian modern dewasa ini, uang memainkan peranan penting dalam kegiatan ekonomi masyarakat suatu negara. Disamping berfungsi sebagai alat tukar dan standar nilai, uang juga merupakan modal utama bagi pertumbuhan perekonomian dan pembangunan. Bahkan dewasa ini nyaris tak satupun negara yang lepas dari kebutuhan uang dalam mendanai pembangunannya. Tapi ironisnya tidak sedikit pembangunan di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim masih didanai dari modal hutang. Indonesia termasuk diantara negara-negara yang pembangunannya masih didanai dari modal hutang yaitu dengan mengandalkan uang pinjaman dari lembaga keuangan internasional.

Dari apa yang dikemukakan di atas, diperoleh gambaran betapa pentingnya kedudukan wakaf dalam masyarakat muslim dan betapa besarnya peranan uang dalam perekonomian dewasa ini. Hanya saja potensi wakaf yang besar tersebut belum banyak didayagunakan secara maksimal oleh pengelola wakaf (nazhir). Padahal wakaf memiliki potensi yang sangat bagus untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat, terutama dengan konsep wakaf uang. Terlebih lagi di saat pemerintah tidak sanggup lagi menyejahterakan rakyatnya. Karena itu makalah ini dibuat untuk melihat sejauh mana wakaf uang mampu berperan sebagai alternatif menyejahterakan umat.

A. KONSEPSI WAKAF UANG
Bicara tentang wakaf umumnya orang mengaitkannya dengan tanah dan bangunan, seperti pesantren, masjid dan madrasah. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari kenyataan bahwa sebagian besar harta yang diwakafkan baru berkisar pada asset tetap, seperti tanah dan bangunan. Hal ini setidaknya diperkuat oleh kesimpulan dari sebuah kajian terhadap beberapa Yayasan Wakaf di Mesir, Suriah, Palestina, Turki, dan Anatoly Land, yang mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 1340-1947 bagian terbesar (93 %) dari harta wakaf terdiri dalam bentuk real estate, 7 % sisanya dalam berbagai bentuk harta wakaf. Di Indonesia, kenyataan serupa juga tampak jelas. Dari data tanah wakaf di seluruh Indonesia yang dimiliki Departemen Agama RI menunjukkan bahwa luas tanah wakaf sebanyak 1.566.672.406 M2 dan terletak pada 403.845 Lokasi.

Di beberapa Negara yang berpenduduk muslim obyek wakaf tidak lagi didominasi dan hanya terbatas pada asset tetap seperti tanah dan bangunan. Tapi telah berkembang pada asset tidak tetap seperti uang dan surat-surat berharga lainnya. Menurut catatan Murat Cizaka, saat ini wakaf dalam bentuk tunai telah diterima luas diberbagai negara Islam di Turki, Mesir, India, Pakistan, Singapura, Iran dan lainnya.

Berbicara wakaf uang (tunai) di era modern, tentunya tidak dapat dilepaskan dari peran Prof.Dr.M.A. Mannan dari Bangladesh yang telah mempopulerkan istilah sertipikat wakaf tunai (Cash Waqf Certificate) yaitu dengan mendirikan SIBL (Social Investment Bank Limited) yang berfungsi sebagai badan yang menggalang dana dari orang-orang kaya untuk dikelola dan keuntungan pengelolaan disalurkan kepada rakyat miskin yang membutuhkan.

Dilihat dari sudut ekonomi, Bangladesh nyaris sama dengan Indonesia yang tergolong dalam negara berpependuduk mayoritas miskin. Dalam kontek ini, yang muncul dalam pikiran kita ialah jika wakaf uang (tunai) dapat meringankan beban rakyat Bangladesh yang miskin, maka tentunya wakaf tunai juga dapat menyejahterakan masyarakat Indonesia. Terlebih lagi di saat pemerintah tidak sanggup lagi menyejahterakan rakya akibat besarnya beban hutang yang harus ditanggung dan telah berdampak pula pada ketidakmampuan pemerintah menyediakan lapangan kerja. Tapi ironisnya, di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, konsep wakaf uang (tunai) baru beberapa tahun terakhir ini mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan.

Pada tahun 2002 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan Fatwa tentang Wakaf Uang. Isi fatwa tersebut adalah :

1. Wakaf uang (cash wakaf/waqf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’iy.
5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Fatwa uang tersebut ditetapkan setelah memperhatikan :

1. Pendapat Imam Az-Zuhri bahwa mewakafkan dinar hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya disalurkan kepada mauquf’alaih.
2. Mutaqaddimin darai ulama mazhab hanafi yang membolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas dasar istihsan bil ‘urf.
3. Pendapat sebagian ulama mazhab Syafii : Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam Syafii tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang).

Apabila dilihat dari tata cara transaksi, maka wakaf uang dapat dipandang sebagai salah satu bentuk amal yang mirip dengan shadaqah. Hanya saja diantara keduanya terdapat perbedaan. Dalam shadaqah, baik asset maupun hasil manfaat yang diperoleh dari pengelolaannya, seluruh dipindah tangankan kepada yang berhak menerimanya. Sedangkan dalam wakaf, yang dipindahtangankan hanya hasil/manfaatnya, sedangkan assetnya tetap dipertahankan.

Kemudian, juga ada perbedaan antara wakaf dan hibah. Dalam hibah, assetnya dapat dipindahkantangankan dari seseorang kepada orang lain tanpa ada persyaratan. Sementara itu, dalam wakaf ada persyaratan bahwa penggunaannya ditentukan oleh Wakif.

Hukum wakaf uang telah menjadi perhatian para ahli hukum Islam. Beberapa sumber menyebutkan bahwa wakaf uang telah dipraktekkan oleh masyarakat yang menganut mazhab hanafi. Terdapat perbedaan pendapat mengenai wakaf uang. Imam Al-Bukhari mengungkapkan bahwa Imam Az-Zuhri berpendapat dinar dan dirham boleh diwakafkan. Caranya ialah dengan menjadikan dinar dan dirham sebagai modal usaha (dagang), kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf. Kemudian Wahbah Az-Zuhaili mengungkapkan bahwa mazhab hanafi membolehkan wakaf tunai atas dasar kebiasaan yang baik (istihsan bil ‘urf) yang telah dilakukan oleh masyarakat.

Mazhab Hanafi memang berpendapat bahwa hukum yang ditetapkan berdasarkan ‘urf (adat kebiasaan) mempunyai kekuatan yang sama dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan nash (teks). Menurut mazhab Hanafi, cara melakukan wakaf uang ialah dengan menjadikan modal usaha dengan cara mudharabah. Sedang keuntungannya disedekahkan kepada pihak wakaf.

Ibn Abidin mengemukakan bahwa wakaf tunai yang dikatakan merupakan kebiasaan yang berlaku di masyarakat adalah kebiasaan yang berlaku di wilayah Romawi, sedangkan di negeri lain wakaf tunai bukan merupakan kebiasaan. Karena itu, Ibn Abidin berpendapat bahwa wakaf tunai tidak boleh atau tidak sah. Menurut Al-Bakri bahwa mazhab Syafi’i tidak memboleh wakaf tunai, karena dirham dan dinar (uang) akan lenyap ketika dibayarkan sehingga tidak ada wujudnya.

Perbedaan pendapat tersebut berkisar pada wujud uang. Apakah wujud uang itu setelah digunakan atau dibayarkan, masih ada seperti semula, terpelihara dan dapat menghasilkan keuntungan lagi pada waktu yang lama. Namun kalau melihat perkembangan system perekonomian yang berkembang sekarang, sangat mungkin untuk melaksanakan wakaf tunai. Misalnya uang yang diwakafkan itu dijadikan modal usaha seperti pendapat mazhab Syafi’i. Atau diinvestasikan dalam wujud saham di perusahaan atau didepositokan di bank syari’ah. Wakaf uang. Wakaf uang yang diinvestasikan nilainya tetap terpelihara dan menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu yang lama.

B. URGENSI WAKAF UANG DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT
Sebagai salah satu institusi keagamaan yang erat hubungannya dengan sosial ekonomi, wakaf uang tidak hanya berfungsi ibadah tapi juga berfungsi sosial. Ia merupakan salah satu manifestasi iman dan rasa solidaritas antara sesama manusia. Oleh karenanya, wakaf adalah salah satu usaha untuk mewujudkan dan memelihara hubungan vertikal dengan Allah dan hubungan horizontal dengan sesama manusia. Dalam fungsinya sebagai ibadah ia diharapkan akan menjadi bekal bagi kehidupan si Wakif. Ia adalah suatu bentuk amal yang pahalanya akan terus menerus mengalir selama harta wakaf dimanfaatkan. Dalam fungsi sosial, wakaf uang merupakan asset yang amat bernilai dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Diantara urgensi wakaf uang berikut :

1. Urgensi terhadap Wakif
Urgensi wakaf uang bagi Wakif adalah seorang Wakif tidak lagi memerlukan jumlah uang yang besar yang dibelikan tanah atau bangunan untuk diwakafkan. Karena wakaf uang jumlahnya bisa lebih bervariasi, sehingga orang yang memiliki uang terbatas sudah dapat beramal dengan mengeluarkan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi orang kaya. Hal tersebut tentunya akan mendorong masyarakat untuk berwakaf sesuai dengan penghasilan yang dimiliki, dan akan berakibat pada perluasan jumlah Wakif.

2. Urgensi terhadap Lembaga Keuangan Syari’ah
Urgensi wakaf uang bagi Lembaga Keuangan Syari’ah ialah jika uang wakaf yang terhimpun tersebut dikelola oleh Lembaga Keuangan Syari’ah, maka hal tersebut tentunya akan berdampak positif bagi pengembangan Lembaga Keuangan Syari’ah yaitu akan menambah modal dan perolehan penghasilan Lembaga Keuangan Syari’ah.

3. Urgensi terhadap Kegiatan Ekonomi Makro
a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
Diantara bahan dasar utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan adalah adanya tingkat tabungan dan investasi. Wakaf uang yang digunakan untuk investasi bisnis akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara, yaitu dengan mentranformasikan tabungan masyarakat menjadi modal investasi. Jika potensi dana wakaf dapat dihimpun dan dikembangkan secara profesional dan tanggung jawab, maka tidak diragukan lagi potensi tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

b. Pemerataan pertumbuhan ekonomi.
Sebagai salah satu institusi keagamaan yang erat hubungan dengan sosial ekonomi yang tidak melihat lintas waktu, wakaf uang ternyata tidak hanya sekedar mentransfortasikan tabungan masyarakat menjadi modal investasi, tapi manfaat wakaf uang dapat juga menjadi salah satu sarana meratakan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Apabila dana wakaf yang cukup besar tersebut dapat dikelola dan didayagunakan dengan optimal akan menumbuhkan pemerataan pertumbuhan ekonomi di kalangan masyarakat kelas bawah. Dapar kita bayangkan berapa banyak orang yang hidup dibawah garis kemiskinan dapat terangkat status sosialnya dan merasakan manfaat dana tersebut. Sekian ribu anak yatim bisa disantuni, sekian puluh lembaga pendidikan dasar dapat dibangun, sekian balai kesehatan bisa didirikan, sekian petani dan pengusaha kecil bisa dimodali.

c. Stabilitas politik dan ekonomi
Apa urgensi wakaf uang terhadap stabilitas politik dan ekonomi ? Investasi dana wakaf melalui sektor riil akan dapat mengarahkan pada keseimbangan antara uang wakaf yang terhimpun dan sektor riil yang membutuhkan dana untuk menghasilkan barang. Jika diinvestasikan melalui perbankan dengan system bagi hasil, maka gejolak ekonomi akibat fluktuasi tingkat bunga yang berlebihan dapat diantisipasi. Kemudian hasil dari pengelolaan dana wakaf juga dapat menjaga stabilitas politik jika terjadi instabilitas akibat ketidakmampuan pemerintah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang merata.

Dengan pertumbuhan itu, taraf kehidupan masyarakat meningkat, pendapatan ekonomi masyarakat yang lebih tinggi, tersedianya lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan sarana pendidikan yang baik dan lain-lain. Bagi pemerintah juga mengurangi beban dan menambah defisa negara.

4. Pemberdayaan Ekonomi Umat
Dalam literatur tercatat, bahwa cara yang banyak digunakan dalam mengembangkan harta wakaf ialah dengan jalan mempersewakannya. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa kebanyakan harta wakaf dalam bentuk harta tetap, seperti lahan pertanian dan bangunan.

Dewasa ini terbuka kesempatan untuk berwakaf dalam bentuk uang. Tapi persoalannya, bagaimana memanfaatkan dana wakaf yang terhimpun ? Menurut Muhammmad Abdullah al-Anshori, “ Uang Wakaf akan bermanfaat jika ia digunakan, untuk itu dana wakaf perlu diinvestasikan dan hasilnya dishadaqahkan”.

Muncul dan berkembangnya lembaga-lembaga keunagan syari’ah dengan prinsip kerja sama bagi hasil, prinsip jual beli, dan prinsip sewa menyewa. Maka semakin mempermudah pengelola wakaf ( nazhir ) selaku manajemen investasi untuk menginvestasikan dana wakaf yang terhimpun sesuai dengan perinsip-perinsip syariat Islam. Adapun diantara bentuk-bentuk investasi yang dapat dilakukan oleh pengelola wakaf (nazhir) :

a. Investasi Mudharabah

Investasi mudharabah merupakan salah satu alternatif yang ditawarkan oleh produk keuangan syariah guna mengembangkan dana wakaf. Salah satu contoh yang dapat dilakukan oleh pengelola wakaf dengan system ini ialah membangkitkan sektor usaha kecil dan menengah dengan memberikan modal usaha kepada petani gurem, para nelayan, pedagang kecil dan menengah (UKM).

b. Investasi Musyarakah

Investasi Musyarakah ini hampir sama dengan investasi mudharabah. Hanya saja pada investasi musyarakah ini risiko yang ditanggung oleh pengelola wakaf lebih sedikit, oleh karena modal ditanggung secara bersama oleh dua pemilik modal atau lebih. Investasi ini memberikan peluang bagi pengelola wakaf untuk menyertakan modalnya pada sektor usaha kecil menengah yang dianggap memeliki kelayakan usaha namun kekurangan modal untuk mengembangkan usahanya.

c. Investasi Ijarah

Salah satu contoh yang dapat dilakukan dengan system investasi ijarah (sewa) ialah mendayagunakan tanah wakaf yang ada. Dalam hal ini pengelola wakaf menyediakan dana untuk mendirikan bangunan di atas tanah wakaf. Kemudian pengelola wakaf menyewakan bangunan tersebut hingga dapat menutup modal pokok dan mengambil keuntungan.

d. Investasi Murabahah

Dalam investasi murabahah, pengelola wakaf diharuskan berperan sebagai enterpreneur (pengusaha) yang membeli peralatan dan material yang diperlukan melalui suatu kontrak murabahah. Adapun keuntungan dari investasi ini adalah pengelola wakaf dapat mengambil keuntungan dari selisih harga pembelian dan penjualan. Manfaat dari investasi ini ialah pengelola wakaf dapat membantu pengusaha-pengusaha kecil yang membutuhkan alat-alat produksi, misalnya tukang jahit yang memerlukanan mesin jahit

Untuk menjaga kesalahan investasi dan kelangsungan dana umat yang terhimpun, maka sebelum melakukan investasi, pengelola wakaf (Nazhir) selaku manajemen investasi, hendaknya mempertimbangkan terlebih dahulu keamanan dan tingkat profitabilitas usaha guna mengantisipasi adanya resiko kerugian yang akan mengancam kesinambungan harta wakaf, yaitu dengan melakukan analisa kelayakan investasi dan market survey untuk memastikan jaminan pasar dari out put produk investasi.

C. PELAKSANAAN WAKAF UANG
Dalam Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disebutkan bahwa Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri. Wakaf benda bergerak berupa uang dilaksanakan oleh Wakif dengan pernyataan kehendak wakif yang dilakukan secara tertulis. Wakaf benda bergerak beruapa uang diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang. Sertifikat wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.

Dalam penjelasanUndang-undang tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang keuangan syariah. Pernyataan kehendak Wakif secara tertulis dilakukan kepada Lembaga Keuangan Syariah.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disebutkan :

1. Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.

2. Dalam hal uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, maka harus dikonversi

terlebih dahulu ke dalam rupiah.

3. Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk :

a. hadir di Lembaga Keuangan Syariah Penerima wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan

kehendak wakaf uangnya.

b. Menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan.

c. Menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU.

d. Mengisi formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai akta ikrar wakaf.

4. Dalam hal wakif tidak dapat hadir, maka Wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya.

5. Wakif dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada Nazhir di hadapan PPAIW

yang selanjutnya Nazhir menyerahkan akta ikrar wakaf tersebut kepada LKS.

6. Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui LSK yang ditunjuk oleh Menteri

sebagai LKS Penerima Uang Wakaf (LKS-PWU).

7. LKS yang ditunjuk oleh Menteri atas dasar saran dan Pertimbangan dari BWI.

8. BWI memberikan saran dan pertimbangan setelah mempertimbangkan saran instansi terkait.

9. Saran dan pertimbangan dapat diberikan kepada LKS-PWU yang memenuhi persyaratan sebagai

berikut :

a. Menyampaikan permohonan secara tertulis kepada menteri.

b. Melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum.

c. Memiliki kantor operasional di wilayah Republik Indonesia.

d. Bergerak di bidang keuangan syariah.

e. Memiliki fungsi menerima titipan (wadi’ah).

10. BWI wajib memberikan pertimbangan kepada Menteri palaing lambat 30 (tiga puluh) hari kerja

setelah LKS memenuhi persyaratan.

11. Setelah menerima saran dan pertimbangan BWI, Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari kerja menunjuk

LKS atau menolak.

12. LKS Penerima Wakaf Uang bertugas :

a. mengumumkan kepada public atas keberadaannya sebagai LKs Penerima Wakaf Uang.

b. menyediakan blangko Sertifikat Wakaf Uang.

c. menerima secara tunai wakaf uang dari Wakif atas nama Nazhir.

d. menempatkan uang wakaf ke dalam rekening titipan (wadi’ah) atas nama Nazhir yang

ditunjuk Wakif.

e. menerima pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan secara tertulis dalam formulir

pernyataan kehendak Wakif.

f. menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang serta menyerahkan sertifikat tersebut kepada Wakif

dan menyerahkan tembusan sertifikat kepada Nazhir yang ditunjuk Wakif.

g. mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri atas nama Nazhir.

13. Sertifikat Wakaf Uang sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai :

a. nama LKS Penerima Wakaf Uang.

b. nama Wakif.

c. alamat Wakif.

d. jumlah wakaf uang.

e. peruntukan wakaf.

f. jangka waktu wakaf.

g. nama Nazhir yang dipilih.

h. tempat dan tanggal penertbitan Sertifikat Wakaf Uang.

14. Dalam hal Wakif berkehendak melakukan perbuatan hukum wakaf uang untuk jangka waktu tertentu maka pada saat jangka waktu tersebut berakhir, Nazhir wajib mengembalikan jumlah pokok wakaf uang kepada wakif atau ahli waris/penerus haknya melalui LKS Penerima Wakaf Uang.

E. PENUTUP
Pengelolaan wakaf uang secara optimal dan profesional akan memiliki arti strategis dalam rangka memberdayakan ekonomi umat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Semoga !!!.
http://bimasislam.depag.go.id/?id=86&klik=1&mod=article&op=detail

Wakaf Tunai dalam Hukum Indonesia

Oleh: Suhrawardi K Lubis*

SUBSTANSI wakaf tunai telah lama muncul. Bahkan dalam kajian fiqh klasik sekalipun persoalan ini telah diperbincangkan, yaitu seiring dengan munculnya ide revitalisasi fiqh mu’amalah dalam perspektif maqashid as syariah (filosofi dan tujuan syariat) yang dalam pandangan Umar Chapra (1992) bermuara pada al mashlahah al mursalah (kemaslahatan umum) termasuk upaya mewujudkan kesejahteraan sosial melalui keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan.

Di Indonesia, wakaf telah menjadi bagian praktek keberagaman semenjak agama Islam datang ke wilayah nusantara, dan terus berkembang seiring dengan perkembangan Islam di Indonesia.

Di kalangan umat Islam, wakaf yang sangat populer masih terbatas pada benda tetap berupa tanah dan bangunan yang diperuntukkan untuk tanah pekuburan, tempat ibadah dan pendidikan. Baru beberapa tahun belakangan ini dikenal adanya wakaf yang berbentuk tunai/uang (cash) dan wakaf atas benda bergerak yang manfaatnya untuk kepentingan keagamaan, pendidikan, penelitian, perkhidmatan sosial, membantu ekonomi lemah dan lain-lain.

Wacana wakaf uang/tunai ini mendapat respon positif dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah pada tahun 2001 Prof. M.A Manan, ketua Social Investment Bank Ltd (SIBL) memberikan seminar di Indonesia mengenai wakaf uang. Akhirnya tanggal 11 Mei 2002 MUI mengeluarkan fatwa tentang diperbolehkannya wakaf uang (waqf al-nuqud), dengan syarat nilai pokok wakaf harus dijamin kelestariannya.

Perbincangan dan fatwa MUI ini disikapi beragam oleh masyarakat, di antaranya Bank Muamalat Indonesia (BMI) meluncurkan produk yang dinamakan dengan Sertifikat Wakaf Tunai, yaitu dengan cara menyetor sejumlah uang ke pihak BMI, seterusnya BMI mengeluarkan Sertifikat Wakaf Tunai kepada pewakaf. Uang wakaf tersebut diinvestasikan oleh pihak Bank, dan hasil investasinya digunakan sesuai tujuan wakaf oleh si pewakaf.

Perjuangan untuk membuat payung hukum kegiatan wakaf dalam bentuk Undang-Undang terus digalakkan oleh berbgai kalangan. Akhirnya, pihak Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.

Peraturan perundang-undang tersebut antara lain mengatur bentuk benda wakaf, yaitu benda tetap, dan benda tidak tetap dan uang. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan yang terdapat dalam Pasal 28 s/d 31 UU No 41 Tahun 2004 dan Pasal 22 s/d 27 PP No 42 Tahun 2006.

Wakaf benda tidak tetap antara lain berupa uang, dilakukan oleh wakif melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang ditunjuk oleh menteri. (Pasal 28 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004). Wakaf atas benda tidak tetap berupa uang ini dilaksanakan oleh wakif secara tertulis kepada Lembaga Keuangan Syariah (LKS), kemudian oleh LKS diterbitkan sertifikat wakaf tunai/uang, selanjutnya sertifikat wakaf uang yang telah diterbitkan itu oleh LKS disampaikan kepada wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf (Pasal 29 UU No. 41/2004). Kemudian Lembaga Keuangan Syariah atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang tersebut kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya sertifikat wakaf uang. (Pasal 30 UU No. 41/2004).

Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 ditegaskan bahwa wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah, jika uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing seperti Rial, Dolar, Euro, Ringgit Malaysia dan sebagainya, dikonversi terlebih dahulu ke dalam mata uang rupiah. (Pasal 22 PP No. 42/2006).

Bagi seorang wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk:

a. Hadir di Lembaga Keungan Syariah Penerima wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya;

b. Menjelaskan kepemilikan dan asal usul uang yang akan diwakafkan;

c. Menyetor secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU;

d. Mengisi form pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai akta ikrar wakaf (AIW). (Pasal 22 ayat 3 PP No. 42/2006)

Dalam hal wakif tidak dapat hadir ke LKS-PWU maka wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya, dan wakil dari wakif tersebut dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada nazir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dan seterusnya nazir menyerahkan akta ikrar wakaf (AIW) tersebut kepada LKS-PWU. (Pasal 22 ayat 4 dan 5 PP No. 42/2006)

Beberapa pasal ketentuan Perundang-undangan di atas memperlihatkan secara tegas bahwa wakaf tunai/wakaf uang diakui keberadaannya dalam hukum positif di Indonesia.

Di samping itu, dalam Undang-undang wakaf juga diperintahkan pembentukan Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang bertugas memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional, badan ini merupakan lembaga yang independen. Menurut UU Wakaf keanggotaan BWI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Sedangkan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dilakukan oleh lembaga audit independen dan disampaikan kepada Menteri serta diumukan kepada masyarakat luas.

Namun sayang, tiga tahun lebih sudah berlalu dan entah karena alasan apa, sampai hari ini badan tersebut belum juga dibentuk oleh Pemerintah, padahal keberadaan lembaga tersebut merupakan tuntutan UU Nomor 21/2004.

Tentunya umat Islam di seluruh Indonesia berharap, kiranya badan ini segera dapat dibentuk dalam waktu yang tidak terlalu lama agar persoalan perwakafan di Indonesia dapat dikelola secara produktif dan profesional, dan pada gilirannya hasil pengelolaan wakaf tentunya akan dapat membantu pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Semoga!.

*Pengajar UMSU, Pengelola Gerakan Wakaf Tunai PW.Muhammadiyah SU dan Peserta Program PhD USM Pulau Pinang-Malaysia, bidang kajian Pengurusan Pembangunan beteraskan Islam. E-mail: suhrawardilubis@yahoo.com, http://suhrawardilubis.multiply.com

Wakaf Tunai Bantu Sektor Riil

INILAH.COM, Jakarta – Sebagai wakaf produktif, wakaf tunai memiliki banyak kelebihan di era modern ini. Wakaf tunai bisa menjadi alternatif pembiayaan investasi di sektor riil yang sedang dibutuhkan di Indonesia saat ini.

Mustafa Edwin Nasution, Wakil Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia (BWI) mengatakan wakaf tunai memiliki instrumen mobilisasi dana yang bervariasi. Selain itu dapat memperluas basis sumber dana secara signifikan karena nominalnya jauh lebih rendah dan bervariasi dibandingkan wakaf aset fisik seperti tanah dan gedung.

Wakaf tunai mudah dikelola dan dikembangkan menjadi wakaf produktif karena memiliki banyak alternatif penempatan investasi, baik di portofolio keuangan domestik ataupun global.

“Penempatan lainnya adalah portofolio keuangan mikro, maupun portofolio investasi di sektor riil,” katanya dalam Seminar ’Mengembangkan Wakaf Produktif untuk Membangun Kesejahteraan dan Peradaban’ di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (6/8).

Wakaf tunai yang berlaku sekarang ini antara lain sertifikat wakaf tunai, wakaf investasi, gabungan produk investasi dan wakaf, sertifikat deposito wakaf tunai, dan wakaf saham (incorporated cash waqf). Juga ada wakaf produk Islamic Development Bank (IDB) untuk pembangunan infrastruktur, yakni awqaf properties investment fund (APIF).

Mengenai wakaf uang di Indonesia, Dr Uswatun Hasanah, Ketua Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Badan Wakaf Indonesia mengatakan, pada saat ini sudah tidak ada masalah lagi dengan wakaf bentuk ini.

Menurutnya, pada 11 Mei 2002 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa tentang wakaf uang. Isinya “Wakaf uang (Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai; wakaf uang termasuk juga ke dalam pengertian surat-surat berharga; Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)”.

Wakaf uang juga hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i. Sementara nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, atau diwariskan.

“Wakaf uang ini penting untuk dikembangkan di Indonesia di saat kondisi perekonomian yang kian memburuk. Wakaf uang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial yang terjadi di Indonesia,” katanya.

Selama ini di Indonesia wakaf hanya dilakukan melalui tanah atau gedung. Data Departemen Agama RI, mencatat kesadaran umat Islam di Indonesia untuk memberikan tanah wakaf cukup tinggi. Sampai Oktober 2007, jumlah seluruh tanah wakaf di Indonesia sebanyak 366.595 lokasi dengan luas 2,7 miliar meter persegi.

Edwin kembali memaparkan, dalam wakaf APIF yang dibentuk pada 2001 silam, skema yang digunakan adalah mudharabah (bagi hasil), dengan IDB sebagai pihak mudharib (sebagai subjek bagi hasil). APIF bertujuan membiayai aset-aset wakaf yang layak secara sosial, ekonomi dan finansial, di negara anggota dan komunitas muslim di negara non-anggota.

“Modal dasar APIF US$ 57 juta, terbagi ke dalam 5.700 sertifikat ’A’ dengan par value US$ 10 ribu,” terangnya. Distribusi keuntungannya adalah 10% untuk mudharib fees, 0-20% untuk general reserve dan 70-90% dibagikan sebagai dividen.

Mudharib (IDB) menerapkan ukuran-ukuran investasi yang sangat hati-hati, seperti jaminan pemerintah, jaminan bank bereputasi tinggi, dan jaminan asuransi pembiayaan. “Untuk berjaga-jaga dari konsentrasi risiko, APIF melakukan diversifikasi portofolio pembiayaan dengan menetapkan pagu untuk setiap negara dan penerima,” katanya. [E1/I4]
http://www.inilah.com/berita/2008/08/07/42453/wakaf-tunai-bantu-sektor-riil/

Tulisan Popular Wakaf, Ekonomi dan Bisnis

  110 halaman, Kertas Bookpaper, Ukuran 14,8 cm x 21 cm,   ISBN 978-623-6121-22-1.  Penerbit : Pustaka Learning Center, Malang, Februari 202...