Sabtu, 19 Desember 2009

Karakter Politik Zakat


Irfan Syauqi Beik
(Dosen FEM-IPB)

Perkembangan zakat semakin menunjukkan arah yang menggembirakan. Keputusan Komisi VIII DPR baru-baru ini untuk menjadikan Badan Amil Zakat Nasional sebagai mitra resmi komisi tersebut, menjadikan ruang politik bagi dukungan terhadap pengembangan zakat menjadi semakin besar. Apalagi, hal itu didukung oleh janji komisi tersebut yang akan menuntaskan amandemen UU Zakat pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010. Sejumlah isu-isu strategis, seperti struktur kelembagaan zakat masa depan dan kebijakan zakat pengurang pajak, diharapkan dapat diselesaikan selambat-lambatnya tahun depan.

Dukungan politik yang lebih besar ini diharapkan dapat dioptimalkan oleh Baznas dan para stakeholder zakat lainnya, termasuk BAZ/LAZ yang ada, sehingga peran zakat dalam pembangunan masyarakat dapat meningkat secara signifikan, terutama dalam mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Apalagi, jika menilik kondisi saat ini di mana kemiskinan tetap menjadi salah satu problematika utama yang harus diatasi oleh bangsa Indonesia, meskipun tren kemiskinan menurut pemerintah dan BPS terus menurun dalam 3 tahun terakhir.

Memasuki Ranah Negara
Masuknya zakat ke dalam ruang politik yang lebih besar sesungguhnya telah menjadi sebuah kebutuhan. Selama ini zakat lebih banyak bermain pada ranah sosial kemasyarakatan laiknya dunia LSM. Pada tahap awal perkembangan zakat, hal tersebut dapat dipahami, mengingat inisiator yang menggerakkan dunia perzakatan selama ini adalah masyarakat. Harus diingat bahwa sejarah perzakatan di Indonesia sedikit berbeda bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Dunia zakat modern di tanah air lebih banyak diinisiasi oleh masyarakat sehingga pendekatannya lebih pada bottom-up approach, berbeda dengan Malaysia, Brunei, atau Timteng yang pada umumnya lebih menggunakan pendekatan top-down. Persoalannya sekarang, seberapa lama pendekatan bottom-up ini, jika tidak disertai pendekatan top-down, akan berhasil men-trigger peran zakat yang lebih besar dan monumental?

Jika mengamati perkembangan zakat selama dua dekade terakhir, di mana era 1990-an merupakan tonggak awal modernisasi zakat, baik dari sisi manajemennya maupun dari sisi perluasan cakupan harta objek zakat, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perjalanan zakat masih belum optimal. Meski pertumbuhan penghimpunan zakat maupun program pendayagunaan zakat sangat luar biasa, terutama dalam 5 tahun terakhir, namun ternyata semua hal tersebut belum mampu mendongkrak peran zakat yang lebih besar lagi terhadap bangsa dan negara. Apalagi menjadikannya sebagai bagian integral dari kebijakan ekonomi negara.

Bahkan dalam forum National Summit yang dilaksanakan pada 29-31 Oktober 2009 lalu, isu zakat sama sekali tidak dibahas. Begitu pula dalam program 100 hari pemerintah yang akan dijadikan sebagai acuan kebijakan pemerintah hingga 2014. Menurut penulis, ada beberapa kemungkinan mengapa pemerintah tidak memasukkan isu zakat dan juga isu ekonomi syariah lainnya. Pertama, kesadaran para pengambil kebijakan untuk mengikutsertakan zakat sebagai bagian integral kebijakan ekonomi negara masih sangat rendah. Kedua, zakat masih dianggap belum terlalu penting untuk dimasukkan sebagai bagian dari kebijakan utama ekonomi nasional.

Ketiga, sebagian penguasa melihat zakat dan instrumen ekonomi syariah lainnya masih dari perspektif ideologis religius semata, sehingga dianggap berpotensi mengancam prinsip kebhinekaan bangsa Indonesia, sebagaimana yang pernah terjadi dalam pembahasan RUU SBSN dan Perbankan Syariah pada 2008 lalu di mana sekelompok kecil politisi menolak kedua RUU tersebut karena dianggap bertentangan dengan kemajemukan bangsa.

Tentu saja, penulis berharap bahwa yang menjadi alasan utamanya adalah pada poin kemungkinan pertama. Artinya, kondisi ini lebih disebabkan oleh kurangnya kesadaran elite penguasa untuk mengintegrasikan zakat ke dalam kebijakan ekonomi nasional sehingga ruang yang diberikan kepada zakat saat ini masih sangat sempit. Untuk itu, komunikasi dan sosialisasi kepada elite penguasa harus terus-menerus ditingkatkan.

Politik Zakat
Memang jika melihat sejarah Islam, jatuh bangunnya pengelolaan zakat sangat dipengaruhi oleh kondisi dan keputusan politik penguasa. Sebagai salah satu rukun Islam, kewajiban berzakat bersifat kekal abadi. Sehingga, aspek ritualitas zakat akan selalu terjaga oleh perintah Alquran dan Sunah yang bersifat mutlak, pasti, dan tidak dapat diubah.

Namun yang sering terlupakan, bahkan oleh umat Islam sendiri, adalah karakter politik zakat. Karakter politik inilah yang kemudian menjadikan instrumen zakat sebagai bagian fundamental dari sistem keuangan publik Islam. Zakat, bersama-sama dengan berbagai jenis pajak lainnya, telah menghiasi kebijakan perekonomian dunia Islam selama berabad-abad. Sehingga, dimensi ibadah al-maaliyah al-ijtimai'yyah zakat dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan masyarakat benar-benar dapat diwujudkan. Untuk menjaga karakter politik zakat tersebut, peran penguasa menjadi sangat mutlak. Jika karakter politik zakat ini tercerabut, zakat hanya akan menjadi ritual ibadah mahdlah yang bersifat pribadi semata, yang pelaksanannya diserahkan pada setiap individu. Karena itu, kesadaran akan karakter politik zakat inilah yang membuat khalifah Abu Bakar RA mendeklarasikan perang terhadap beberapa suku Badui yang tidak mau membayar zakat kepada pemerintah pascawafatnya Rasulullah SAW.

Menurut Ugi Suharto (2009), jika saja Abu Bakar tidak memerangi para pengemplang zakat tersebut, hal itu akan menimbulkan persepsi di kalangan umat dan penguasa sesudahnya bahwa zakat tidak perlu dibayarkan kepada negara (lembaga amil). Dengan demikian, Abu Bakar telah menyelamatkan tidak hanya struktur keuangan negara, tetapi juga keseluruhan struktur Islam, karena zakat adalah pilar ketiga rukun Islam yang sangat penting.

Langkah Solusi
Mengingat pentingnya instrumen zakat, baik dari sisi ibadah mahdlah maupun dari sisi muamalahnya, sudah sewajarnya jika kita mencoba membangun kekuatan politik zakat yang kuat di negeri ini. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan. Pertama, menjadikan amandemen UU zakat sebagai pintu masuk integrasi ke dalam kebijakan ekonomi negara secara lebih mendalam.

Kedua, Baznas harus bisa memanfaatkan posisinya sebagai mitra resmi DPR maupun sebagai institusi yang juga berada di bawah pemerintah dalam mempercepat proses integrasi zakat dalam kebijakan nasional. Ketiga, perlu peningkatan peran FOZ sebagai kelompok lobi sekaligus sparing partner pemerintah dan DPR yang lebih efektif. Komunikasi dengan parpol juga harus secara intensif dilakukan. Keempat, peran kampus sebagai pusat riset zakat perlu ditingkatkan. Ini sangat penting di dalam menyuplai data dan argumentasi akademik yang akan memperkuat kinerja zakat nasional. Dan yang kelima, sosialisasi secara intensif kepada seluruh komponen masyarakat harus terus-menerus dilakukan. Insya Allah melalui proses yang berkesinambungan ini, maka peran zakat sebagai institusi politik dan ekonomi umat dan bangsa akan semakin kuat. Wallahu'alam.

Irfan Syauqi Beik

Jumat, 21 Agustus 2009

RAMADHAN : MOMENTUM HIJRAH KE EKONOMI SYARI’AH


Drs.Agustianto,MA
Sekjen DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Dosen Ekonomi Syariah Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta, Dosen Ekonomi Islam S2 Trisakti,Program pascasarjana Universitas Paramadina dan Pascasarjana UI Az-Zahra.

Pendahuluan
Substansi puasa adalah pengendalian diri serta menghindarkan diri dari segala prilaku tercela. Dengan demikian ibadah puasa bukan saja menahan makan, minum dan berhubungan seks, tetapi juga menahan diri dari segala sesuatu yang diharamkan, seperti ghibah (menggunjing), berdusta, berjudi, korupsi dan termasuk riba (bunga bank).
Selama bulan Ramadhan, prilaku yang halal saja ada yang dilarang dilakukan, seperti makan, minum dan berhubungan suami-istri, apalagi perilaku yang haram dan syubhat, jelas semakin dilarang dan harus ditinggalkan.
Dengan demikian, seorang yang benar-benar berpuasa, akan berusaha meninggalkan segala yang diharamkan, seperti riba, judi, korupsi, menerima suap, berbohong, mubazzir, berbisnis dengan system gharar (asuransi konvensional), dsb. Termasuk dalam kategori riba antara lain berbisnis di bursa berjangka, spekulasi valas dan segala macam transaksi derivative spekulatif, praktek margin trading di pasar modal.
Orang yang berpuasa secara benar pasti terpanggil untuk melaksanakan ajaran syariahnya, termasuk dalam kegiatan perekonomian. Salah satu bentuk aktivitas perekonomian yang sangat penting adalah transaksi perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
Di zaman modern ini, seluruh pakar ekonomi Islam se-dunia telah sepakat (ijma’) menyatakan keharaman segala macam bentuk bunga (interest). Seluruh pakar ekonomi islam sedunia, sepakat secata mutlak bahwa bunga bank yang banyak dipraktekkan saat ini termasuk kepada riba, bahkan menurut mereka, bunga bank yang ada sekarang lebih zalim daripada riba jahiliyah. (lihat juga fatwa MUI, 2003). Lebih tiga ratusan ulama (ahli ekonomi Islam) terkemuka sedunia, sejak tahun 1973 telah menyepakati keharaman bunga bank. Lebih dari 30-an kali konferensi, seminar dan simposium internasional yang telah digelar, menyepakati kepastian haramnya bunga bank, karena sistem ini telah membawa mudharat yang besar bagi perekonomian dunia dan negara-negara yang menjadi korban sistem ribawi. Keburukan sistem bunga yang demikian telah begitu nyata, sehingga tidak ada celah sedikitpun untuk membolehkannya. Keyakinan para ulama semakin mantap dan pasti tentang keharaman bunga bank. (Kajian ilmiah dan komprehensif tentang keharaman bunga bank diuraikan pada tulisan-tulisan yang lain, karena rubrik ini spacenya terbatas)
Sebagai solusi atas eliminasi riba dalam perekonomian, para pakar ekonomi Islam merumuskan konsep lembaga-lembaga keuangan bebas riba. Hasilnya sangat luar biasa. Dalam tempo sekitar 30 tahun, lembaga perbankan Islam misalnya telah berkembang di 75 negara dengan pertumbuhan yang fantastis, 15 % pertahun. Kini seluruh asset bank syariah diperkirakan mencapai 1 trilun dolar US.
Dulu ada pendapat bunga bank boleh dengan alasan darurat. Sekarang alasan darurat telah hilang, sebab bank Islam tanpa bunga telah hadir di hadapan kita, yakni bank-bank syariah dan LKS lainnya.
Saat ini, di tengah umat Islam telah berdiri bank-bank syariah dan lembaga keuangan syariah (LKS) lainnya, maka menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk mengamalkan ajaran syari’ah Islam dan meninggalkan riba yang diharamkan.
Orang yang berpuasa secara benar, pasti terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi kapitalis yang ribawi kepada sistem perbankan syari’ah Islam, yang bebas bunga. Momentum Ramadhan harus dimanfaatkan kaum muslimin untuk meninggalkan perilaku yang diharamkan Allah menuju sistem yang syari’ah yang diciptakannya.
Riba adalah salah satu dosa terbesar dalam Islam. Sangat banyak hadits Nabi Saw yang mengutuk pelaku riba tersebut. Sebuah hadits riwayat Bukhari Muslim meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Tinggalkanlah tujuh perkara yang membinasakan. Para sahabat bertanya, “Apakah itu ya Rasul?. Beliau menjawab, syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa orang yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri ketika peperangan berkecamuk, menuduh wanita suci berzina”. (HR..dari Abu Hurairah).

Dalam hadits riwayat muslim bahwa Jabir berkata, “Rasulullah melaknat dan mengutuk orang memakan riba (kreditur) dan orang yang memberi makan orang lain dengan riba (debitur). Rasul juga mengutuk pegawai yang mencatat transaksi riba dan saksi-saksinya. Nabi SAW bersabda, “Mereka semuanya sama”.

Selanjutnya, Abbdullah bin Mas’ud memberitakan bahwa Nabi SAW bersabda, “Riba itu mempunyai tujuh puluh tiga pintu, sedang yang paling ringan ialah seorang yang menzinai ibunya sendiri”. (HR.Ibnu Majah dan Hakim).

Dalam hadits lain Nabi barsabda, “Empat golongan yang tidak dimasukkan ke dalam syorga dan tidak merasakan nikmatnya, yang menjadi hak prerogatif Allah, Pertama, peminum kahamar,Kedua pemakan riba, Ketiga, pemakan harta anak yatim dan keempat, durhaka kepada orang tuanya”.(H.R. Hakim).

Abdullah bin Hanzalah, meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, Satu dirham riba yang diambil seseorang, maka dosanya di sisi Allah lebih besar dari tiga puluh enam kali berzina yang dilakukannnya dalam islam”.(H.R. Darul Quthny)

Diriwayatkan oleh Anas bahwa Rasulullah SAW telah berkhutbah dan menyebut perkara riba dengan bersabda,”Sesungguhnya satu dirham yang diperoleh seseorang dari riba, lebih besar dosanya di sisi Allah dari tiga puluh enam kali berzina. Dan sesungguhnya sebesar-besar riba ialah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (H.R. Baihaqi dan Ibnu Abu Dunya).

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila zina dan riba telah merajalela dalam suatu negeri, maka sesunggguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah diturunkan kepada mereka”.(H.R. Hakim)

Hijrah ke ekonomi syariah
Demikian besarnya dosa bunga bank (riba), maka menjadi kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar bagi orang-orang yang beriman untuk segera hijrah ke sistem ekonomi syari’ah. Dalam bidang perbankan, kita telah memiliki sistem perbankan Islami yang dijalankan berdasarkan prinsip syari’ah Islam.
Dalam proses hijrah ini, banyak hambatan yang kita dihadapi, antara lain adanya pandangan dangkal orang awam yang tidak mengerti ekonomi dan perbankan Islam. Mereka menganggap bahwa Bank Islam sama saja dengan perbankan konvensional. Padahal dalam penelitian ilmiah, khususnya dari ilmu ekonomi makro dan moneter, bank Islam memiliki puluhan keunggulan yanag tidak dimiliki bank konvensional. Bank Islam benar-benar berbeda dengan bank konvensional, jika dikaji secara ilmiah dan mendalam. Tidak mungkin ratusan pakar ekonomi Islam se-dunia sepakat untuk kesesatan. Mereka senantiasa mengajak umat ke jalan yang benar. Mereka dalam kitab-kitabnya sepakat tentang kezaliman bank sistem bunga, baik secara mikro apalagi secara makro.
Mudahan-mudahan di bulan yang penuh berkah ini, Allah memberi hidayah kepada kita untuk hijrah ke lembaga –lembaga keuangan Islam yang bebas riba. Bagaimana mungkin Allah menerima puasa kita sementara kita mengamalkan dosa besar yang sangat dibenciNya.

Jumat, 10 Juli 2009

Utang Negara dalam Syariah


Oleh: Irfan Syauqi Beik (Dosen FEM IPB)

Beratnya beban utang yang harus dipikul Indonesia tampaknya akan tetap menjadi salah satu PR besar bagi ketiga pasangan capres-cawapres, baik SBY-Boediono, JK-Wiranto, maupun Mega-Prabowo, apabila mereka terpilih nantinya dalam pilpres mendatang. Dalam lima tahun terakhir, jumlah utang mengalami peningkatan secara signifikan, dari Rp 1.275 triliun pada 2004 menjadi Rp 1.704 triliun pada 2009. Dengan peningkatan sebesar itu, setiap tahunnya terdapat penambahan utang baru sebesar Rp 97 triliun. Akibatnya, setiap penduduk Indonesia harus menanggung beban utang Rp 7,4 juta.

Fakta ini kemudian dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk menyerang pasangan incumbent . Namun demikian, respons pemerintah via Menkeu Sri Mulyani mencoba menepis kekhawatiran akan bahaya utang bagi kedaulatan negara. Ia menegaskan bahwa meski secara nominal jumlah utang meningkat, berdasarkan rasio utang terhadap PDB, angkanya mengalami penurunan dari 54 persen pada tahun 2004 menjadi 32 persen pada 2009. Sebuah pernyataan yang kemudian mengundang reaksi karena beban APBN untuk membayar utang plus bunganya sangat besar. Tahun ini saja, APBN kita telah menganggarkan Rp 110 triliun untuk membayar bunga utang. Belum lagi ditambah dengan faktor kedaulatan dan kemandirian bangsa di mata dunia.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana strategi bangsa agar bisa keluar dari perangkap utang yang sangat memberatkan ini? Inilah yang harus dikritik dari ketiga pasangan capres dan cawapres yang ada. Hingga saat ini, ketiganya belum memberikan arah kebijakan yang tegas mengenai solusi terhadap utang negara. Artikel ini mencoba mengkaji secara singkat konsep utang berdasarkan perspektif ekonomi syariah.

Prinsip utang
Sesungguhnya, utang dalam ajaran Islam merupakan sesuatu yang biasa terjadi dalam kehidupan. Ia telah menjadi bagian dari sunnatullah sehingga Allah SWT pun mengizinkan adanya utang ini. Dalam QS Albaqarah: 282 misalnya, disebutkan di awal ayat bahwa jika seorang yang beriman ingin berutang kepada pihak lain dalam jangka waktu tertentu, hendaknya ia mencatatnya. Ini menunjukkan bahwa utang merupakan sesuatu yang diperbolehkan selama memenuhi sejumlah prinsip dan etika pokok. Jika etika dan prinsip pokok ini dilanggar, itu akan menimbulkan kemudharatan yang sangat besar.

Pertama, harus disadari bahwa utang itu adalah alternatif terakhir ketika segala usaha untuk mendapatkan dana secara halal dan tunai mengalami kemandekan alias the last option . Ada unsur keterpaksaan di dalamnya dan bukan unsur kebiasaan. Ini adalah dua hal yang berbeda. "Keterpaksaan" mencerminkan semangat membangun kemandirian dan berusaha mengoptimalkan potensi yang ada semaksimal mungkin. Namun, karena keterbatasan yang tidak sanggup diatasi, akhirnya terpaksa memilih jalan utang. Sedangkan, 'kebiasaan' mencerminkan prinsip jalan pintas dengan cara termudah sehingga unsur kerja kerasnya menjadi sangat minimal. Belum apa-apa sudah berpikir akan berutang.

Dalam konteks negara, harus dilihat secara cermat, apakah kebijakan utang yang selama ini dilakukan telah memenuhi unsur 'keterpaksaan' atau justru menjadi 'kebiasaan'? Apakah tidak ada alternatif lain yang dapat dilakukan sebelum pemerintah terpaksa harus berutang? Harus diingat, ajaran Islam menegaskan bahwa orang berutang yang tidak mampu menunaikan kewajibannya diharamkan baginya untuk masuk surga sampai urusan utang piutangnya diselesaikan terlebih dahulu. Tidak hanya itu, mereka pun akan dibiarkan dalam keadaan terlunta-lunta di yaumil akhir nanti dan tidak akan ditanya oleh Allah SWT (Alhadis). Dalam konteks utang negara, siapa yang akan bertanggung jawab di akhirat nanti jika negara ini tidak mampu membayar utangnya hingga hari kiamat? Karena itu, berhati-hatilah wahai para pengambil kebijakan.

Prinsip kedua, jika terpaksa berutang, jangan berutang di luar kemampuan. Inilah yang dalam istilah syariah disebut dengan ghalabatid dayn atau terlilit utang. Ghalabatid dayn ini akan menimbulkan efek yang besar, yaitu qahrir rijal atau mudah dikendalikan pihak lain. Oleh karena itu, Rasulullah SAW selalu memanjatkan doa agar beliau senantiasa dilindungi dari penyakit ghalabatid dayn yang akan menyebabkan harga diri atau izzah menjadi hilang. Apalagi, jika yang mengendalikannya adalah musuh yang memiliki niat buruk dan kebencian yang luar biasa.

Dalam konteks negara, harus dianalisis apakah kebijakan utang selama ini dilakukan sesuai dengan kemampuan bangsa atau justru di luar kemampuan bangsa untuk mengembalikannya? Karena, jika tidak sesuai dengan kemampuan, efek berikutnya pastilah Indonesia akan dengan mudah dikendalikan oleh pihak kreditor. Jadi, jangan heran jika Barat melalui Bank Dunia dan IMF dapat mendikte sejumlah kebijakan ekonomi nasional. Apalagi, jika ternyata utang tersebut dikorupsi dan dikelola secara tidak efisien, bertambah besarlah kemudharatan yang diderita bangsa ini. Wajarlah jika Rasulullah SAW mengingatkan dalam sebuah hadisnya, "Barang siapa yang punya utang, ia akan bingung di malam hari dan akan hina di siang hari."

Prinsip ketiga, jika utang telah dilakukan, harus ada niat untuk membayarnya. Rasulullah SAW menyatakan, "Barang siapa yang memiliki utang dan punya niat membayar, sebesar apa pun utangnya akan mampu dibayarnya. Barang siapa berutang, namun tidak ada niat membayarnya, sekecil apa pun utangnya, dia tidak akan mampu membayarnya. " Hadis ini mengisyaratkan bahwa komitmen untuk mengembalikan utang merupakan sebuah keniscayaan. Apalagi, dalam hadis lain, Rasulullah SAW menyatakan bahwa mathlul ghaniyyu dzulmun yuhillu hirdhahu , yaitu menelat-nelatkan utang bagi yang mampu merupakan sebuah kezaliman sehingga diperbolehkan untuk mempermalukannya.

Dalam konteks mikro, akan sangat mudah menerapkan prinsip ini. Misalnya, pengusaha yang mengemplang utang boleh saja dipermalukan dengan cara menyita asetnya, melarang bepergian ke luar negeri, atau menghukum dengan hukuman yang berat. Persoalannya, bagaimana pada tingkatan makro, apalagi terkait dengan hubungan antarnegara jika Indonesia berusaha melakukan upaya rescheduling utang atau bahkan penghapusan utang? Menurut penulis, upaya untuk meminta penghapusan utang merupakan hal yang sah-sah saja, apalagi jika ternyata manfaat utang tersebut justru lebih banyak dinikmati asing, sebagaimana yang dinyatakan oleh ekonom Dradjad H Wibowo bahwa 70 persen manfaat utang kembali ke negara kreditor. Negara tidak perlu malu untuk meminta penghapusan utang.

Solusi alternatif
Menyikapi kondisi di atas, paling tidak ada dua solusi pokok yang dapat dijadikan sebagai jalan keluar. Pertama, semangat kemandirian dan kerja keras harus terus-menerus ditumbuhkan, baik di kalangan pemerintahan, pengusaha, maupun rakyat, secara keseluruhan. Mental sebagai peminta-minta harus dihilangkan. Semangat kemandirian ini harus menjadi paradigma yang mendasari sebuah kebijakan, apalagi bangsa Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa oleh Allah SWT.

Kedua, sudah saatnya ekonomi syariah dijadikan sebagai dasar kebijakan ekonomi negara. Kekhawatiran akan isu sektarian adalah kekhawatiran yang sangat mengada-ada. Ekonomi syariah secara otomatis akan pro sektor riil dan pro rakyat. Ada banyak instrumen yang dapat digunakan untuk menyubstitusi utang, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Potensi minimal zakat Rp 20 triliun yang bersumber dari kekuatan domestik rakyat merupakan pilihan yang tepat. Dengan syarat, dikelola secara amanah dan profesional.

Belum lagi ditambah dengan potensi aset wakaf yang mencapai Rp 600 triliun dan wakaf tunai yang jumlahnya bisa mencapai angka puluhan triliun setiap tahunnya. Pertanyaannya, apakah ketiga pasangan capres-cawapres ini mau secara serius mengimplementasikan kebijakan berbasis ekonomi syariah? Sangat disayangkan jika masih ada pihak yang meragukan keampuhan ekonomi syariah. Wallahu'alam.

Selasa, 07 Juli 2009

News letter Hukum dan Perkembangannya (Kode M052)


No. 72, Maret 2008

1. Mekanisme pembentukan bank umum syariah alternatif: akuisisi dan konversi bank umum konvensional serta pemisahan (SPIN OFF) unit usaha syariah. Oleh: Peri Umar Farouk dan Khotibul Umum
2. Aspek hukum penerbitan surat berharga syariah negara ritel ijarah. Oleh: A Setiadi dan Endang Setyowati
3. Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh ekonomi Syariah. Oleh: Janu Dewandaru
4. Lampiran: UU RI No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah.

Jika anda membutuhkan makalah diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomor judulnya, hubungi Jahar HP 085880579267, atau email:jaharuddin@gmail.com.

Jurnal Hukum Bisnis (Kode J051)


Volume 20, Agustus – september 2002
Tema: Menyongsong RUU Perbankan Syariah

1. Ekonomi syariah sebagai alternatif sistem ekonomi konvensional. Oleh: Prof. DR H. M Amin Suma, SH, MA

2. Masyarakat ekonomi syariah; masa depan dan tantangan. Oleh: Ir. Iwan P. Pontjowinoto, MM

3. Beberapa permasalahan perbankan syariah; suatu tinjauan praktis, Oleh; Rudhito

4. Urgensi undang-undang perbankan syariah di Indonesia. Oleh: Fathurrahman Djamil.

5. Prinsip syariah dalam perbankan. Oleh: DR Jafril Khalil, MCL

6. Perbankan syariah di Indonesia: Evaluasi dan Prospek. Oleh: DR Mulya E Siregar

7. Produk perbankan syariah dan prospek pasarnya di Indonesia. Oleh: Drs. Zainul Arifin, MBA

8. Pembiayaan syariah dalam sistem ekonomi Islam. Oleh: Ir Adiwarman A Karim, SE, MA, MAEP

9. Kebijakan bank indonesia dalam pengembangan pasar uang syariah. Oleh: Ir Ahmad Buchori, MAF

10. Kemungkinan penerapan universal banking system di Indonesia: Kajian dari perspektif bank Syariah. Oleh: Zulkarnain Sitompul, SH, LL.M

11. Lampiran: Peraturan BI Nomor: 4/1/PBI/2002 tentang perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional menjadi bank umum berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor bank berdsarkan prinsip syariah oleh bank umum konvensional.

Jika anda membutuhkan Jurnal diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomor judulnya, hubungi Jahar HP 085880579267, atau email:jaharuddin@gmail.com.

Journal of Islamic Business and economics (Kode J050)


Volume 2, No. 1, Juni 2008
Laboratorium Ekonomika dan Bisnis Islam (LEBI) FEB UGM

1. Comparing monetary policy instruments under dual financial system: Interest system vs. profit and loss sharing system. By: Ascarya and Ali Sakti.
2. Analisis efisiensi dan skala ekonomi pada industri perbankan syariah di Indonesia. Oleh: Priyonggo Suseno
3. The role of Islamic Micro Financial cooperative (Batul Maal wat tamwil) in local economic development: case study of three provinces in Indonesia. By: Teddy Lesmana.
4. Kemiskinan petani, land reform, dan pandangan islam terhadapnya. Oleh: Mersita Eko Medikawati.
5. Menakar kesiapan mahasiswa ekonomi syariah menghadapi pasar tenaga kerja. Oleh: Agni Alam AWIRYA, Indah Piliyanti.

Jika anda membutuhkan Jurnal diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomor judulnya, hubungi Jahar HP 085880579267, atau email:jaharuddin@gmail.com.

Journal of Islamic Business and economics (Kode J049)


Volume 1, No. 1, Desember 2007
Laboratorium Ekonomika dan Bisnis Islam (LEBI) FEB UGM

1. Akselerasi pengembangan pendidikan tinggi ekonomi islam di Indonesia. Oleh: Veithzal Rivai.
2. Reformasi ilmu pengetahuan dan pembangunan masyarakat madani di Indonesia. Oleh: Suroso Imam Zadjuli.
3. Pengungkapan Islamic Values dalam pelaporan keuangan bank syariah: Kajian Filosopis-Teoritis dan PSAK 59. Oleh: Muhammad
4. Apa yang harus dilakukan ahli-ahli ekonomi Islami untuk membantu indonesia mengatasi korupsi?. Oleh: Akhmad Akbar Susamto, Burhanuddin Susamto, IBP Angga Anatagia.
5. Penerapan wakaf tunai pada lembaga keuangan publik Islami. Oleh: Duddy Roesmara Donna.

Jika anda membutuhkan Jurnal diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomor judulnya, hubungi Jahar HP 085880579267, atau email:jaharuddin@gmail.com.

Jurnal Wakaf dan Ekonomi Islam AL-AWQAF (Kode J048)


Badan Wakaf Indonesia (BWI) Volume 1. Nomor 01. Desember 2008
1. Peran Badan Wakaf Indoensia (BWI) dalam pengembangan wakaf di Indonesia. Oleh: Mustafa Edwin Nasution, Ph.D
2. Wakaf dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh. Prof.DR Uswatun Hasanah
3. Standarisasi nazhir wakaf uang profesional. Oleh: Jafri Khalil, MCL, Ph.D
4. Designing Waqf Management systems for Microfinance sector and poverty eradication in Indonesia. Oleh: Dian Masyita, SE, MT
5. Peran LKS dalam pengembangan wakaf uang. Oleh: A. Riawan Amin, M.Sc
6. Menakar Kerjasama nazhir dengan LKS. Oleh: Ir. M Syakir Sula, FIIS, AAIJ.

Jika anda membutuhkan Jurnal diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomor judulnya, hubungi Jahar HP 085880579267, atau email:jaharuddin@gmail.com.

Jurnal Hukum dan Pasar Modal (Kode J047)


Volume IV/Edisi 5 Tahun 2009

1. Walaupun dunia masih krisis, pemerintah tetap menerbitkan sukuk di tahun 2009 ini. Oleh: Rahmat Waluyanto
2. Peran Perusahaan penerbit, wali amanat; hak manfaat dalam penerbitan sukuk Negara & korporasi; & artinya bagi perkembangan pengakuan konsepsi trusts di Indonesia. Oleh: Gunawan Widjaja
3. Peran perusahaan penerbit dalam penerbitan suku al Ijarah. Oleh: Vyati . Sari Iskandar, Irma cempaka sari, & Hayu Kurniasih legirin.
4. Aspek perpajakan dalam penerbitan surat berharga syariah negara (sukuk negara) ijarah-sale & lease back. Oleh: Wibowo Mukti
5. Penerbitan sukuk korporasi di Indonesia. Oleh: Putu suryastuti & Kanya satwika
6. Syariah & Implikasinya atas pengembangan sukuk khususnya ijarah dan pasar modal ke depan. Oleh: M Gunawan Yasni

Jika anda membutuhkan Jurnal diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomor judulnya, hubungi Jahar HP 085880579267, atau email:jaharuddin@gmail.com.

Iqtisad Journal of Islamic economics (Kode J046)


Pusat pengembangan ekonomi Syariah FE UII Yogyakarta
Vol. 4 No. 2 Rajab 1424 H/september 2003

1. Zakah as deductible for taxable income: a macroeconomic persfective. By. Akhmad Akbar susamto
2. the potensial of ZIS fund as an instrument in Islamic economy: its theory and management implementation. By. Budi Budiman
3. consumer’s preference toward Islamic banking (case study in bank muamalat Indonesia and bank BNI Syariah). By. Delta Khoirunissa
4. the optimizing of rahn service for the development of Islamic banking in Indonesia. By. Lidia rahmah maulidia.
5. Penalty imposed on debt payment delaying-capable-clients: a study on DSN-MUI’s fatwa no. 17/Dsn-Mui/IX/2000. by. Maftukhatusolikhah
6. Maximization of economic cooperation among Moslem countries and the urgency of “Islamic common market”. By. Mohammad B. Hendrie Anto.

Jika anda membutuhkan Jurnal diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomor judulnya, hubungi Jahar HP 085880579267, atau email:jaharuddin@gmail.com.

Iqtisad Journal of islamic economics (kode J045)


Pusat pengembangan ekonomi syariah FE UII Yogyakarta
Vol. 4 no. 1, Muharram 1424 H/Maret 2003

1. do risk based capital requirements allocate financing and cause A “bigger” loan loss provision for Islamic banks?. By. Abdul Ghafar Ismail, Shahida Sahimi.
2. study on factors influencing performance of the best baitul maal wat tamwils (bmts) in Indonesia relevansi ajaran agama dalam aktivitas ekonomi. By. Muhammad Akhyar adnan, agus widarjono, M. Bekti Hendri Anto
3. The influence of religiosity, income and comsumtion on saving behaviour: the case of international Islamic university Malaysia (iium)
4. towards a new perspective of project evaluation: an Islamic outlook with special emphasis on discounting problem. By. Masyhudi Muqorobin.
5. Sinergi oposisi biner: formulasi tujuan dasar laporan keuangan akuntansi syari’ah the disclosure of Islamic values – annual report. Oleh: Iwan Triyuwono.
6. Rekosntruksi etika bisnis : perspektif Al-Qur’an. Oleh: Lukman Fauroni.

Jika anda membutuhkan Jurnal diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomor judulnya, hubungi Jahar HP 085880579267, atau email:jaharuddin@gmail.com.

Senin, 22 Juni 2009

Penelitian/proceding tentang ekonomi syariah (Kode J044)


Journal of shariaeconomy.blogspot.com
Edisi 12 Thn. 1/ 10 Jumadil Tsaniyah 1430H/ 4 Juni 2009M
pdf files available

1. Aktualisasi ijtihad dalam menghadapi persoalan perekonomian kontemporer. Oleh Hulwati (20 halaman)
2. Krisis pangan global (dengan pendekatan sistim ekonomi Islam). Oleh: M Sholahuddin (27 halaman)
3. Evaluasi penetapan pengukuran cadangan klaim assuransi kendaraan bermotor (studi kasus PT. Assuransi Syariah X). Oleh: Ani Meilani (26 halaman)
4. review 10 penelitian perbankan syariah dengan topik potensi, preferensi, dan perilaku masyarakat terhadap bank syariah. Oleh: syahyuti. (22 halaman)

Jika anda membutuhkan Jurnal diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomor judulnya, hubungi Jahar HP 085880579267, atau email:jaharuddin@gmail.com.

Minggu, 21 Juni 2009

Penelitian/proceding tentang Zakat dan Wakaf (Kode J043)


Journal of shariaeconomy.blogspot.com
Edisi 11 Thn. 1/ 10 Jumadil Tsaniyah 1430H/ 4 Juni 2009M
pdf files available

1. Keputusan manajemen organisasi pengelola zakat terhadap penentuan standarisasi parameter kemiskinan di daerah istimewa yogyakarta. Oleh: Priyonggo suseno, satiman maskuri (25 halaman)
2. Wakaf uang dalam prespektif Undang-undang no. 41 tahun 2004 tentang wakaf. Oleh: Muhammad Ramadhan, Azwani Lubis. (14 halaman)
3. a survey of the institusion of zakah: Issue, Theories and administration. Discussion paper IRTI IDB (70 pages)

Jika anda membutuhkan Jurnal diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomor judulnya, hubungi Jahar HP 085880579267, atau email:jaharuddin@gmail.com.

Rabu, 10 Juni 2009

Beasiswa Magister Ekonomi Islam


Universitas Azzahra, salah satu Universitas terbaik mengundang Putera terbaik Bangsa meraih BEASISWA MAGISTER EKONOMI ISLAM angkt III bagi Aktifis.
Pendaftaran s/d 19 Juni 2009
Tes Tahap I tgl 13 Juni 2009,
tahap II tgl 20 Juni 2009.
Materi Tes ; Bhs Inggris,Bhs Arab & Quran.
C.p Sdri Opi 02199339822
Persyaratan ( Pendaftaran,Copy Ijazah S1 Legalisir,Photo)
Langsung ke Gedung Kampus Pusat Univ Azzahra Progran Pascasarjana Jl.Jatinegara Barat 144,Jakarta

Selasa, 02 Juni 2009

Panduan untuk mahasiswa pascasarjana dalam melakukan penelitian


Oleh: Irving P. Herman
(Profesor Fisika Terapan di Universitas Columbia New York).

Masuk kuliah pascasarjana untuk meraih gelar doktoral adalah sebuah komitmen yang besar yang terdiri atas waktu, dan upaya. Kesempatan ini tidak untuk setiap orang, sekali anda masuk ke program pascasarjana, memilih pembimbing tesis atau penelitian barangkali adalah sebuah keputusan terpenting yang harus di buat oleh mahasiswa. Sebaliknya memilih mahasiswa yang tepat adalah esensial untuk karir si pembimbing tesis atau penelitian. Oleh karenanya mentor (pembimbing tesis) dan mahasiswa harus memiliki minat riset yang sama dan kebiasaan bekerja yang cocok. Tapi selain itu mereka juga harus belajar berkomunikasi satu sama lain, membangun hubungan kerja yang fungsional sangat penting, bahkan untuk mahasiswa yang ”bagus” dan pembimbing yang ”bagus” dan sering kali membutuhkan waktu yang cukup.

Dengan semangat ini saya menawarkan 20 aturan sebagai panduan untuk mahasiswa pascasarjana untuk melakukan penelitian tesis. Masing-masingnya berisi nasehat yang bijak tentang realita dalam riset pascasarjana terutama dari sudut pandang pembimbing tesis. Beberapa dari aturan tersebut sedikit didramatisir oleh karenanya jangan ditelan mentah-mentah (dicerna dan difahami benar).

Beberapa aturan itu sangat berkaitan dengan riset eksperimental, meskipun hal yang sama bisa berlaku untuk riset-riset yang lain. Saya mengembangkan aturan-aturan ini untuk membantu, memotivasi, mahasiswa-mahasiswa pascasarjana dalam kelompok bimbingan saya, untuk menjelaskan bagaimana cara menjadi mahasiswa yang efektif, dan untuk menyakinkan mereka bahwa riset/penelitian yang dibimbing adalah interaksi simbiosis (meskipun tidak selalu simetris) antara mahasiswa dan pembimbingnya. Saya akui bahwa saya tidak selalu sukses dalam penerapannya. Saya selalu mengunakan aturan-aturan ini sebagai tuntunan umum, untuk mahasiswa-mahasiswa pascasarjana di departemen saya. Semua kandidat doktor di departemen menerima foto copy dari aturan-aturan ini saat mereka masuk program, untuk membantu mereka memahami cara bekerja dengan pembimbing mereka, sebab mereka beralih dari gaya belajar S1 yang hanya mengambil kuliah-kuliah menjadi gaya belajar pascasarjana yang melaksanakan riset dibawah bimbingan.

Aturan-aturan ini tampaknya di sepakati oleh kolega-kolega di fakultas saya dan beberapa diantara mereka telah menempelnya dan mengunakannya. Meskipun aturan-aturan tersebut tidak membutuhkan interpretasi, mahasiswa akan mampu memahaminya lebih baik dengan cara memahami pembimbing mereka lebih baik lagi, para pembimbing termasuk pembimbing-pembimbing tesis mahasiswa saya senang bernostalgia saat-saat mereka masih menjadi mahasiswa pascasarjana. Mereka bekerja 20 jam perhari, 7 hari dalam seminggu dan mereka tidak pernah tidur. Mereka harus membuat sendiri setiap instrumen yang mereka gunakan dari nol dan mereka memikirkan setiap ide dalam tesis mereka dan yang paling penting mereka selalu, selalu menerima saran-saran pembimbing tesis, memikirkannya masak-masak dan segera melakukan apa yang disarankan tersebut.
Pada tatanan yang lebih serius terdapat beberapa topik yang memayungi aturan-aturan ini. Dalam riset/penelitian, mencapai kebenaran adalah hakikatnya, dan ide-ide serta hasil harus di evaluasi mengunakan metode yang objektif tanpa dinodai oleh ego. Orang-orang yang produktif menjadi produktif karena mereka memiliki kebiasaan kerja yang bagus. Mahasiswa-mahasiswa harus tumbuh secara profesional dan pembimbing harus membantu mereka, hubungan antara mahasiswa pascasarjana dan pembimbing tesis sesungguhnya adalah simbiosis.

Hukum-hukum Herman.
1. Liburan anda baru dimulai setelah anda mempertahankan tesis anda dalam sidang
2. Dalam riset yang penting adalah yang benar itu apa, bukan siapa yang benar
3. Dalam riset dan hal-hal lainnya pembimbing anda selalu benar, hampir setiap saat
4. Bertindaklah seperti pembimbing anda selalu benar, hampir setiap saat
5. Jika anda fikir anda benar dan anda mampu meyakinkan pembimbing anda, maka pembimbing anda akan sangat bahagia
6. Produktifitas anda sangat bervariasi dengan persamaan sebagai berikut = (waktu efektif yang produktif dihabiskan per hari)1000
7. Produktifitas anda juga dapat bervariasi seperti persamaan
1
= _______________________________
(waktu anda menunda-nunda analisis data)1000
8. Ambillah data hari ini juga, seolah-olah peralatan penelitian anda akan pecah besok hari.
9. Jika anda tidak suka kehilangan data maka buatlah back up data permanen, 5 menit setelah anda memperoleh data yang pertama
10. Pembimbing tesis anda mengharapkan produktifitas anda mula-mula rendah, dan kemudian diatas ambang batas setelah satu tahun atau lebih
11. Anda harus menjadi lebih ahli dibidang tesis anda daripada pembimbing anda
12. Jika anda bekerjasama dengan baik, tekanan darah pembimbing tesis anda akan turun sedikit
13. Jika anda tidak bekerjasama dengan baik, tekanan darah pembimbing anda akan naik sedikit, atau bahkan jatuh ke titik nol
14. Biasanya hanya ketika anda dapat mempublikasikan hasil penelitian anda, maka hasil tersebut pantas atau patut menjadi bagian dari tesis anda
15. Pertama-tama semakin tinggi kualitas, dan kedua kuantitas dari hasil publikasi anda maka tesis anda akan semakin baik
16. Ingatlah ini adalah tesis anda, anda ! yang harus mengerjakannya
17. Pembimbing anda ingin anda menjadi terkenal sehingga dia akhirnyapun menjadi terkenal
18. Pembimbing anda ingin menuliskan surat rekomendasi terbaik yang bisa dia buatkan untuk anda
19. Apapun yang terbaik untuk anda adalah terbaik untuk pembimbing anda
20. Apapun yang terbaik untuk pembimbing anda, adalah terbaik untuk anda

Sumber: Jurnal Ilmiah Nature . Vol. 445 halaman 228, 11 Januari 2007
Alih bahasa oleh: dr. Radiana D.Antarianto, M.Biomed (Staff Departemen Histologi FKUI / Peserta Program doktoral Ilmu Biomedik FKUI)

Sabtu, 30 Mei 2009

Lowongan Account Officer (AO) Bank Syariah Mandiri


Kode: AO-WB
Lokasi: Kantor Pusat Jakarta dan Cabang seluruh Indonesia
Tanggal Posting: 23 April 2009
Tanggal Penutupan: 23 Juli 2009
Deskripsi:
Kode AO-WB agar ditulis pada sudut kanan atas amplop dan surat lamaran
Kualifikasi: Mampu membaca Al-Qur'an (bagi yang beragama Islam)
Memiliki pendidikan minimum S1 dengan IPK>2.75 (PT berakreditasi A) atau IPK>3.00 (PT berakreditasi B)
Berusia tidak lebih dari 35 tahun pada 31 Mei 2009
Memiliki pengalaman sebagai AO di lembaga keuangan/perbankan minimum 2 tahun
Menguasai aplikasi perangkat lunak komputer perkantoran
Mampu berbahasa Inggris (lisan dan tulisan)
Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia

Lamaran dikirim ke:
BAGIAN REKRUTMEN DAN SELEKSI
DIVISI HUMAN CAPITAL
Bank Syariah Mandiri
Gedung Menara Mandiri (Ex.BDN) Lt. 5
Jl. Kebon Sirih No. 83
Jakarta 10340

Kamis, 28 Mei 2009

MEMBUDAYAKAN TALAQQI KITAB KLASIK EKONOMI SYARIAH


Oleh : Jaharuddin

Talaqqi merupakan budaya pengkajian ilmu agama yang telah berkembang lama di masjid-masjid timur tengah, dan sebenarnya di pondok pesantren di Indonesiapun, sudah lama berkembang, namun sepertinya perlu di reaktualisasikan metode ini dalam rangka akselerasi pengembangan ekonomi syariah di tanah air.

Budaya talaqqi berkembang seperti di masjid Al-Azhar, Kairo. para syaikh membawakan kajian kitab tertentu di masjid, syaikh yang mengajarkan bisa melakukan penilaian, bahkan jika satu kitab selesai bisa juga memberikan sertifikat/ijazah.

Awalnya talaqqi merupakan metode pengkajian Al-Qur’an, dalam perkembangannya talaqqi juga digunakan untuk mempelajari kitab-kitab klasik. paling tidak terdapat beberapa sebab kenapa talaqqi menjadi penting:
1. Jika para ekonom syariah di Indonesia, lebih banyak mengkaji ekonomi syariah, dari bahasa Indonesia, Bahasa Inggrish, dan sedikit bersumber langsung dari bahasa arab, maka dikhawatirkan terjadi bias, dalam memahami ekonomi syariah secara utuh, melalui pembelajaran talaqqi dari bahasa arab, diharapkan makna-makna yang terkandung dalam kitab-kitab klasik ekonomi syariah, bisa terungkap dan dimaknai dengan tepat
2. Melalui talaqqi, menghidupkan budaya ulama terdahulu, seperti tersambungnya sanad dalam mengkaji kitab, dari satu syaikh ke syaikh lainnya, tanpa mengurangi kualitas keilmuwan yang didapatkan para peserta
3. Bisa jadi melalui program talaqqi, memberi kesempatan kepada anak bangsa yang sangat ingin belajar, dan mendalami ilmu ekonomi syariah, namun terkendala dengan biaya, yang akhir-akhir ini semakin tinggi (karena peminat yang tinggi), tetap bisa mengkaji ilmu ekonomi syariah, dan kualitasnya juga bisa dipertangung jawabkan
4. Diharapkan akan muncul tanggung jawab , para syaikh yang sekarang sudah pakar di bidang ilmu ekonomi syariah, untuk juga menyisihkan waktu, untuk menginfaqkan ilmunya di masjid-masjid, sehingga masjid menjadi makmur.
5. Bagi mahasiswa yang sedang mendalami ekonomi syariah, baik level master maupun Ph.D, forum-forum talaqqi ini akan menjadi forum yang sangat bermanfaat, untuk mengembangkan ilmu, dan mengkaji hal-hal baru, yang bisa dikembangkan dalam bentuk research-research ilmiah di level master atau Ph.D.

Bentuk penyampaian talaqqi bisa berupa syaikh membacakan kitab, dan peserta menyimak, kemudian syaikh menjelaskan makna yang tersurat dan tersirat dari yang tertulis dalam kitab tersebut. bagi yang belum bisa berbahasa arabpun juga bisa mengikuti, apalagi yang sudah bisa berbahasa arab.

Metode talaqqi ini sudah berkembang dengan baik di masjid-masjid kampus seperti di masjid Al-Alzhar, Kairo, banyak dijumpai jadwal talaqi. Dan ini menjadi cara mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam bagi para mahasiswa di Kairo, disamping kuliah-kuliah formal di Kampus.

Cara seperti ini, baik juga kalau di kembangkan di Indonesia, walaupun mayoritas para peminat ekonomi syariah di Indonesia mungkin tidak berbahasa arab, namun tidak menghambat upaya-upaya peningkatan pemahaman ekonomi syariah dari sumber-sumber aslinya, bukan hanya terjemahan. Jika kitab-kitab klasik tersebut sudah ada terjemahannya itu baik untuk membantu membaca, namun tetap perlu di sandingkan dengan buku aslinya berbahasa arab, karena dalam penterjemahan kitab, adakalanya ada makna dari kitab tersebut yang belum mampu di maknai/diterjemahkan dengan tepat.
semoga metode ini membantu akselerasi pengembangan ekonomi syariah di tanah air, ini juga akan mendorong semua pemerhati ekonomi syariah untuk melakukan pengkajian kepada sumber aslinya.

Peluang diadakan talaqqi ini juga cukup besar, mungkin sudah cukup banyak syaikh yang pernah belajar talaqqi di Timur Tengah kitab tertentu, semoga pihak lembaga keuangan syariah juga mau mensupport, dan dibantu oleh MES, PKES, IAEI,dan kampus-kampus yang sekarang telah membuka program-program ekonomi syariah, bekerja sama dengan masjid-masjid.

Beberapa kitab yang bisa di jadikan alternatif adalah Muqaddimahnya Ibn Khaldun, Al Kharajnya Abu Yusuf, dll, termasuk kitab-kitab klasik yang belum di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Saya meyakini jika ini bisa di lakukan di tanah air. semoga juga di respon baik pelaku bisnis ekonomi syariah, seperti perbankan, pasar modal, asuransi. dan bisa di mulai di ibu Kota Jakarta, dan di ikuti oleh kota-kota lain di tanah air.

Jika budaya ini bisa dikembangkan, dipadu dengan semakin banyaknya research-research ekonomi syariah di tanah air, bukan tidak mungkin Indonesia menjadi pusat keilmuan dan praktek ekonomi syariah terbesar di dunia, akhirnya bagi yang mau mendalami ekonomi syariah, sudah tidak perlu harus ke Eropa, Australia, Amerika, yang masyarakatnya mayoritas bukan muslim, seharusnya mahasiswa-mahasiswa Eropa, Australia, Amerikalah, yang belajar ke Indonesia tentang ekonomi syariah. Wallahu’ alam.Semoga bermanfaat………...

Senin, 11 Mei 2009

Penelitian tentang Manajemen Syariah (Kode J042)


Journal of shariaeconomy.blogspot.com
Edisi 10 Thn. 1/ 16 Jumadil Ula 1430H/ 12 Mei 2009M
pdf files available

1. Bahan pemikiran dasar tujuan laporan keuangan Islami. Oleh: Jaka Isgiyarta. (19 halaman)
2. Awarness, consistency and neutrality and emperical investigation on teh role of barakah in the islamic theory of consumer choice. By. Munrokhim Misanam (28 pages).
3. Internallization responsibility accounting through syar’i reward. By. Sri Iswati and Wasiaturachma. (23 pages)
4. Kesenjangan harapan dalam penyampaian informasi keuangan dan non keuangan bank syariah. Oleh: Rizal Yaya, Ahim Abdurahim, Muhammad Saifudin Zuhri. (37 halaman)
5. Islamic Good Governance ; Nilai etik relegius dan sistem Manajemen Mutu Islami. Oleh: Khairunnisa Musari. (28 halaman)
6. Membangun Corporate Culture bisnis syariah. Oleh: Indah Piliyanti (17 halaman)
7. Reward-sharing base economies (case study in Indonesia tertiary sector). By: Umi Karomah Yaumidin (34 pages)

Jika anda membutuhkan Procedding diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomornya, hubungi Jahar HP 085880579267, email:jaharuddin@gmail.com.

Minggu, 10 Mei 2009

Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah AMWALUNA FE UII Yogya (Kode J041)


Vol. 1. No. 1 , Muharram 1430/Januari 2009
Diterbitkan oleh: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) FE UII Yogyakarta

1. Pengaruh Variabel makroekonomi terhadap harga saham: Studi kasus JII dan IHSG periode Januari 2002 s.d Desember 2006. Oleh MB. Hendrianto dan Rizki Amelia.
2. Analisis Penentuan standar kemiskinan pada organisasi pengelola zakat di yogyalarta. Oleh: Priyonggo Suseno dan Satiman Maskuri.
3. Prinsip-prinsip tata kelola yang manah (Good Governance) pada Bazisda Kabupaten Lombok Timur. Oleh: Mansur Afifi.
4. Karaktersitik pasar modal dan isntrumen keuangan non riba. Oleh: Bachruddin
5. Mengenali kontibusi ibnu khaldun terhadap pemikiran ekonomi. Oleh: Adi susilo Jahja
6. Kebijakan dan penentuan tujuan perusahaan syariah. Oleh: Muhamad.

Jika anda membutuhkan jurnal diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomornya, hubungi Jahar HP 085880579267, email:jaharuddin@gmail.com.

IQTISAD Journal of Islamic Economics (IJIE) UII Yogyakarta. (kode J040)


Vol. 2 No. 1 Muharam 1422 H / Maret 2001

1. Islamic Economi System. By Mehdi B. Razavi ( 23 pages)
2. Guiding Principles, Multidirectionality and Benefits of Waqf. By. Abdul Ghafar Ismail, Ph.D and Surtahman Kastin Hasan, Msc (8 pages)
3. Lack of Profit loss sharing in Islamic Banking: Management and control Imbalances. By. Humayon A. Dar and John R. Presley. (15 pages)

Jika anda membutuhkan jurnal diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomornya, hubungi Jahar HP 085880579267, email:jaharuddin@gmail.com.

Journal of shariaeconomy.blogspot.com (Kode J039)


Edisi 9 Thn. 1/ 11 Jumadil Ula 1430H/ 7 Mei 2009M
pdf files available

1. Praktek ekonomi islamic di Indonesia dan implikasinya terhadap perekonomian. Oleh : Akhmad Akbar susamto, Malik Cahyadin (24 halaman)
2. Penerapan wakaf tunai pada lembaga keuangan publik Islami (20 halaman)
3. Apa yang harus dilakukan ahli-ahli ekonomi islami untuk membantu indonesia mengatasi korupsi. Oleh: Akhmad Akbar susamto, Burhanduddin susamto, IBP Angga Astagia. (21 halaman)
4. The dynamic optimization of cash waqf management : an optimal control theory approach. By : Duddy Roesmara donna, Mahmudi (13 pages)

Jika anda membutuhkan proceeding diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomornya, hubungi Jahar HP 085880579267, email:jaharuddin@gmail.com.

Jumat, 08 Mei 2009

Lowongan support pembiayaan bagian staf legal BMI


PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. adalah Bank Pertama Murni Syariah di Indonesia. Berdiri sejak tanggal 27 Syawwal 1412 H /1 November 1992. Beberapa bulan yang lalu, tepatnya 20 Februari 2009, telah diresmikan 20 cabang baru (TIER ONE CITY) serentak di Jakarta. Salah satunya adalah Bank Muamalat Cabang Cengkareng, beralamat di Komplek Mutiara Taman Palem, Blok A3, No. 32-33, Cengkareng, Jakarta Barat. Tlp. 021-5435 0004 Fax. 021-5435 0404

Dalam rangka mendukung operasional dan pengembangan bisnis BMI Cab. Cengkareng, pada saat ini membutuhkan kru baru, sbb.:

Sarjana S1 Hukum, berbahasa Inggris tulisan maupun lisan, berpengalaman dibidangnya minimal 2 tahun, IP minimal 3,00, lulusan perguruan tinggi negeri ternama, usia max 25 thn. berintegritas tinggi, sanggup berkerja dalam team dan dalam tekanan yang tinggi untuk menempati posisi support pembiayaan bagian staf legal.

Informasi lebih lanjut hubungi Ujang, cp : 0817 94 19 266. Informasi ini berlaku sampai tanggal 15 Mei 2009

Ujang Syahrul M
Operation Staff BMI Cab Cengkareng

Rabu, 06 Mei 2009

Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia (JESI) PEBS FE UI (Kode J038)


1. Corporate governance mechanism and internal shari’ah review (ISR) in Islamic banks: critical issues and the role gap of shari’ah supervisory board (SSB) by Sigit Pramono.
2. The implementation of gold dinar in international trade: strategic positioning in monetary system , by Handi Riza Idris.
3. degree of independence of shari’ah supervisory board in Indonesia: Student’s perspective. By Dodik Siswantoro dan Akhmad Syakhroza
4. Pengelolaan resiko perbankan syariah melalui hedging. By Pakasa Bary and Zuliani Dalimunthe)
5. Analisis determinan intensi pengeluaran zakat harta (Maal): studi kasus civitas akademika Universitas Indonesia. Oleh Widya Sulistyowati
6. Dampak suku bunga konvensional terhadap return dan dana pihak ketiga perbankan syariah di Indonesia, 2000 – 2004. oleh Tika arundina dan Yusuf Wibisono.

Jika anda membutuhkan proceeding diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomornya, hubungi Jahar HP 085880579267, email:jaharuddin@gmail.com.

Selasa, 05 Mei 2009

Sang "Pencuri" bernama Inflasi


Oleh: Jaharuddin

Relakah anda jika pendapatan anda dicuri?, tentu saja tidak, namun jika di curi oleh Inflasi, apa yang anda bisa lakukan. Inflasi telah menyebabkan setiap orang kehilangan 5 – 10% pendapatannya pertahun. Ini bermakna jika tahun 2008 yang lalu anda mempunyai pendapatan Rp. 1.000.000,-, jika di asumsikan inflasi sebesar 7,5%, maka anda telah kecurian/kehilangan nilai riil uang tersebut pada tahun ini sebesar Rp. 75.000,-. Ini berarti nilai riil uang anda yang tahun lalu sebesar Rp. 1.000.000,- sekarang hanya bernilai Rp. 925.000,-. Lho kok bisa, inilah realitas yang kita hadapi. Rata-rata pendapatan kita menurun setiap bulannya sebesar inflasi yang terjadi. Sebenarnya tidak banyak yang rela, namun kebanyakan masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa, sudah menjadi sesuatu yang alamiah dan kita terima saja.

Kondisi ini juga bermakna, jika kenaikan pendapatan anda dibawah angka inflasi maka secara riil kesejahteraan anda pada tahun ini sesungguhnya menurun, jika kenaikan pendapatan anda sama dengan angka inflasi, bermakna kesejahteraan anda sama dengan tahun lalu, baru jika pendapatan anda lebih tinggi dari angka inflasi, maka kesejahteraan anda baru meningkat. Dan masih banyak implikasi lainnya, akibat inflasi perusahaan-perusahaan harus menaikkan pendapatan karyawannya agar kesejahteraannya tetap atau meningkat. Bagi saudara-saudara yang bekerja di perusahaan/instansi tertentu biasanya ada living cost adjustment setiap tahunnya, pendapatan disesuaikan dengan tingkat inflasi yang terjadi, namun bagi kebanyakan orang, menerima pasrah saja.

Inflasi tersebut ibarat api, kecil jadi teman, tapi kalau besar bisa membakar dan jadi petaka, coba anda bayangkan jika inflasi mencapai puluhan bahkan ratusan persen, apa yang terjadi dengan uang anda, uang anda tidak akan ada gunanya, uang akan menjadi kertas yang tidak mempunyai daya beli. Bahkan Ronald Reagen sebagaimana dikutip oleh The Economist (22/5/2008) pernah menyebut inflasi dengan sebutan kejam, perampok, menakutkan, perampok bersenjata, mematikan, dan pembunuh bayaran. Kenapa ini dibiarkan?

Dalam ekonomi kapitalis, perlakuan terhadap inflasi hanya berusaha untuk menjaga api tersebut tetap kecil/biasa, standar umum yang digunakan adalah : inflasi dianggap biasa jika 0 – 10%, dianggap sedang jika 11 – 30%, dianggap berat jika 31 – 100%, dan dianggap hipper inflation jika 101 – tak terhingga. Ada kecendrungan pada ekonomi kapitalis inflasi dipelihara, karena menguntungkan orang yang mempunyai pendapatan besar yaitu para pemilik modal yang menjadi produsen barang-barang yang di konsumsi masyarakat, dengan adanya inflasi maka ada legitimasi untuk menaikkan harga pada setiap tahunnya, atau disesuaikan dengan kondisi ekonomi yang sedang terjadi, artinya harga produk akan selalu dinaikkan, dengan berbagai alasan pembenaran, nah anda bisa melihat kenapa inflasi dipelihara, karena merupakan salah satu instrument legitimasi kenaikan harga oleh produsen. dalam ekonomi Islam api tersebut seharusnya dipadamkan. bisakah?

Penyebab Inflasi
Untuk memadamkan api tersebut, perlu diketahui dahulu, faktor-faktor pembentuk inflasi. Dalam penelitian ascarya (2009), tentang the determinants of inflation under dual monetary system in Indonesia, diketahui bahwa 54,7% penyumbang inflasi di Indonesia adalah suku bunga, 23,4% penyumbang inflasi adalah exchange rate, ini bermakna bahwa jika anda ingin menghilangkan pencuri kekayaan anda yang diberi nama Inflasi, maka mulai saat ini jauhilah bunga, dan jangan menjadikan mata uang sebagai barang dagangan. Namun bukan berarti anda tidak diperbolehkan mengunakan mata uang negara lain untuk bertransaksi, jika anda sedang berada di negara lain, yang seperti ini di perbolehkan, yang dilarang adalah mengunakan mata uang sebagai barang dagangan. Mata uang dijadikan alat untuk mencari keuntungan.

Dalam jangka menengah semua orang seharusnya peduli dalam upaya-upaya memperbesar size perbankan syariah, dan ekonomi syariah umumnya. Jika suatu hari transaksi perbankan sudah tidak di dasari dengan bunga, maka secara otomatis inflasi bisa di padamkan, karena perbankan syariah mendasari operasionalnya dengan bagi hasil, dan perbankan syariah tidak diperbolehkan melakukan perdagangan exchange rate. Wallahu’ alam....semoga bermanfaat.

Role of Fiscal Policy in Controlling Inflation in Islamic Framework (Peran Kebijakan Fiskal dalam Mengontrol Inflasi Perspektif Islam)


By
Muhammad Nejatullah Siddiqi
Critical Riview By: Dahnil Anzar Simanjuntak

Dalam artikelnya, Siddiqi yang seorang Profesor ekonomi Islam di King Abdulazis University, berusaha keras mengelaborasi bagaimana pandangan Islam dalam memecahkan permasalahan inflasi melalui kebijakan fiskal. Dibanyak Negara berkembang, Inflasi berkepanjangan sering terjadi, berdampak pada menurunnya kesejahteraan masyarakat.
Siddiqi dengan berani menyebutkan cara lain yang lebih cepat untuk mengendalikan inflasi, berdasarkan data historis bagaimana pemerintah Islam mengendalikan inflasi dalam jangka waktu yang relatif singkat. Mengutip Parkins[1], Siddiqi mendefenisikan inflasi “ a sustained upward trend in the level of prices, it’s most common measure being the percentage rate of change in a country’s Consumer Prices Index”. Inflasi dibanyak Negara berkembang sering terjadi dalam angka double digit dan tanpa ada tanda-tanda akan mengalami penurunan. Inflasi menyakitkan bagi banyak orang, karena income mereka tergerus, sehingga mereka harus mengurangi konsumsi dan tabungan. Sulit membuat rencana masa depan karena tidak adanya kepastian ekonomi, terutama ketidakpastian harga. Inflasi memberikan efek penghapusan tabungan dan investasi, Inflasi mendistorsi distribusi pendapatan dan kesejahteraan, menyebabkan kemiskinan.

Kebijakan Fiskal

Pertama, Muhammad Nejatullah Siddiqi berusaha menjelaskan bagaimana instrumen kebijakan fiskal seperti pengeluaran pemerintah, pajak, hutang dan pencetakan uang dapat mengendalikan inflasi. Kebijakan fiskal yang anti inflasi harus fokus, dengan mengendalikan kekuatan pembelian dari publik. Pemerintah dapat memungut pajak lebih banyak, dan menggunakannya lebih sedikit. Artinya, government expenditure harus dapat dikendalikan agar tidak terlalu besar. Government expenditure yang terlalu besar terhadap sumber pendapatan produktif. Kebijakan fiskal merupakan “manipulasi perundingan hubungan antara government expenditure dan revenue dengan harapan dapat mengendalikan agregat demand”. Mengendalikan pengeluaran publik diyakini dapat mengendalikan inflasi. Namun, Siddiqi tidak begitu meyakini hal tersebut. Dalam hal ini terlihat inkonsitensi analisis Siddiqi pada paragraph awal tulisannya. Tetapi, pada bagian terakhir tulisannya, ia menjelaskan secara komprehensif.


Perspektif Islam

Pandangan Islam terhadap peran kebijakan fiskal untuk mengontrol inflasi. Didefenisikan. Pertama, berdasarkan tujuan dari ekonomi Islam itu sendiri. Dalam ekonomi Islam menurut Siddiqi harus memenuhi syarat keadilan dan kewajaran. Peran pemerintah harus lebih fokus pada penanganan kegagalan sektor swasta. Pada konteks ini, perspektif ekonomi Islam yang dijelaskan Siddiqi selaras dengan konsepsi ekonomi yang dijelaskan oleh kaum klasik , maupun neoliberal. Kebijakan untuk pengelolaan keuangan dalam pandangan Islam lebih fokus pada pelarangan bunga (interest), perjudian dan manipulasi (maysir dan gharar), minimalisasi dari moral hazard dan ketidakpastian (uncertainty) dan membatasi intervensi pemerintah di pasar[2].
Pengendalian inflasi juga dapat dilakukan dengan melakukan moderasi (penghematan) dalam konsumsi dan membenahi keberadaan uang publik, dimana uang publik harus memiliki nilai yang stabil. Moderasi dalam konsumsi dianggap sangat penting dan efektif mengendalikan inflasi, pada tataran ini terlihat Siddiqi meyakini kebijakan pada sisi demand merupakan hal penting untuk mengendalikan inflasi. Moderasi konsumsi akan memberikan dampak jangka panjang yang mapan bagi pembangunan ekonomi. Pada tataran ini ekonomi Islam yang dijelaskan Siddiqi memiliki perbedaan terbuka dengan pandangan ekonom-ekonom liberal, yang meyakini bahwa konsumsi yang tinggi akan menstimulus perekonomian melalui peningkatan output. Kebijakan fiskal yang mengarahkan terjadinya moderasi konsumsi dapat dilakukan melalui pengenaan pajak yang tinggi pada barang-barang dan jasa tertentu[3].
Siddiqi menyatakan dalam papernya bahwa kebijakan fiskal yang dirancang tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah[4], yang diyakini oleh Siddiqi akan mampu menuntaskan permasalahan inflasi. Artinya, dibutuhkan pelaksanaan penuh dari ajaran Islam disebuah Negara, yang dalam konteks ini Siddiqi sadar betul dibutuhkan diskusi dan perdebatan panjang mengenai hal tersebut. Keyakinan Siddiqi didasari oleh empat argument. Pertama, dalam sistem ekonomi Islam hutang keuangan, yang menjadi sumber utama dari inflasi dan ketidakstabilan dilakasanakan berdasarkan bagi hasil (lose and profit sharing) yang mengintegrasikan tabungan dan investasi sehingga mencegah terjadinya inflasi. Kedua, Membayar zakat, kewajiban membayar zakat sangat melekat dalam hukum Islam untuk melakukan redistribusi sumber daya. Zakat merupakan jawaban terhadap ketidakadilan dalam distribusi pandapatan dan kesejahteraan sehingga akan memberikan dampak perubahan pada komposisi agregat demand dan mengurangi fluktuasi agregat demand. Ketiga, Islam mengajarkan umatnya untuk melakukan konsumsi secara proporsional (moderation consumtion), hal ini akan mengurangi fluktuasi agregat demand. Keempat, pemerintah Islam berusaha memperbaiki uang publik sebagai kepercayaan – nilainya stabil – sehingga gejolak kurs dapat dikurangi., pinjaman publik harus dikurangi sehingga terhindar dari defisit anggaran. Pencetakan uang baru hanya akan memunculkan inefisiensi. Namun, Siddiqi tidak menafikkan bahwa dalam sejarah perekonomian Islam tetap terjadi inflasi. Namun, inflasi tersebut cepat dapat dikendalikan. Sayangnya, konsepsi kebijakan fiskal perspektif Islam yang dijelaskan Siddiqi dalam papernya hanya menggunakan data historis, yang tidak memiliki data empirik lebih lanjut. Hal tersebut diakui oleh Siddiqi pada akhir papernya. Namun, perlu kiranya konsepsi tersebut mendapat ruang untuk diimplementasikan dalam bentuk kebijakan dalam perekonomian, sebagai bentuk dari alternatif kajian kebijakan ekonomi khusus kebijakan fiskal.

Pencegahan dan Pengendalian
Siddiqi membagi dua kebijakan fiskal. Pertama, untuk mencegah terjadinya inflasi. Kedua, mengendalikan inflasi. Kebijakan fiskal untuk mencegah terjadinya inflasi dimulai dari melakukan perubahan pada ukuran kebutuhan yang relevan. Government expenditure (GE) yang tidak terlalu besar dan digunakan hanya untuk membiayai kegagalan pasar akan dapat mencegah terjadinya inflasi, dengan berkurangnya agregat demand (Moderation Consumtion). Untuk mengurangi government expenditure, Siddiqi menyarankan pengurangan pengeluaran pemerintah untuk membiaya aparatur Negara. (operasional kantor, legislative, gaji PNS) , karena biaya aparatur Negara inilah yang banyak mendorong terjadinya Inflasi. Sedang pajak digunakan sebagai kebijakan untuk mengendalikan pajak. Pandangan Siddiqi tentang pengeluaran pemerintah, lebih pada analisis pengurangan GE untuk aparatur Negara, dengan begitu Siddiqi mencoba mengalihkan pengeluaran pemerintah untuk menstimulus ekonomi sektor swasta yang memberikan dampak lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi yang meminimalisir inflasi.

Pengurangan Pengeluaran Publik

Fokus pengeluaran publik yang dikurangi, saran Siddiqi, tetap pada pengurangan pengeluaran pemerintah yang menyebabkan inflasi terutama barang-barang yang memiliki sumber produktif, yang sering mendorong terjadinya inflasi. Biaya aparatur Negara yang ditekan, artinya pengurangan pengeluaran pemerintah akan mampu meminimalisir korupsi yang menjadi masalah pokok dibanyak Negara berkembang. Berkurangnya biaya suap, akan mengurangi biaya operasional bisnis di sektor swasta. Perluasan usaha dan investasi, pada akhirnya akan mendorong peningkatan produksi dan mengurangi biaya publik atau pengeluaran pemerintah. Pada bagian ini terlihat pandangan Siddiqi, yang meanstream pengurangan GE dan menggiatkan sektor swasta sebagai penompang pembangunan ekonomi dan menghindarkan diri dari inflasi. Ketika muncul gelagat inflasi, Siddiqi menyarankan pemerintah mengambil kebijakan untuk mengontrolnya, melalui kebijakan fiskal.

Meningkatkan Pendapatan Pajak
Satuhal yang juga dipertimbangkan di Negara Islam adalah mengurangi jumlah wajib pajak yang menghindar dari kewajiban membayar pajak, bahkan menyarankan wajib pajak untuk “bersedekah” lebih besar dari pajak yang dibayarkan. Siddiqi yakin, dengan adanya kesadaran tinggi masyarakat untuk memberikan sedekah akan berdampak pada pengurangan jumlah kemiskinan dan gesekan horizontal antara si kaya dan si miskin. Secara global kebijakan seperti ini, akan berimplikasi pada pengurangan pengeluaran pemerintah, dan meningkatnya peran masyarakat dalam mengendalikan inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.
Menghindarkan Negara Islam dari pinjaman yang didasari skim bunga menjadi hal pokok untuk dihilangkan, Siddiqi yakin pinjaman yang bebas bunga akan lebih baik sebagai salah satu syarat politik. Namun, sekali lagi Siddiqi menyampaikan bahwa tidak ada data empirik yang memperkuat argumennya, Negara yang mampu mengadopsi kebijakan seperti ini.

Meningkatkan Penawaran Barang dan Jasa

Peningkatan penawaran barang dan jasa diyakini Siddiqi akan mampu mencegah dan mengendalikan inflasi. Meningkatnya penawaran barang dan jasa akan medorong peningkatan output dalam perekonomian, yang berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang lebih besar, dengan syarat pajak tidak terlalu tinggi, sehingga ada insentif untuk bekerja, menabung dan investasi sebagai kontribusi meningkatkan penawaran barang dan jasa. Siddiqi seolah menapik pendapat ekonom yang menjelaskan hubungan tingkat pengangguran dengan inflasi yang dijelaskan oleh Philips.


Penghematan, Penghapusan Bunga dan Zakat
Inti dari pandangan Siddiqi untuk mencegah munculnya Inflasi dan mengendalikannya melalui kebijakan fiskal adalah, penghematan, penghapusan bunga dan membayar zakat.
Inflasi terjadi karena naiknya barang-barang konsumsi, akhirnya setiap orang harus mengeluar lebih besar uang untuk konsumsi dalam jumlah yang lebih sedikit, sering kali harus mengeluarkan lebih uang lebih besar dari pendapatannya (boros), yang akhirnya berdampak pada turunnya standar hidup. Namun, ironinya selalu ada orang-orang tertentu dalam perekonomian yang diuntungkan karena inflasi., diuntungkan oleh harga yang tinggi. Disisi lain pajak yang tinggi akan mengarahkan munculnya pasar gelap, dan hal ini membahayakan perekonomian.
Penghapusan bunga merupakan hal yang paling penting dalam konsep ekonomi Islam yang disampaikan oleh Siddiqi. Model baru pengelolaan keuangan, atau kegiatan intermediasi keuangan yang didasari oleh profit sharing akan menjamin stabilitas keuangan. Tabungan akan mengalir dari rumah tangga pada perusahaan sehingga kehidupan investasi ekonomi bergeliat, ada hubungan jelas antara pasar keuangan dengan sektor riil. Sistem keuangan yang stabil, tidak cukup untuk menstabilkan harga. Perubahan selera dan teknologi juga mempengaruhi secara dominan stabilisasi harga. Disinilah letak pentingnya peran zakat.
Peran zakat untuk mengurangi ketidakadilan dalam distribusi pendapatan dan kesejahteraan. Kontribusi terhadap perubahan komposisi dari agregat demand akan membuat stabilisasi dan penurunan harga. Kontribusi pajak memberikan kontribusi pada penurunan harga ketika terjadi kenaikan pajak. Hal ini mensugesti agregat supply dari manipulasi oleh pengumpul dan distribusi pajak.


Kombinasi Kebijakan yang Tepat

Peran kebijakan fiskal dalam mengendalikan inflasi disadari oleh Siddiqi tidak dapat dilakukan secara parsial. Namun, harus menggunakan kombinasi kebijakan yang tepat. Siddiqi menyarankan agar kebijakan pemerintah mengkombinasi seluruh item solusi yang ia jelaskan pada paragraph-paragraf awal. Penerapan prinsip syariah dalam kebijakan fiskal untuk mengendalikan inflasi menjadi absolute menurut Siddiqi.
Dalam studi Siddiqi ini, ia fokus pada penerapan prinsip syariah. Hanya saja dia tidak memiliki date empirik yang kuat, Siddiqi hanya mengambil referensi data historis keberhasilan pemerintahan Islam pada beberapa abad silam, dan tidak ada satu Negara pun yang pernah mencoba kebijakan yang disarankan Siddiqi. Oleh sebab itu diperlukan keberanian untuk memulai dan membuktikan studi Siddiqi yang lebih banyak membahas dimensi nilai-nilai normatif Islam, yang reviewer yakini juga dimiliki oleh agama lain, hanya saja tidak ada satupun yang serius untuk mengaplikasikan ajaran tersebut dalam kehidupan ekonomi yang penuh dengan moral hazard. Karena konsepsi ekonomi yang didasari oleh nilai-nilai spiritual selalu berusaha untuk mereduksrir hazard.

Catatan:
1. Michael Parkins in The New Pargrave Dictionary of Money and Finance, Edited by Peter Newman, Muray Milgate and John Eatwell, London, The Macmillan Press Ltd, 1992, Vol. II, p. 394.

2. sekali lagi terlihat jelas pandangan ekonomi Islam yang selaras dengan pandangan kaum klasik dan neoliberal. “invisible hand” yang dimaksud Adam Smith dalam pandangan Islam berangkat dari bunyi salah satu hadist, dimana Nabi Muhammad pernah diminta oleh Sahabat untuk mengendalikan dan mengintervensi harga barang dan jasa di pasar. Namun, beliau menolak dan menyatakan bahwa harga telah di atur oleh Allah.

3. Menurut reviewer apabila kebijakan pajak ini tidak hati-hati justru akan menyebabkan distorsi yang besar, yang justru mendorong (boosting) terjadinya infalsi. Dikalangan cendikia dan ulama Islam sendiri masih menjadi perdebatan yang menarik seputar isu-isu ekonomi Islam, seperti bunga, keberadaan uang kertas dan sebagainya.

Rabu, 29 April 2009

Precedings International Conference; money and real economy lingkage: country-specific experience (kode M037)


1. capital structure-based macroeconomics: evidence at firm level. By Dr. abd ghaffar B Ismail, Nur azzura bt sanusi, Zakaria b Bahari (Islamic economics and finance groups, faculty of economics, universiti kebangsaan Malaysia, Bangi 43600, Selangor, Malaysia)

2. lingkages between the financial sector anda the real sector in oman: evidence from cointegration and vector error correction models. By Dr Mazhar Islam (department of economics & finance , college of commerce & economics, sultan qaboos university, Muscat, Oman)

3. socioeconomics disclosure: annual report of bank syariah and bank lippo Indonesia. By Dr. Sofyan S Harahap & Dr Yuswar Z Basri (Fakulty of economics, Trisakti University, Jakarta)

4. an empirical study of performamce os Islamic bank in Bangladesh. By Md. Faridudin ahmed (executive vice president, Islmic Bank Bangladesh limited, Dhaka – 100 Bangladesh)

Trisakti University- Jakarta, 26th -27th January 2004

Jika anda membutuhkan proceeding diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomornya, hubungi Jahar HP 085880579267, email:jaharuddin@gmail.com.

Proceedings International Confrerence: (Kode M036)


money and economy: social question of poverty alleviation, microenterprise development, entitlement and empowerment at the grassroots

1. poverty alleviation vs Islamic banking finance to micro enterprises (MES) in sudan: some lessons for poor countries. By Dr. Badr al Din (economics expert to the undersecretary for fiancial affairs, Ministry of finance, Muscat, sultanate of oman)

2. Oman’s keritsu, Cultural money walks, and the economy. By Dr. Nada Khatib, Associate professor, departemen of management, collge of commerce and economics, sultan qaboos university, Muscat, oman)

Trisakti University- Jakarta, 26th -27th January 2004

Jika anda membutuhkan proceeding diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomornya, hubungi Jahar HP 085880579267, email:jaharuddin@gmail.com.

Proceedings Internatioan Conference, Money and real economy linkage: perspective in monetary theory and policy reform 2. (Kode M035)


1. United Kingdom Binary economics. By Mr. Rodney Shakespeare (The cristian council for monetary justice)

2. The Islamic Dinar, By Dr. A Kameel Mydin (Fakulty of economics, IIU Malaysia)

3. Money and the real economy:creating a common Islamil currency (Dinar), The anchor of the Islamic monetary system. By abul Hassal (Departemen of economics, University of Durham, England)

Trisakti University- Jakarta, 26th -27th January 2004

Jika anda membutuhkan proceeding diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomornya, hubungi Jahar HP 085880579267, email:jaharuddin@gmail.com.

Proceedings International Conference, Money and real economy linkage: perspective in monetary theory and policy reform 1.(Kode M034)


1. towards a progressive pan Islamic monetary regime. By Mr. Muhammad iqbal anjum (The international institute of Islamic economic, IIU Islamabad, Pakistan)

2. Money and real economy: The epistemological question in general ethico-economic framework in a dynamic model. By Professor Musudl Alam Choudhury (Departement of economics & finance, college of commerce anda economics, sultan qaboos university, Muscat, Oman

3. Money and real economy: a computer algorithm approach. By Dr. M. Shahadat Hossein (Departement of computer science, Chittagong University, Bangladesh)

Trisakti University- Jakarta, 26th -27th January 2004

Jika anda membutuhkan proceeding diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomornya, hubungi Jahar HP 085880579267, email:jaharuddin@gmail.com.

Selasa, 21 April 2009

Proceedings international workshop exploring Islamic Economic Theory (Kode M033)


1. analysis impact of fiscal policy zakat on economic growth in Malaysia 1991 – 2006. by eko suprayitno, ridiah abdul kadir, and azhar harun (21 pages)
2. initial return of Malaysian ipos and shariah-compliant status. By ruzita abdul rahim & Othman yong (19 pages)
3. the analysis of determinant factors of poverty and its effect toward economic development os Islamic society: case study at serdang bedagai regency at north Sumatra province. Muhammad zilal hamzah & zainuddin siregar (9 pages)
4. toward construction Islamic economic development index. By M.B Hendri Anto
August 11 – 12, 2008, international workhshop organized by: Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta & Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM)(9 pages)

Jika anda membutuhkan proceeding diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomornya, hubungi Jahar HP 085880579267, email:jaharuddin@gmail.com.

Proceedings international workshop exploring Islamic Economic Theory (Kode M032)


1. strengthening Islamic micro financing and macro enterprises development program. By abdul ghafar B Ismail & widiyanto bin mislan cokro (9 pages)
2. dynamic independence between Malaysia anda world major players in Islamic equity markets. By ruzita abdul rahim, hawati janor, Muhammed Zain Yusof (19 pages)
3. the determinants of foreign direct investment (FDI) flows in selected OIC countries. By Heri sudarsono (17 pages)
4. debt financing and default risk in competitive housing market. By abdul ghafar Islmail & Noraziah che arshad (9 pages)
5. modeling of imperfect goods and financial market integration and current account in an interest free open economy. By Noreha Halid (21 pages)

August 11 – 12, 2008, international workhshop organized by: Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta & Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM)

Jika anda membutuhkan proceeding diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomornya, hubungi Jahar HP 085880579267, email:jaharuddin@gmail.com.

Proceedings international workshop exploring Islamic Economic Theory (Kode M031)


1. towards integrated monetary policy under dual financial system: interest system vs profit and loss sharing system. By ascarya, ali sakti, a achsani, Diana yumanita (29 pages)
2. types of financing and investment cash flow relationship. By abdul ghafar B. Ismail & ahmad tohirin (11 pages)
3. trade integration and business synchronization in OIC Countries. By Farzad Karimi, Hossein pirasteh, and syed komail tayebi (13 pages)
4. the role of government in an Islamic economy. By Hulwati (7 pages)
5. performance of profit loss sharing financing in Ilsamic banking: knowledge based view vs incentive view. By achmad tohirin and ataina hudayati (13 pages)

August 11 – 12, 2008, international workhshop organized by: Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta & Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM)

Jika anda membutuhkan proceeding diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomornya, hubungi Jahar HP 085880579267, email:jaharuddin@gmail.com.

Proceedings international workshop exploring Islamic Economic Theory (Kode M030)


1. in search of Islamic theory of production. By Munrokhim Misanam (17 pages)
2. price shock in product market: an Islamic perspective. By Jaka sriyana & akhsyim affandi (3 pages)
3. Household consumtion behaviour in the Islamic economic system with intergenerational transfer. By Mohd adib B Ismail (7 pages)
4. Fiat and commodity money: a debat among scholars. By khoirul umam (21 pages)
5. evolution of Islamic economic theory. By Masyuhudi Muqorobin (19 pages)

August 11 – 12, 2008, international workhshop organized by: Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta & Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM)

Jika anda membutuhkan proceeding diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomornya, hubungi Jahar HP 085880579267, email:jaharuddin@gmail.com.

Proceedings international workshop exploring Islamic Economic Theory (Kode M029)


Proceedings international workshop exploring Islamic Economic Theory

1. Kaffah approach in Islamic economic Theory, by Roikhan M Aziz (22 pages)
2. The emergence of contemporary Islamic economics: A sketch of its historical development. By Hafas furqani & Zakaria Man (15 pages)
3. The nature and methodology of Islamic economics: the view pf MUhamad bagir al sadr (1930 – 1980). By M. aslam Haneef and Hafaz (13 pages)
4. The Concious oneness: Islamic economics and finance. By Masudul Alam Choudhury
5. The Role of ethics on the scientification of Islamic economics. By priyonggo suseno (9 pages)

August 11 – 12, 2008, international workhshop organized by: Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta & Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM)

Jika anda membutuhkan proceeding diatas untuk penulisan makalah/skripsi/tesis/desertasi, sebutkan kode dan nomornya, hubungi Jahar HP 085880579267, email:jaharuddin@gmail.com.

Sabtu, 18 April 2009

Perilaku Konsumsi Dalam Islam


Sunday, 16 March 2003
Tulisan Oleh : Mukhammad Najib (Dosen STEI Tazkia)

Dalam sistem perekonomian, konsumsi memainkan peranan penting. Adanya konsumsi akan mendorong terjadinya produksi dan distribusi. Dengan demikian akan menggerakkan roda-roda perekonomian. Bayangkan ketika masyarakat tidak memiliki kemampuan membayar pada suatu barang yang diproduksi? Meskipun produsen berargumen barang mereka sesuai dengan need konsumen, tetap tidak akan melahirkan demand. Tanpa adanya daya beli konsumen, produksi akan terhenti, dan ekonomi mati!

Dalam realitas empirik, hidup dan matinya sebuah proses ekonomi ternyata tidak sesederhana yang baru saja digambarkan di atas. Sudah tabiat produsen untuk berusaha sekuat tenaga “mengeksploitasi” need konsumen dan mengkonversinya menjadi demand. Dengan promosi yang gencar, sistem pembayaran yang “merangsang” serta hadiah-hadiah yang ditawarkan, konsumen seakan tidak memiliki alasan untuk tidak memiliki daya beli. Sistem kredit misalnya, merupakan bagian dari upaya produsen dalam memprovokosi konsumen agar terus membeli, sampai akhirnya perilaku konsumsi mereka menjadi lepas kendali.

Sebagai agama yang syamil, Islam telah memberikan rambu-rambu berupa batasan-batasan serta arahan-arahan positif dalam berkonsumsi. Setidaknya terdapat dua batasan dalam hal ini.

Pertama, pembatasan dalam hal sifat dan cara. Seorang muslim mesti sensitif terhadap sesuatu yang dilarang oleh Islam. Mengkonsumsi produk-produk yang jelas keharamannya harus dihindari, seperti minum khamr dan makan daging babi.. Seorang muslim haruslah senantiasa mengkonsumsi sesuatu yang pasti membawa manfaat dan maslahat, sehingga jauh dari kesia-siaan. Karena kesia-siaan adalah kemubadziran, dan hal itu dilarang dalam islam (QS. 17 : 27)

Kedua, pembatasan dalam hal kuantitas atau ukuran konsumsi. Islam melarang umatnya berlaku kikir yakni terlalu menahan-nahan harta yang dikaruniakan Allah SWT kepada mereka. Namun Allah juga tidak menghendaki umatnya membelanjakan harta mereka secara berlebih-lebihan di luar kewajaran (QS. 25 : 67, 5 : 87). Dalam mengkonsumsi, Islam sangat menekankan kewajaran dari segi jumlah, yakni sesuai dengan kebutuhan. Dalam bahasa yang indah Al-Quran mengungkapkan “dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya…”(QS. 17 : 29).

Adapun arahan Islam dalam berkonsumsi paling tidak ada tiga hal.

Pertama, jangan boros. Seorang muslim dituntut untuk selektif dalam membelanjakan hartanya. Tidak semua hal yang dianggap butuh saat ini harus segera dibeli. Karena sifat dari kebutuhan sesungguhnya dinamis, ia dipengaruhi oleh situasi dan kondisi. Seorang pemasar sangat pandai mengeksploitasi rasa butuh seseorang, sehingga suatu barang yang sebenarnya secara riil tidak dibutuhkan tiba-tiba menjadi barang yang seolah sangat dibutuhkan. Contoh sederhana air mineral. Dahulu orang tidak terlalu membutuhkannya. Namun karena perusahaan rajin “memprovokasi” pasar, kini hampir di setiap rumah kita ada air mineral.

Kedua, seimbangkan pengeluaran dan pemasukan. Seorang muslim hendaknya mampu menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluarannya, sehingga sedapat mungkin tidak berutang. Karena utang, menurut Rasulullah SAW akan melahirkan keresahan di malam hari dan mendatangkan kehinaan di siang hari. Ketika kita tidak memiliki daya beli, kita dituntut untuk lebih selektif lagi dalam memilih, tidak malah memaksakan diri sehingga terpaksa harus berutang. Hal ini tentu bertentangan dengan perilaku produktif. Kita telah merasakan: keresahan, kehinaan, serta kehilangan kemerdekaan sebagai satu bangsa akibat jerat utang.

Ketiga, tidak bermewah-mewah. Islam juga melarang umatnya hidup dalam kemewahan (QS. 56 : 41-46) Kemewahan yang dimaksud menurut Yusuf Al Qardhawi adalah tenggelam dalam kenikmatan hidup berlebih-lebihan dengan berbagai sarana yang serba menyenangkan.

Perilaku konsumsi, sesuai dengan arahan Islam di atas menjadi lebih terasa urgensinya pada kehidupan kita saat ini. Krisis ekonomi yang belum juga reda bertemu dengan harga-harga yang melambung tinggi selama bulan puasa, menuntut kita untuk selektif dalam berbelanja. Islam tidak melegitimasi momen apapun yang boleh digunakan untuk mengkonsumsi secara berlebihan apalagi di luar batas kemampuan, termasuk Ramadhan dan Idul Fitri. Bahkan Rasulullah merayakan idul fitri dengan penuh kesederhanaan.

Bagi mereka yang memiliki uang berlebih mungkin berfikir, mengapa Islam harus membatasi hak orang? Pada prinsipnya Islam sangat menghargai hak individu dalam mengkonsumsi rezeki yang diberikan oleh Allah SWT sepanjang pelaksanaannya tidak mengganggu kepentingan umum. Dalam riwayat, Khalifah Umar bin Khattab pernah melarang konsumsi daging dua hari berturut-turut dalam sepekan, karena persediaan daging tidak mencukupi semua orang di Madinah. Demikian pula terjadi pada zaman Nabi Yusuf, ketika terjadi swasembada selama tujuh tahun, masyarakat tidak diperkenankan mengkonsumsi secara berlebihan (QS. 12:47-48). Pembatasan di masa krisis sesungguhnya dapat menjaga stabilitas sosial serta menjamin terpenuhinya rasa keadilan, karena mereka yang punya kuasa atas harta tidak bisa secara sewenang-wenang menimbun bahan pangan di rumahnya.

Wallahu’alam.
Sumber: tazkiaonline.com

Tulisan Popular Wakaf, Ekonomi dan Bisnis

  110 halaman, Kertas Bookpaper, Ukuran 14,8 cm x 21 cm,   ISBN 978-623-6121-22-1.  Penerbit : Pustaka Learning Center, Malang, Februari 202...