Senin, 28 Juli 2008

Hermawan Kartajaya : Ekonomi Islam itu Adil dan Indah


Guru marketing Hermawan Kartajaya sudah beberapa lama bergaul dengan praktisi keuangan syariah. Ia mulai fasih mengatakan ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin. Beragama Katolik, Hermawan malah berniat ikut dalam mengembangkan nilai marketing Islami. Berikut petikan wawancara sesaat setelah peluncuran buku Sharia Marketing di Jakarta pekan lalu.
Sebetulnya apa beda marketing syariah dan konvensional?

Dalam dunia marketing itu ada istilah kelirumologi. Itu lho sembilan prinsip yang disalah artikan. Misalnya marketing diartikan untuk membujuk orang belanja sebanyak-banyaknya. Atau marketing yang yang pada akhirnya membuat kemasan sebaik-baiknya padahal produknya tidak bagus. Atau membujuk dengan segala cara agar orang mau bergabung dan belanja. Itu salah satu kelirumologi ( merujuk istilah yang dipopulerkan Jaya Suprana). Marketing syariah itu mengajarkan orang untuk jujur pada konsumen atau orang lailn. Nilai syariah mencegah orang (marketer) terperosok pada kelirumologi itu tadi. Ada nilai-nilai yang harus dijunjung oleh seorang pemasar. Apalagi jika ia Muslim.

Apakah nilai marketing syariah bisa diterapkan umat lain?

Lha ya nilai Islam itu universal. Rahmatan lil alamin. Begitu kan istilahnya. Nabi Muhammad itu menyebarkan ajaran Islam pasti bukan hanya untuk umat Islam saja. Jadi tidak apa-apa jika nilai marketing syariah ini inisiatif orang Islam supaya bisa menginspirasikan orang lain. Makin banyak non-Muslim yang ikut menerapkan nilai ini, makin bagus. Saya ikut mengendorse marketing syariah. Soal jujur itu kan universal. Jadi marketing syariah harus diketahui orang lain dalam rangka rahmatan lil alamin itu.

Apa nilai inti marketing syariah?

Integrity atau tak boleh bohong. Transparansi. Orang kan tak boleh bohong. Jadi orang membeli karena butuh dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan, bukan karena diskonnya. Itu jika konsep marketing dijalankan secara benar.

Bagaiman muasal perkembangan nilai spiritual dalam marketing
Sejalan dengan perkembangan dunia. Setelah September attack, orang melihat IQ dan EQ saja tidak cukup. Harus ada SQ, spiritual quotient. Orang melihat

Apakah nilai marketing syariah ini akan bertahan?

Ya pasti sustain. Karena prinsip dasarnya kejujuran. Ini yang dibutuhkan semua orang. Apalagi setelah kasus seperti Enron, Worldcom dan lainnya. Orang melihat bisnis itu harus jujur.

Lalu di mana peran ilmu marketing dalam konsep syariah

Syariah mengendorse marketing dan marketing mengendorse syariah. Ilmu marketing menyumbangkan profesionalitas dalam syariah. Karena jika orang marketing tidak profesional, orang tetap tidak percaya. Lihat saja bagaimana investor Timur Tengah belum mau investasi di Indonesia, meski negara ini populasinya mayoritas Muslim. Karena mereka tidak yakin dengan profesionalitas kita. Jadi, jujur saja tidak cukup.

Bukankan nilai kejujuran dan transparansi itu diajarkan semua agama

Ya. Memang semua agama mengajarkan nilai itu. Tapi jangan lupa bahwa islam itu rahmatan lil alamin. Jadi, ada titik singgung. Bukankah lebih baik mencari yang serupa dari pada memperkarakan yang berbeda. Jika begitu hidup kita damai. Menurut saya, tak mengapa kita sebut marketing syariah. Karena mayoritas populasi di Indonesia itu Muslim. Jadi nilai syariah yang kita kedepankan. Kita mulai di sini, di Indonesia. Ada bagusnya jika yang mengendorse itu orang Islam, bukan yang lain.

Setelah nilai spiritual konsep apa lagi yang akan mengemuka dalam dunia bisnis?

Millenium. Orang mencari keseimbangan. Maksudnya orang berbisnis itu harus menjaga kelangsungan alam, tidak merusak lingkungan. Berbisnis juga ditujukan untuk menolong manusia yang miskin dan bukan menghasilkan keuntungan untuk segelintir orang saja. Nilai-nilai ini ke depan akan mengemuka. Sekarang pertemuan para praktisi marketing mulai mengarah ke sana.

Setelah mengenal Islam, apa pendapat Anda tentang nilai yang diajarkan

Islam agama yang universal dan komprehensif. Guidance-nya lengkap. Ada petunjuk untuk seorang pedagang, kepala negara, seorang anak, panglima perang dan semuanya. Ada diatur secara lengkap. Di atas semua itu saya melihat Islam itu ajaran yang damai dan indah. Ajaran Islam bisa dipakai semua orang. Itu kesan saya dan mengapa saya mau mempelajari nilai Islam untuk dikembangkan dalam konsep marketing. Saya sekarang menjadi aktivis lingkungan dan nilai-nilai. (Republika / tid )

http://www.mualaf.com/hikmah-dan-kajian/Hikmah/303-hermawan-kartajaya--ekonomi-islam-itu-adil-dan-indah

Teori dan Praktek Ekonomi islam

Penulis: Prof. M. Abdul Mannan, MA, Ph.D
Daftar Isi:
1. Konsep ekonomi Islam
2. Yang umum terdapat dalam semua sistim
3. Kerangka mikro dan makro ekonomi islam
4. Perbandingan ekonomi dan pembangunan

buku ini banyak dijadikan referensi dalam kuliah ekonomi syariah di beberapa kampus.
penerbit : PT. Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta
Rp. 60.000

Sistem Ekonomi Islam zakat dan wakaf

penulis : mohammad Daud Ali
Daftar isi :
1. Sistim Ekonomi Islam
2. Zakat
3. Wakaf
dilengkapi dengan perangkat hukum yang mengatur tentang zakat dan wakaf, termasuk form-form yang telah disediakan dalam pelaksanaan zakat dan wakaf.
buku ini dijadikan rujukan oleh DR. Uswatun Hasanah, seperti dalam mata kuliah Manajemen Zakat dan wakaf.
Penerbit: UI Press

Lowongan Syariah Marketing Officer Development Program (S-MODP)


Bank Bukopin
due to rapid expansion and growth, PT Bank Bukopin, Tbk as one of the established national bank is currently looking for qualified and dedicated candidate who seek a chalenging career to joint our company, for the following positin :

syariah marketing officer development program (S-MODP)

male/ female single, max 27 years old
min S1 from any reputable national or international university with GPA min 3.00 (4.00 scales)
fluency in write\ten & spoken english, with other language will be advantage 9such as mandarin)
good presentation skill
computer literate
willing to be located throughout indonesia

lacation;
jakarta (JKT),Bukit tinggi (BKT), surabaya (SBY) bandung (BDG), Medan (MDN)

if you ,eet the above requirements, please submit your resume with detail of educational backround anda experience with recent photograph 4 x 6 no later than 10 days after this advertisement to :

DIVISI PENGEMBANGAN SDM
PO BOX. 4588 JAKARTA 10045
rekrutment@bukopin.co.id


please put the prefered position anda location code (e.g S-MODP BDG) on the top left envelope.

dikutip dari : Kompas, sabtu, 26 Juli 2008

Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam


Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoretis,dan Praktis
AM. Hasan Ali, M.A
Buku ini berbicara lengkap dalam berbagai aspek dengan memfokuskan pembahasannya pada konsep dasar hukum Islam dan hubungannya dengan realita kekinian; asuransi dalam perspektif ekonomi konvensional sejarah, konsep dan praktiknya; landasan, pendapat ulama, dan akad yang membentuk asuransi syariah; serta landasan operasional, pangsa pasar, dan seperti apa produk asuransi syariah di Indonesia.
Rp. 33.500

Sabtu, 26 Juli 2008

ZAKAT DAN INFAK


Sebagai satu rukun islam, nilai penting zakat bagi pembentukan pribadi dan masyarakat muslim sejati menuntut penguasaan akan zakat itu sendiri. Buku ini menyajikan semua aspek yang berkaitan dengan zakat, dimulai dari definisi, jenis, hingga cara menentukan dan menghitung nilai zakat. Dilengkapi dengan contoh kasus kontemporer, serta kemudahan yang dihadirkan akan mengajak kita untuk melaksanakan zakat dengan benar.

Prenada group,Penulis :M Ali Hasan, Rp. 25.000

Kamis, 24 Juli 2008

BMPP dan Manajemen Risiko Likuiditas


Jumat, 18 April 2008
Berbagai pihak tengah memikirkan beragam cara untuk meningkatkan kinerja dan kontribusi perbankan syariah di dalam industri perbankan nasional. Salah satu pemikiran yang mengemuka adalah melalui pelonggaran batas minimum pemberian pembiayaan (BMPP).
Hal ini diminta oleh Asosiasi Bank Islam Indonesia (Asbisindo) kepada Bank Indonesia
(BI) untuk mendorong penyaluran pembiayaan perbankan syariah. Namun, asosiasi ini juga meminta agar pelonggaran BMPP ini hendaknya diikuti dengan peningkatan pengawasan manajemen risiko pembiayaan bank syariah oleh otoritas
moneter (Republika, 9 Januari 2008).
Tulisan ini mencoba menjabarkan secara singkat manajemen risiko terkait dengan permintaan pelonggaran BMPP khususnya dari aspek risiko likuiditas. Secara teori, likuiditas dalam sistem perbankan mencakup dua hal;
(a) likuiditas instrumen keuangan di pasar keuangan dan
(b) likuiditas terkait dengan solvency atau kemampuan untuk memenuhi kewajiban keuangan kepada pihak ketiga (Fiedler, Robert 2000:442).

Untuk Indonesia, manajemen likuiditas terkait dengan solvency adalah yang paling relevan mengingat pasar keuangan syariah masih belum begitu berkembang.
Secara sederhana, manajemen likuiditas dapat diartikan sebagai upaya perbankan untuk menjaga keseimbangan antara sisi asset dan sisi liability. Prinsip bank syariah dan karakter industri perbankan syariah Indonesia Agar bisa memahami risiko likuiditas di atas, bank syariah wajib memahami prinsip perbankan syariah dan karakter industri perbankan syariah Indonesia yang berpotensi menimbulkan risiko likuiditas.
Pertama, praktek perbankan syariah berhubungan dengan kondisi riil perekonomian. Artinya, ketika perekonomian menghadapi gangguan (shock) maka proyek yang dibiayai bank syariah akan terganggu dan berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan (mismatch) antara asset dan liability.
Kedua,praktek perbankan syariah adalah asset based contract (Kahf, Monzer 2000:2). Sehingga risiko likuiditas pada pembiayaan syariah dapat terjadi ketika terdapat masalah pada harga asset, nilai penyusutan asset, kerusakan asset,
dll.
Ketiga, kerjasama pembiayaan bank syariah dan pengusaha pastinya mengandung risiko kegagalan usaha (business failure), low rate of return, dll yang tentunya juga mengganggu penerimaan di sisi asset.
Keempat, nasabah rasional yang sangat sensitif dengan return yang ditawarkan oleh conventional financial market berpotensi menimbulkan displaced commercial risk yaitu risiko beralihnya simpanan dari bank syariah kepada bank konvensional. Seperti di atas,tentunya hal ini dapat mengganggu sisi liability perbankan. Terakhir, semakin terintergasinya sistem perekonomian dunia
menyebabkan krisis ekonomi di luar negeri berpotensi memberikan dampak negatif kepada perekonomian domestik.
Ketika perekonomian nasional mendapat pengaruh negatif dari luar, maka seluruh prinsip dan karakter industri perbankan syariah di atas secara bersama-sama berpotensi menyebabkan risiko likuiditas bagi bank syariah. Alternatif
Solusi bagi Masalah Risiko Likuiditas Disamping praktek perbankan syariah yang rentan dengan risiko likuiditas, secara teori pula sharia memberikan solusi bagi masalah tersebut. Mekanisme pembiayaan syariah mengharuskan kerjasama aktif dan saling percaya antara nasabah, bank syariah dan pengusaha. Kerjasama ini ditunjang pula oleh regulator dan pihak terkait lainnya (Yaqoobi, Nizam 2007:3).

Apabila kerjasama ini terjalin harmonis maka mekanisme risk sharing akan berjalan optimal (tidak ada pihak yang merasa dirugikan); nasabah dan pengusaha memahami kedudukan dan fungsinya sehingga harapan peran bank syariah yang semakin dominan dalam perbankan nasional dapat segera diwujudkan. Namun demikian, perwujudan hal tersebut mengharuskan upaya sosialisasi yang kontinu, keterbukaan(transparency), intensive business cooperation dan saling kepercayaan dari semua pihak. Mekanisme asset liability balancing juga salah satu cara untuk menghindari risiko likuiditas. Di sisi liability, bank syariah diharapkan dapat menciptakan produk investasi yang prospective dan profitable, berjangka panjang, menarik dan aman. Kemudian,
nasabah diarahkan untuk menanamkan dana pada produk investasi tersebut dan bank syariah pun mempersiapkan prosedur penarikan dan timing penarikan dana oleh nasabah. Selain itu, sesuai dengan risk management guidance yang dikeluarkan oleh Islamic Financial Service Board (IFSB) tahun 2005 lalu, bank syariah wajib menjaga kecukupan
likuiditas sebagai standby reserve untuk mengantisipasi risiko likuiditas dimaksud. Bahkan lebih lanjut IFSB meminta setiap lembaga keuangan Islami mempunyai kerangka manajemen likuiditas termasuk sistem pelaporannya (IFSB’s Principle 5.1) dan setiap lembaga keuangan Islami harus memiliki kemampuan untuk mengatasi risiko
likuiditas dengan menyediakan likuiditas yang sesuai dengan sharia (sharia compliance) (IFSB’s Principle 5.2).

Di sisi asset, bank syariah diharapkan memiliki mekanisme dalam menghadapi kegagalan bisnis (proyek) yang dibiayai (kredit macet, dsb). Termasuk pula, mengatur keseimbangan periode pembiayaan yang diberikan dengan periode jatuh
tempo penarikan simpanan masyarakat (asset liability matching). Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menawarkan produk investasi spesifik untuk membiayai proyek tertentu dengan ketentuan penarikan dana dan profit loss sharing yang khusus. Joint financing yang dikemukakan Asbisindo dan BI juga merupakan cara lain untuk
mengoptimalkan kinerja bank syariah di sisi asset.

Secara umum, mekanisme manajemen risiko likuiditas bank syariah mengharuskan setiap bank syariah mempunyai proses pelaporan dan manajemen risiko yang komprehensif. Tidak dapat dipungkiri keterlibatan dewan direksi (pimpinan bank) hingga manajer level menengah dan bawah sangat penting dalam mengidentifikasi, mengukur, memonitor, melaporkan dan mengontrol potensi risiko yang mungkin terjadi (IFSB’s
Principle 1.0). Sudah siapkah bank syariah? Mencermati prinsip operasional bank syariah, karakteristik industri perbankan syariah Indonesia termasuk kondisinya dewasa ini dikaitkan dengan permintaan pelonggaran BMPP maka pemenuhan persyaratan manajemen risiko likuiditas di atas merupakan suatu kewajiban bagi bank syariah. Pelonggaran BMPP tanpa diiringi dengan kesiapan bank syariah dalam mengantisipasi risiko terutama risiko likuiditas akan berpotensi menambah besarnya pembiayaan bermasalah. Sementara itu, disisi lain, keinginan untuk meningkatkan peran bank
syariah melalui peningkatan pembiayaan yang diberikan juga merupakan suatu keniscayaan untuk mengembangkan industri ini lebih lanjut. Oleh karena itu, masing-masing pihak hendaknya dapat menilai dan mengukur realita yang ada sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat. Waallohu'alam bisawwab.

Rifki Ismal PhD student Islamic Finance Durham University (United Kingdom) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis

ASPEK – ASPEK HUKUM DALAM PERBANKAN DAN PERASURANSIAN SYARIAH DI INDONESIA


Buku ini menghadirkan sejumlah aspek legal perbankan dan perasuransian syariah, seperti hukum kontrak yang melandasi transaksi syariah, pengaturan mengenai struktur kelembagaan dan operasional syariah, kebijakan pemerintah dan peraturan perundang –undangan yang relevan serta isu lainnya yang di paparkan di bagian awal buku, bukan hanya merupakan pengantar studi perbankan dan asuransi syariah tapi juga sebagai dasar analisis kritis terhadap hukum perbankan dan asuransi dari kacamata hukum Islam. Di bagian akhir, kita diajak untuk membahas kemungkinan kodifikasi hukum kontrak Islam dalam UU Perbankan dan Perasuransian di Indonesia.

Pranada Group,

BANK DAN ASURANSI ISLAM DI INDONESIA


Buku ini merupakan kontribusi ilmiah sekaligus praktis tentang sisi hukum lembaga ekonomi syariah Islam di Indonesia, khususnya perbankan dan asuransi islam, yang terus tumbuh dengan pesat.

Di sanping aspek regulasi yang mendasari perbankan dan asuransi Islam di Indonesia, para penulis juga memberikan paparan komprehensif berkenaan dengan beberapa tema inti perbankan dan asuransi Islam di Indonesia.


prenada group, penulis : wirdyaningsih, dkk, Rp. 44.000

KITAB UU HUKUM PERBANKAN DAN EKONOMI SYARIAH


Sejarah perbankan secara factual telah mencatat bahwa dalam kurun waktu antara tahun 1992 hingga Mei 2004 telah berkembang pesat perbankan syariah. Secara kuantitatif jumlah bank syariah pada tahun 1992 hanya ada satu Bank Umum Syariah.

Telah teruji dan terbukti system perbankan syariah di seluruh dunia, termasuk Indonesia dalam menghadapi krisis moneter yang dapat terjadi kapan saja.

Pemerintah telah menyatakan keseriusannya untuk menelaah urgensi pembuatan UU Perbankan Syariah di Indonesia

Prenada group, Penulis : Achmad Fauzan, SH, LL.M Rp. 135.000

EKONOMI MAKRO ISLAM


Buku ini adalah sebuah usaha konstruktif merespons perkembangan kontribusi terhadap pengembangan konsep dan teori ekonomi bernuansa Islam, khususnya dalam bidang makroekonomi. Karenanya, tiga isu utama ekonomi makro (pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan pengangguran) akan menjadi focus utama buku ini dan diuraikan dalam sembilan bab konprehensif.


Tak kalah penting, buku ini menutup uraian pentingnya tentang bunga bank dan riba yang selalu menjadi bahan perbincangan menarik ketika orang berbicara tentang praktik ekonomi Islam.

Prenada group, Penulis : Nurul Huda - Handi Risza Idris, Rp. 52.000

INVESTASI PADA PASAR MODAL SYARIAH


Beragam produk dan layanan yang ditawarkan Ekonomi Islam telah meningkatkan gairah masyarakat serta pelaku usaha dan bisnis untuk memanfaatkan tawaran tersebut. Salah satunya adalah investasi syariah yang telah diakomodasi oleh pasar modal – sebagai salah satu instrumen berinvestasi – dalam bentuk indeks saham sesuai dengan prinsip syariah.


Buku ini mengetengahkan secara lengkap investasi berbasis ekonomi islam, mulai dari konsep harta dalam perspektif ekonomi Syariah, konsep-konsep tentang investasi syariah, sampai dengan keberadaan berbagai instrumen investasi seperti saham, obligasi, dan reksa dana syariah.

Prenada Group, Penulis : Nurul Huda, dkk, Rp. 43.000,

AKUNTANSI DAN MANAJEMEN ZAKAT + CD


Dengan format pendekatan baru yang dipergunakan oleh penulis, buku ini memberikan paparan pengantar dan lanjutan tentang zakat, mulai dari jenis, syarat, prasyarat, tata laksana, dan aspek teknis legalis dakwah. Disamping itu, dijelaskan pula berbagai permasalahan kontemporer yang berkaitan dengan zakat, zakat dan produk keuangan, serta jenis transaksi bisnis modern/kontemporer. Sebagai penutup, buku ini menghadirkan system distribusi serta manajemen zakat accountable dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pranada group, penulis: M Arief Mufrani, Rp. 52.000

EKONOMI ISLAM


Buku ini hadir menjawab kebutuhan akan literature ekonomi Islam yang bernuansa akademis. Tema-tema buku ini antara alain:

Ekonomi dan Islam
System Ekonomi Islam
Mekanisme Pasar Islami
Pendapatan Nasional dalam Persfektif Islam
Lembaga Keuangan Islam
prenada, Penulis : Mustafa Edwin Nst, Ph.D, Rp. 53.000

ETIKA BISNIS DALAM ISLAM


Buku ini secara komprehensif menguraikan etika bisnis dalam persfektif Islam.

Definisi, konsep, teori, serta faktor-faktor yang memengaruhi etika, bisnis secara umum mengawali pembahasan buku ini, dilanjutkan dengan paparan sistematis tentang sistem etika bisnis Islam dan isu-isunya. Buku ini juga menghadirkan tentang system etika bisnis berikut berbagai kemungkinan penerapannya dalam transaksi bisnis sehari-hari.prenada

Kamis, 17 Juli 2008

Penetapan Harga dalam Islam: Perpektif Fikih dan Ekonomi


oleh : Drs. H. Asmuni Mth., MA.
MSI-UII.Net - 24/11/2005

Penulis adalah Kabid Akademik
Magister Studi Islam Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia

Pendahuluan
Perekonomian merupakan salah satu saka guru kehidupan negara. Perekonomian negara yang kokoh akan mampu menyamin kesejahteraan dan kemampuan rakyat. Salah satu penunyang perekonomian negara adalah kesehatan pasar, baik pasar barang jasa, pasar uang, maupun pasar tenaga kerja. Kesehatan pasar, sangat tergantung pada makanisme pasar yang mampu menciptakan tingkat harga yang seimbang, yakni tingkat harga yang dihasilkan oleh interaksi antara kekuatan permintaan dan penawaran yang sehat. Apabila kondisi ini dalam keadaan wajar dan normal –tanpa ada pelanggaran, monopoli misalnya– maka harga akan stabil, namun apabila terjadi persaingan yang tidak fair, maka keseimbangan harga akan terganggu dan yang pada akhirnya mengganggu hak rakyat secara umum.

Pemerintah Islam, sejak Rasulullah SAW di madinah concern pada masalah keseimbangan harga ini, terutama pada bagaimana peran negara dalam mewujudkan kestabilan harga dan bagaimana mengatasi masalah ketidakstabilan harga. Para ulama berbeda pandapat mengenai boleh tidaknya negara menetapkan harga. Masing Masing golongan ulama ini memiliki dasar hukum dan interpretasi .

Berdasarkan perbedaan pendapat para ulama tersebut, tulisan ini mengkaji penetapan harga oleh negara -dalam konteks negara secara umum, negara Islam maupun bukan– dalam koridor fikih dengan mempertimbangkan realitas ekonomi secara menyeluruh.

Kontroversi Pendapat Ulama Mengenai Penetapan Harga
Sebagian ulama menolak peran negara untuk mencampuri urusan ekonomi, di antaranya untuk menetapkan harga, sebagian ulama yang lain membenarkan negara untuk menetapkan harga. Perbedaan pendapat ini berdasarkan pada adanya hadis yang diriwayatkan oleh Anas sebagaimana berikut: “Orang orang mengatakan, wahai Rasulullah, harga mulai mahal. Patoklah harga untuk kami.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah-lah yang mematok harga, yang menyempitkan dan melapangkan rizki, dan saya sungguh berharap untuk bertemu Allah dalam kondisi tidak seorang pun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu kezalimanpun dalam darah dan harta.” (HR. Abu Daud [3451] dan Ibnu Majah [2200]).

Asy-Syaukani menyatakan, hadis ini dan hadis yang senada dijadikan dalil bagi pengharaman pematokan harga dan bahwa ia (pematokan harga) merupakan suatu kezaliman (yaitu penguasa memerintahkah para penghuni pasar agar tidak menjual barang barang mereka kecuali dengan harga yang sekian, kemudian melarang mereka untuk menambah ataupun mengurangi harga tersebut). Alasannya bahwa manusia dikuasakan atas harta mereka sedangkan pematokan harga adalah pemaksaan terhadap mereka. Padahal seorang imam diperintahkan untuk memelihara kemashalatan umat Islam. Pertimbangannya kepada kepentingan pembeli dengan menurunkan harga tidak lebih berhak dari pertimbangan kepada kepentingan penjual dengan pemenuhan harga. Jika kedua persoalan tersebut saling pertentangan, maka wajib memberikan peluang kepada keduanya untuk berijtihad bagi diri mereka sedangkan mengharuskan pemilik barang untuk menjual dengan harga yang tidak disetujukan adalah pertentangan dengan firman Allah.

Menurut Yusuf Qordhawi, letak kelemahan asy–Syaukani dalam memakai dalil ini adalah: pertama, perkataan, sesungguhnya manusia dikuasakan atas harta mereka, sedangkan pematokan harga adalah suatu pemaksaan terhadap mereka demikian secara mutlak, adalah mirip dengan perkataan kaum syu,aib. Yang benar adalah manusia dikuasakan atas harta mereka dengan syarat tidak membahayakan mereka dan orang lain, karena tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain. kedua bahwa hadis tersebut –seperti disebutkan oleh pengarang kitab Subulus Salam, ash Shanani berkenan dalam masalah khusus atau tentang kasus kondisi tertentu dan tidak menggunakan lafadz yang umum. Di antara ketetapan dalam ilmu ushul fiqh dikatakan bahwa kasus-kasus tertentu yang spesifik tidak ada keumuman hukum padanya (Qardhawi 1997: 466 467).

Diriwayatkan dari Imam Malik bahwa ia berpendapat membolehkan bagi seorang imam untuk mematok harga, namum hadis hadis tentang hal itu menentangkan (Qardhawi 1997-466. Berdasarkan hadis ini pula, mazhab Hambali dan Syafi’i menyatakan bahwa negara tidak mempunyai hak untuk menetapkan harga.

Ibnu Qudhamah al Maqdisi, salah seorang pemikir terkenal dari mazhab Hambali menulis, Imam (pemimpin pemerintah) tidak memiliki wewenang untuk mengatur harga bagi penduduk, penduduk boleh menjual barang mereka dengan harga berapapun yang mereka sukai. Pemikir dari mazhab Syafi,i juga memiliki pendapat yang sama (Islahi, 1997: 111).

Ibnu Qudhamah mengutip hadis di atas dan memberikan dua alasan tidak memperkenankan mengatur harga. Pertama rasulullah tidak pernah menetapkan harga meskipun penduduk menginginkan. Bila itu dibolehkan pasti rosulullah akan melaksanakannya. Kedua menetapkan harga adalah suatu ketidakadilan (zulm) yang dilarang. Hal ini karena melibatkan hak milik seorang, yang di dalamnya adalah hak untuk menjual pada harga berapapun, asal ia bersepakat dengan pembelinya (Islahi 1997: 111).

Dari pandangan ekonomis, Ibnu Qudamah menganalisis bahwa penetapan harga juga mengindasikan pengawasan atas harga tak menguntungkan. Ia berpendapat bahwa penatapan harga akan mendorong harga menjadi lebih mahal. Sebab jika pandangan dari luar mendengar adanya kebijakan pengawasan harga, mereka tak akan mau membawa barang dagangannya ke suatu wilayah di mana ia dipaksa menjual barang dagangannya di luar harga yang dia inginkan. Para pedagang lokal yang memiliki barang dagangan, akan menyembunyikan barang dagangan. Para konsumen yang membutuhkan akan meminta barang barang dagangan dan membuatkan permintaan mereka tak bisa dipuaskan, karena harganya meningkat. Harga meningkat dan kedua pihak menderita. Para penjual akan menderita karena dibatasi dari menjual barang dagangan mereka dan para pembeli menderita karena keinginan mereka tidak bisa dipenuhi. Inilah alasannya kenapa hal itu dilarang (Islahi 1997: 111).

Argumentasi itu secara sederhana dapat disimpulkan bahwa harga yang ditetapkan akan membawa akibat munculnya tujuan yang saling bertentangan. Harga yang tinggi, pada umumnya bermula dari situasi meningkatnya permintaan atau menurunnya suplai. Pengawasan harga hanya akan memperburuk situasi tersebut. Harga yang lebih rendah akan mendorong permintaan baru atau meningkatkan permintaanya, dan akan mengecilkan hati para importir untuk mengimpor barang tersebut. Pada saat yang sama, akan mendorang produksi dalam negeri, mencari pasar luar negeri (yang tak terawasi) atau menahan produksinya sampai pengawasan harga secara lokal itu dilarang. Akibatnya akan terjadi kekurangan suplai. Jadi tuan rumah akan dirugikan akibat kebijakan itu dan perlu membendung berbagai usaha untuk membuat regulasi harga.

Argumentasi Ibnu Qudamah melawan penetapan harga oleh pemerintah, serupa dengan para ahli ekonomi modern. Tetapi, sejumlah ahli fiqih Islam mendukung kebijakan pengaturan harga, walaupun baru dilaksanakan dalam situasi penting dan manekankan perlunya kebijakan harga yang adil. Mazhab Maliki dan Hanafi, menganut keyakinan ini.

Ibnu Taimiyah menguji pendapat-pendapat dari keempat mazhab itu, juga pendapat beberapa ahli fiqih, sebelum memberikan pendapatnya tentang masalah itu. Menurutnya “kontroversi antar para ulama berkisar dua poin: Pertama, jika terjadi harga yang tinggi di pasaran dan seseorang berusaha menetapkan harga yang lebih tinggi dari pada harga sebenarnya, perbuatan mereka itu menurut mazhab Maliki harus dihentikan. Tetapi, bila para penjual mau menjual di bawah harga semestinya, dua macam pendapat dilaporkan dari dua pihak. Menurut Syafi’i dan penganut Ahmad bin Hanbal, seperti Abu Hafzal-Akbari, Qadi Abu ya’la dan lainnya, mereka tetap menentang berbagai campur tangan terhadap keadaan itu (Islahi, 1997: 113).

Kedua, dari perbedaan pendapat antar para ulama adalah penetapan harga maksimum bagi para penyalur barang dagangan (dalam kondisi normal), ketika mereka telah memenuhi kewajibannya. Inilah pendapat yang bertentangan dengan mayoritas para ulama, bahkan oleh Maliki sendiri. Tetapi beberapa ahli, seperti Sa’id bin Musayyib, Rabiah bin Abdul Rahman dan yahya bin sa’id, menyetujuinya. Para pengikut Abu Hanifah berkata bahwa otoritas harus menetapkan harga, hanya bila masyarakat menderita akibat peningkatan harga itu, di mana hak penduduk harus dilindungi dari kerugian yang diakibatkan olehnya (Taimiyah, 1983: 49).

Ibnu Taimiyah menafsirkan sabda Rasulullah SAW yang menolak penetapan harga, meskipun pengikutnya memintanya, “Itu adalah sebuah kasus khusus dan bukan aturan umum. Itu bukan merupakan merupakan laporan bahwa seseorang tidak boleh menjual atau melakukan sesuatu yang wajib dilakukan atau menetapkan harga melebihi konpensasi yang ekuivalen (‘Iwad al-Mithl).“ (Taimiyah, 1983: 114).

Ia membuktikan bahwa Rasulullah SAW sendiri menetapkan harga yang adil, jika terjadi perselisihan antara dua orang. Kondisi pertama, ketika dalam kasus pembebasan budaknya sendiri, Ia mendekritkan bahwa harga yang adil (qimah al-adl) dari budak itu harus di pertimbangkan tanpa ada tambahan atau pengurangan (lawakasa wa la shatata) dan setiap orang harus diberi bagian dan budak itu harus dibebaskan (lslahi, 1997: 114).

Kondisi kedua, dilaporkan ketika terjadi perselisihan antara dua orang, satu pihak memiliki pohon, yang sebagian tumbuh di tanah orang lain, pemilik tanah menemukan adanya bagian pohon yang tumbuh di atas tanahnya, yang dirasa mengganggunya. Ia mengajukan masalah itu kepada Rasulullah SAW. Beliau memerintahkan pemilik pohon untuk menjual pohon itu kepada pemilik tanah dan menerima konpensasi atau ganti rugi yang adil kepadanya. Orang itu ternyata tak melakukan apa-apa. Kemudian Rasulullah SAW membolehkan pemilik tanah untuk menebang pohon tersebut dan ia memberikan konpensasi harganya kepada pemilik pohon (Islahi, 1997: 115). Ibnu Taimiyah menjelasklan bahwa “jika harga itu bisa ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan satu orang saja, pastilah akan lebih logis kalau hal itu ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan publik atas produk makanan, pakaian dan perumahan, karena kebutuhan umum itu jauh lebih penting dari pada kebutuhan seorang individu.”

Salah satu alasan lagi mengapa Rasulullah SAW menolak menetapkan harga adalah “pada waktu itu, di Madinah, tak ada kelompok yang secara khusus hanya menyadi pedagang. Para penjual dan pedagang merupakan orang yang sama, satu sama lain (min jins wahid). Tak seorang pun bisa dipaksa untuk menjual sesuatu. Karena penjualnya tak bisa diidentifikasi secara khusus. Kepada siapa penetapan itu akan dipaksakan?” (Taimiyah, 1983: 51). Itu sebabnya penetapan harga hanya mungkin dilakukan jika diketahui secara persis ada kelompok yang melakukan perdagangan dan bisnis melakukan manipulasi sehingga berakibat menaikkan harga. Ketiadaan kondisi ini, tak ada alasan yang bisa digunakan untuk menetapkan harga. Sebab, itu tak bisa dikatakan pada seseorang yang tak berfungsi sebagai suplaier, sebab tak akan berarti apa-apa atau tak akan adil. Argumentasi terakhir ini tampaknya lebih realistis untuk dipahami.

Menurut Ibnu Taimiyah, barang barang yang dijual di Madinah sebagian besar berasal dari impor. Kondisi apapun yang dilakukan terhadap barang itu, akan bisa menyebabkan timbulnya kekurangan suplai dan memperburuk situasi. Jadi, Rasulullah SAW menghargai kegiatan impor tadi, dengan mengatakan, “Seseorang yang mambawa barang yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, siapapun yang menghalanginya sangat dilarang.” Faktanya saat itu penduduk madinah tidak memerlukan penetapan harga. (Islahi, 1997: 116).

Dari keterangan di atas, tampak sekali bahwa penetapan harga hanya dianjurkan bila para pemegang stok barang atau para perantara di kawasan itu berusaha menaikkan harga. Jika seluruh kebutuhan menggantungkan dari suplai impor, dikhawatirkan penetapan harga akan menghentikan kegiatan impor itu. Karena itu, lebih baik tidak menetapkan harga, tetapi membiarkan penduduk meningkatkan suplai dari barang-barang dagangan yang dibutuhkan, sehingga menguntungkan kedua belah pihak.Tak membatasi impor, dapat diharapkan bisa meningkatkan suplai dan menurunkan harga.

Urgensi Penetapan Harga
Ibnu Taimiyah membedakan dua tipe penetapan harga: tak adil dan tak sah, serta adil dan sah. Penetapan harga yang “tak adil dan tak sah” berlaku atas naiknya harga akibat kompetisi kekuatan pasar yang bebas, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan suplai atau menaikkan permintaan. Ibnu Taimiyah sering menyebut beberapa syarat dari kompetisi yang sempurna. Misalnya, ia menyatakan, “Memaksa penduduk menjual barang-barang dagangan tanpa ada dasar kewajiban untuk menjual, merupakan tindakan yang tidak adil dan ketidakadilan itu dilarang.” Ini berarti, penduduk memiliki kebebasan sepenuhnya untuk memasuki atau keluar dari pasar. Ibnu Taimiyah mendukung pengesampingan elemen monopolistik dari pasar dan karena itu ia menentang kolusi apapun antara orang-orang profesional atau kelompok para penjual dan pembeli. Ia menekankan pengetahuan tentang pasar dan barang dagangan serta transaksi penjualan dan pembelian berdasar persetujuan bersama dan persetujuan itu memerlukan pengetahuan dan saling pengertian (Islahi, 1997: 117).

Kebersaman (homogenitas) dan standarisasi produk sangat dianjurkan, ketika ia membahas pemalsuan produk itu, penipuan dan kecurangan dalam mempresentasikan penjualan itu. Ia memiliki konsepsi sangat jelas tentang kelakuan baik, pasar yang tertata, di mana pengetahuan kejujuran dan cara permainan yang jujur serta kebebasan memilih merupakan elemen yang sangat esensial. Tetapi, di saat darurat, misalnya seperti terjadi bencana kelaparan, ia merekomendasikan penetapan harga oleh pemerintah dan memaksa penjualan bahan-bahan dagang pokok seperti makanan sehari-hari. Ia menulis, “Inilah saatnya pemegang otoritas untuk memaksa seseorang untuk menjual barang-barangnya pada harga yang jujur, jika penduduk sangat membutuhkannya. Misalnya, ketika ia memiliki kelebihan bahan makanan dan penduduk menderita kelaparan, pedagang itu akan dipaksa menjualnya pada tingkat harga yang adil. Menurutnya, pemaksaan untuk menjual seperti itu tak dibolehkan tanpa alasan yang cukup, tetapi karena alasan seperti di atas, dibolehkan.”

Dalam penetapan harga, pembedaan harus dibuat antara pedagang lokal yang memiliki stok barang dengan pemasok luar yang memasukkan barang itu. Tidak boleh ada penetapan harga atas barang dagangan milik pemasok luar. Tetapi, mereka bisa diminta untuk menjual, seperti rekanan importir mereka menjual. Pengawasan atas harga akan berakibat merugikan terhadap pasokan barang-barang impor, di mana sebenarnya secara lokal tak membutuhkan kontrol atas harga barang karena akan merugikan para pembeli. Dalam kasus harga barang di masa darurat (bahaya kelaparan, perang, dan sebagainya), bahkan ahli ekonomi modern pun menerima kebijakan regulasi harga akan berhasil efektif dan sukses dalam kondisi seperti itu (Islahi, 1997: 118).

Penetapan Harga Pada Ketidaksempurnaan Pasar
Berbeda dengan kondisi musim kekeringan dan perang, Ibnu Taimiyah merekomendasikan penetapan harga oleh pemerintah ketika terjadi ketidaksempurnaan memasuki pasar. Misalnya, jika para penjual (arbab al-sila) menolak untuk menjual barang dagangan mereka kecuali jika harganya mahal dari pada harga normal (al-qimah al-ma’rifah) dan pada saat yang sama penduduk sangat membutuhkan barang-barang tersebut, merekadiharuskan menjualnya pada tingkat harga yang setara, contoh sangat nyata dari ketidaksempurnaan pasar adalah adanya monopoli dalam perdagangan makanan dan barang-barang serupa. Dalam kasus seperti itu, otoritas harus menetapkan harganya (qimah al-mithl) untuk penjualan dan pembelian mereka. Pemegang monopoli tak boleh dibiarkan bebas melaksanakan kekuasaannya, sebaliknya otoritas harus menetapkan harga yang disukainya, sehingga melawan ketidakadilan terhadap penduduk (Islahi, 1997: 119).

Dalam poin ini, Ibnu Taimiyah menggambarkan prinsip dasar untuk membongkar ketidakadilan: “Jika penghapusan seluruh ketidakadilan tak mungkin dilakukan, seseorang wajib mengeliminasinya sejauh ia bisa melakukannya. Itu sebabnya, jika monopoli tidak dapat di cegah, tak bisa dibiarkan begitu saja merugikan orang lain, sebab itu regulasi harga tak lagi dianggap cukup.

Di abad pertengahan, umat Islam sangat menentang praktek menimbun barang dan monopoli, dan mempertimbangkan pelaku monopoli itu sebagai perbuatan dosa. Meskipun menentang praktek monopoli, Ibnu Taimiyah juga membolehkan pembeli untuk beli barang dari pelaku monopoli, sebab jika itu dilarang, penduduk akan semakin menderita, karna itu, ia menasihati pemerintah untuk menetapkan harga. Ia tak membolehkan para penjual membuat perjanjian untuk menjual barang pada tingkat harga yang ditetapkan lebih dulu, tidak juga oleh para pembeli, sehingga mereka membentuk kekuatan untuk menghasilkan harga barang dagangan pada tingkat yang lebih rendah, kasus serupa disebut monopoli.

Ibnu Taimiyah juga sangat menentang diskriminasi harga untuk melawan pembeli atau penjual yang tidak tahu harga sebenarnya yang berlaku di pasar. Ia menyatakan, “Seorang penjual tidak dibolehkan menetapkan harga di atas harga biasanya, harga yang tidak umum di dalam masyarakat, dari individu yang tidak sadar (mustarsil) tetapi harus menjualnya pada tingkat harga yang umum (al-qimah al-mu’tadah) atau mendekatinya. Jika seorang pembeli harus membayar pada tingkat harga yang berlebihan, ia memiliki hak untuk memperbaiki transaksi bisnisnya. Seseorang tahu, diskriminasi dengan cara itu bisa dihukum dan dikucilkan haknya memasuki pasar tersebut. Pendapatnya itu merujuk pada sabda Rasulullah SAW, ”menetapkan harga terlalu tinggi terhadap orang yang tak sadar (tidak tahu, pen.) adalah riba (ghaban al-mustarsil riba) (Islahi, 1997: 120).

Musyawarah untuk Menetapkan Harga
Patut dicatat, meskipun dalam berbagai kasus dibolehkan mengawasi harga, tapi dalam seluruh kasus tak disukai keterlibatan pemerintah dalam menetapkan harga. Mereka boleh melakukannya setelah melalui perundingan, diskusi dan konsultasi dengan penduduk yang berkepentingan. Dalam hubungannya dengan masalah ini, Ibnu Taimiyah menjelaskan sebuah metode yang diajukan pendahulunya, Ibnu Habib, menurutnya, Imam (kepala pemerintahan), harus menjalankan musyawarah dengan para tokoh perwakilan dari pasar (wujuh ahl al-suq). Pihak lain juga diterima hadir dalam musyawarah ini, karena mereka harus juga dimintai keterangannya. Setelah melakukan perundingan dan penyelidikan tentang pelaksanaan jual beli, pemerintah harus secara persuasif menawarkan ketetapan harga yang didukung oleh peserta musyawarah, juga seluruh penduduk. Jadi, keseluruhannya harus bersepakat tentang hal itu, harga itu tak boleh ditetapkan tanpa persetujuan dan izin mereka.

Untuk menjelaskan tujuan gagasan membentuk komisi untuk berkonsultasi, ia mengutip pendapat ahli fikih lainnya, Abu al-Walid, yang menyatakan, “Logika di balik ketentuan ini adalah untuk mencari –dengan cara itu- kepentingan para penjual dan para pembeli, dan menetapkan harga harus membawa keuntungan dan kepuasan orang yang membutuhkan penetapan harga (penjual) dan tidak mengecewakan penduduk (selaku pembeli). Jika harga itu dipaksakan tanpa persetujuan mereka (penjual) dan membuat mereka tidak memperoleh keuntungan, penetapan harga seperti itu berarti korup, mengakibatkan stok bahan kebutuhan sehari-hari akan menghilang dan barang-barang penduduk menyadi hancur (Islahi, 1997: 121).

Ia menegaskan secara jelas kerugian dan bahaya dari penetapan harga yang sewenang-wenang, tak akan memperoleh dukungan secara populer. Misalnya, akan muncul pasar gelap atau pasar abu-abu atau manipulasi kualitas barang yang dijual pada tingkat harga yang ditetapkan itu. Ketakutan seperti itu dinyatakan juga oleh Ibnu Qudamah. Bahaya yang sama, juga banyak dibahas oleh ahli-ahli ekonomi modern, karena itu disangsikan lagi, bahaya ini harus ditekan, kalau bisa dihilangkan sama sekali. Harga itu perlu ditetapkan melalui musyawarah bersama dan diciptakan oleh rasa kewajiban moral serta pengabdian untuk kepentingan umum.

Penetapan Harga dalam Faktor Pasar
Ketika para labourers dan owners menolak membelanjakan tenaga, material, modal dan jasa untuk produksi kecuali dengan harga yang lebih tinggi dari pada harga pasar wajar, pemerintah boleh menetapkan harga pada tingkat harga yang adil dan memaksa mereka untuk menjual faktor-faktor produksinya pada harga wajar (Jalaluddin, 1991: 103). Ibnu Taimiyah menyatakan, “Jika penduduk membutuhkan jasa dari pekerja tangan yang ahli dan pengukir, dan mereka menolak tawaran mereka, atau melakukan sesuatu yang menyebabkan ketidaksempurnaan pasar, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan penetapan harga itu untuk melindungi para pemberi kerja dan pekerja dari saling mengeksploitasi satu sama lain.” Apa yang dinyatakan itu berkaitan dengan tenaga kerja, yang dalam kasus yang sama bisa dikatakan sebagai salah satu faktor pasar (Islahi, 1997: 122).

Islahi (1997: 114) akhirnya menyimpulkan bahwa:

1. Tak seorangpun diperbolehkan menetapkan harga lebih tinggi atau lebih rendah daripada harga yang ada. Penetapan harga yang lebih tinggi akan menghasilkan eksploitasi atas kebutuhan penduduk dan penetapan harga yang lebih rendah akan merugikan penjual.

2. Dalam segala kasus, pengawasan atas harga adalah tidak jujur.

3. Pengaturan harga selalu diperbolehkan.

4. Penetapan harga hanya diperbolehkan dalam keadaan darurat.

Penetapan Harga Dalam Sistem Perekonomian Modern

Secara teoritis, tidak ada perbedaan signifikan antara perekonomian klasik dengan modern. Teori harga secara mendasar sama, yakni bahwa harga wajar atau harga keseimbangan diperoleh dari interaksi antara kekuatan permintaan dan penawaran (suplai) dalam suatu persaingan sempurna, hanya saja dalam perekonomian modern teori dasar ini berkembang menyadi kompleks karena adanya diversifikasi pelaku pasar, produk, mekanisme perdagangan, instrumen, maupun perilakunya,yang mengakibatkan terjadinya distorsi pasar.

Distorsi pasar yang kompleks dalam sistem perekonomian modern melahirkan persaingan tidak sempurna dalam pasar. Secara sunnatullah memang, apabila persaingan sempurna berjalan, keseimbangan harga di pasar akan terwujud dengan sendirinya. Namun sunnatullah pula, bahwa manusia – dalam hal ini sebagai pelaku pasar – tidaklah sempurna. Maka dalam praktek, banyak dijumpai penyimpangan perilaku yang merusak keseimbangan pasar (moral hazard). Di Indonesia misalnya, secara rasional, keseimbangan pasar dirusak oleh konlomerasi dan monopoli yang merugikan masyarakat konsumen, penimbunan BBM maupun beras, dan kasus terakhir bebas masuknya gula dan beras impor yang dimasukkan oleh pelaku bermodal besar, sehingga suplai gula di pasar menjadi tinggi dan akhirnya turunlah harga jualnya di bawah biaya produksinya. Kasus ini jelas merugikan petani tebu dan pabrik gula lokal. Dalam ekonomi liberal atau bebas, kasus ini sah dan dibenarkan atas prinsip bahwa barang bebas keluar masuk pasar dan kebebesan bagi para pelaku pasar untuk menggunakan modalnya. Kasus George Soros misalnya, adalah sah dalam mekanisme pasar bebas, di mana pemerintah atau negara tidak berhak melakukan intervensi terhadap pasar.

Kasus-kasus di atas, hanya bisa diselesaikan secara adil apabila negara melakukan intervensi pasar, misalnya dengan memaksa penimbun untuk menjual barangnya ke pasar dengan harga wajar, menetapkan harga yang adil sehingga pelaku monopoli tidak bisa menaikkan harga seenaknya. Para ahli ekonomi modern pun menganjurkan negara untuk menetapkan harga dalam kasus-kasus tertentu seperti di atas.

Kenaikan harga yang disebabkan oleh ketidaksempurnaan pasar dalam suatu perekonomian modern, terdiri atas beberapa macam berdasarkan pada penyebabnya, yakni harga monopoli, kenaikan harga sebenarnya, dan kenaikan harga yang disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan pokok. Untuk itu, adalah peran pemerintah untuk melakukan intervensi pasar dalam rangka mengembalikan kesempurnaan pasar, salah satunya adalah dengan menetapkan harga pada keempat kondisi di atas (Mannan, 1997: 153 – 158).

Dalam rangka melindungi hak pembeli dan penjual, Islam membolehkan bahkan mewajibkan melakukan intervensi harga. Ada beberapa faktor yang membolehkan intervensi harga antara lain (Jalaludin, 1991: 99–100):

a. Intervensi harga menyangkut kepentingan masyarakat yaitu melindungi penjual dalam hal profit margin sekaligus pembeli dalam hal purchasing power.

b. Jika harga tidak ditetapkan ketikapenjual menjual dengan harga tinggi sehingga merugikan pembeli. Intervensi harga mencegah terjadinya ikhtikar atau ghaban faa-hisy.

c. Intervensi harga melindungi kepentingan masyarakat yang lebih luas karena pembeli biasanya mewakili masyarakat yang lebih luas, sedangkan penjual mewakili kelompok yang lebih kecil.

Suatu intervensi harga dianggap zalim apabila harga maksimum (ceiling price) ditetapkan di bawah harga keseimbangan yang terjadi melalui makanisme pasar yaitu atas dasar rela sama rela. Secara paralel dapat dikatakan bahwa harga minimum yang ditetapkan di atas harga keseimbangan kompetitif adalah zalim (Karim, 2002: 143).

sumber: http://msi-uii.net/baca.asp?katagori=rubrik&menu=ekonomi&baca=artikel&id=228

Lowongan CPNS Departemen Luar Negeri 2008


DEPARTEMEN LUAR NEGERI
REPUBLIK INDONESIA

P E N G U M U M A N

NOMOR : 00854/KP/VII/2008/19/02
PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
DEPARTEMEN LUAR NEGERI
TINGKAT SARJANA (GOLONGAN III) DAN DIPLOMA 3 (GOLONGAN II)
TAHUN ANGGARAN 2008

Departemen Luar Negeri Republik Indonesia membuka kesempatan kepada Warga Negara Indonesia, pria dan wanita:

1. Lulusan S1, S2, dan S3 menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Golongan III untuk dididik menjadi Pejabat Diplomatik dan Konsuler (Diplomat/PDK);
2. Lulusan Diploma 3 (D3) menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Golongan II untuk dididik menjadi:
a. Bendaharawan dan Penata Kerumahtanggaan Perwakilan (BPKRT); dan
b. Petugas Komunikasi (PK).

lebih lanjut lihat : http://microsite.detik.com/deplu/

Suratno

PT. Prudential Life Assurance
Agency Office : Menara thamrin, Lt. 3 Suite 306
Jl. M.H Thamrin Kav. 3, Jakarta 10250
Telp. (62-21) 2303300, 230 3800, Fax. (62-21) 3158181

Kurniawan Fahmi

Finance assitant
Advisory services in Indonesia
International Finance Corporation (IFC) World bank Group

jakarta stock exchange Building
Tower 2, 9th floor
Jl. Jend. Sudirman Kav. 52 - 53
Jakarta 12190 Indonesia
+62 (21) 52993001
Fac. +62 (21) 52993141
Mobile : +6281315027199
www.ifc.org
email: kfahmi@ifc.org

T. Rifqy Thantawi, SH, MSi

dilahirkan di jakarta, 23 september 1976. S1 ditamatkan di FH UI (2000) dan menyelesaikan S2 di PSTTI Ekonomi dan keuangan syariah UI tahun 2005.
Tesis : Pengaruh kebijakan bonus SWBI dan penjaminan pemerintah terhadap tingkat imbalan pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah di Indonesia

Muhammad Heykal, SE Ak, MSi

dilahirkan pada tanggal 26 november 1976 di Jakarta, menamatkan S1 di FE Trisakti jurusan Akuntansi, S2 di PSTTI Ekonomi keuanagn syariah UI.
tesis : Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan margin murabahab untuk produk pembiayaan pemilikan rumah (studi kasus : PT. Bank Syariah Mandiri)

Nasrah Mawardi, SE, MSi

dilahirkan di Jakarta tanggan 12 Juni 1957, menyelesaikan pendidikan S1 di FE UI Tahun 1984. S2 PSTTI Ekonomi dan Keuangan Syariah UI tahun 2005. pernah bekerja sebagai staf pengajar pada akademi wiraswasta dewantara sampai tahun 1985.
Tesis : Faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan Return bagi hasil deposito Mudharabah Muthlaqah studi kasus : Unit usaha Syariah Bank X

Rabu, 16 Juli 2008

Agenda Ekonomi Syariah Bulan Juli 2008 FE UNAIR

Workshop Kurikulum Ekonomi Syariah
Rabu-Jum'at / 25-27 Juni 2008 (Pukul: 04.00-22.00 waktu se)
Sebagai departemen baru di lingkungan Universitas Airlangga, Departemen Ekonomi Syariah bertekat untuk menjadi icon bagi Unair. Salah satu persiapan penting yang dilakukan untuk menuju hal tersebut adalah pembenahan konten dari kurikulum yang sudah dijalankan saat ini. Kurikulum Ekonomi syariah saat ini lebih difokuskan pada kajian keuangan syariah. Hal ini merupakan salah satu bentuk antisipasi dan kontribusi Unair dalam mendukung perkembangan lembaga perbanksan syariah serta munculnya instrumen-instrumen keuangan syariah baru lainnya. Keinginan untuk mendukung perkembangan sektor keuangan syariah di dorong dengan sudah disahkannya UU tentang Sukuk serta UU tentang Perbankan Syariah.
Kami dari Departemen juga mengharap dukungan masyarakat luas khususnya para pakar ekonomi syariah untuk bahu membahu mengiringi perkembangan sektor keuangan syariah agar tetap berada pada track yang sesuai syariat.

Sekretaris Departemen Ekonomi Syariah

ttd
Habiburrochman

Tempat: Hotel Grand Trawas, Mojokerto

Kuliah tamu Keuangan Publik Syariah
Sabtu, 21 Juni 2008 (Pukul: 08.00 - 15.30)
Kuliah kuangan publik syariah Insya Allah dilaksanakan pada hari Sabtu. Seperti biasanya dept. Ekonomi Syariah mengundang Bapak Dr. Muhammad dari Yogyakarta. Pembahasan tentang keuangan publik syariah banyak difokuskan pada wacana kontemporer pengelolaan keuangan publik dari pandangan Islam

Tempat: R. Tirtodiningrat

Kunjungan ABFI Perbanas Jakarta
Senin, 2 Juni 2008 (Pukul: 09.00-14.00)
Departemen Ekonomi Syariah mendapat kunjungan dari dosen-dosen dari ABFI Perbanas. ABFI Perbanak jakarta merupakan pengembangan dari STIE Perbanas dan STMIK Jakarta. Kedua institusi pendidikan tinggi tersebut bergabung dan berganti nama ABFI Perbanas. Kunjungan ke FE Unair dipimpin oleh Ibu Indra Siswanti,SE.MM dari jurusan manajemen. Kedangan Perbanas Jakarta ini dimaksudkan untuk menggali lebih mendalam mengenai kurikulum ekonomi islam di FE Unair. Saat ini, sesuai dengan ambisi Bank Indonesia yang menargetkan perkembangan Bank Syariah agar dapat terasa kiprahnya di dunia perbankan Indonesia, membuat kebutuhan tenaga bankir yang mengerti tentang transaksi berdasar syariat Islam menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. saat ini Pendidikan tinggi belum dapat memenuhi permintaan kebutuhan sumber daya insani ini. oleh karena itu dipandang perlu untuk segera mengimplementasikan kurikulum mengenai ekonomi Islam di Perbanas Jakarta.
Ketua Departemen, Ibu Sri Kusreni menanggapi permintaan Perbanas Jakarta tersebut dengan senang hati bahkan menawari dosen-dosen Perbanas Jakarta untuk mengikuti lokakarya kurikulum yang direncanakan dilaksanakan pada bulan Juli 2008. Selain itu Jajaran departemen ekonomi syariah siap bahu membahu untuk terus mengembangkan pendidikan ekonomi Islam. Untuk itu kerjasama dengan berbagai pihak sangat dibutuhkan.

Tempat: Rapim FE Unair dan Dept. Ekonomi Syariah


Kunjungan dari Universitas Muhammadiyah Jogjakarta
Jum'at, 9 May 2008 (Pukul: 09.00 - selesai)
Fakultas Ekonomi - dept ekonomi syariah menerima kunjungan dari dekan dan rombongan dari FE UMJ. maksud kedatangan ini adalah untuk menjalin kerjasama dalam pengembangan ekonomi syariah.
Tempat: Rapim FE Unair

Discussion with Dr.Minako Sakai from Australia
Selasa/ 6 Mei 2008 (Pukul: 10.00-13.00)
Discussion the role of islamic micro-credit cooperatives known as islamic savings and loan cooperatives (BMTs) delivered by Dr. Minako Sakai from Schoool of Humanities and Social Sciences University of New South Wales, Australia
Tempat: Ruang Tirtodiningrat

Garis Besar Penerapan Dinar Emas


oleh Prof. Umar Ibrahim Vadillo

Untuk memfasilitasi pengenalan dan peredaran Dinar Islam dan penggunaannya dalam perdagangan, diawali oleh satu negeri yang menerima Dinar Emas Islam sebagai legal tender . Hal ini akan mengembangkan jangkauan globalnya dan akan membuka kemungkinan melakukan kontrak dagang dengan satuan hitung Dinar Islam.

Pengantar
Langkah yang paling nyata dalam kemajuan ini adalah pulihnya sistem keuangan real dan meniadakan secara berturut-turut kertas cetakan simbol uang dan uang fiksi yang dimanipulasi dalam pasar spekulasi serta perjudian pasar saham.

Dinar emas dan Dirham perak telah diterima secara universal sebagai alat tukar selama ribuan tahun dan mulai dikenali kembali sebagai jalan menuju kewarasan, kewajaran dan kejujuran.

Secara serempak, e-Dinar yang didukung sepenuhnya oleh emas secara fisik sama dengan yang ada dalam peredaran, rumusan investasi untuk perdagangan (Qirad), bagi-hasil untuk produksi (Shirkat) dan bentuk terpercaya perwakilan dengan keuntungan wajar (Wakala dan Qafilah) akan menyertai restorasi Perdagangan Islam.

Konsekwensi dari proses ini akan sangat banyak, akan kita dapatkan kembali Blok Perdangangan Islam dengan uang sejati, Dinar Emas Islam atau Dirham Perak. Kemudian, bersatunya Ummat Islam, terbentuknya kembali keseimbangan kekuasaan di dunia, akhir dari supremasi dollar dan berakhirnya oligarki para miliuner dan biliuner, yang menguntungkan orang miskin saat ini dan gerak-maju yang berpihak pada masyarakat, bukan korporasi.

Kami menginginkan kontribusi dan menjadi bagian dari perubahan sejarah dengan selalu memberikan berita-berita relefan dan tulisan menarik, dokumen dan riset mengenai subjek ini.

Ringkasan
Menghidupkan kembali Dinar Emas sebagai alat tukar dalam kerangka blok Perdagangan Islam akan menjadi memungkinkan bila:

Kita tidak menyerahkannya pada konsensus politik
Kita berpegang pada pengaplikasian dan program fungsional yang diarahkan untuk memperkuat perdagangan melalui mekanisme inti moneter
Kita mendapatkan dukungan dari negeri-negeri Muslim seperti Malaysia
Usulan Kami
Memulai program saat ini juga. Kita memerlukan Mekanisme Inti Moneter dan setahap demi setahap menambahkan fungsinya.

Mekanisme Inti Moneter terdiri dari:
Fisik Dinar dan Dirham, dengan sistem pembayaran elektronik (e- payment ) yang didukung oleh emas, disebut juga pengoperasian e-dinar. Pasar Islam yang nyata, dengan pasar elektronik (e- market ) yang menggunakan sistem pembayaran e-dinar, kontrak Qirad untuk investasi perdagangan, dengan layanan audit on-line e- qirad yang memungkinkan investor berhubungan langsung dengan para pedagang.

Kunci Pertimbangan
Menghidupkan alat tukar Syariah, Dinar dan Dirham, sebagai permasalahan politik utama yang dihadapi Ummat Islam hari ini akan lebih berat dari permasalahan politik lainnya.

Dinar dan Dirham Islam, karena menguntungkan bagi setiap Muslim, merupakan kebijaksanaan politik terdepan bagi politik penyatuan Muslim saat ini. Penggunaannya oleh Muslim akan mempercepat pembentukan blok Perdagangan Islam berdasarkan alat tukar Islam Universal.

Dinar dan Dirham Islam akan mewujudkan aspirasi penegakkan " Dar al-Islam " yang tidak dapat dicapai oleh metoda ekonomi atau politik lain.

Dinar dan Dirham untuk sementara harus dipisahkan dari proses politik disebabkan institusi politik belum memungkinkan untuk menerimanya pada saat ini.

Di sisi lain, alat tukar tidak dapat dipisahkan dari perdagangan. Menghidupkan kembali Dinar Islam harus secara serempak diiringi oleh pembangunan kembali Perdagangan Islam. Perdagangan Islam mewakili paradigma baru yang menantang dan menggantikan nilai, institusi, instrumen dan model dari ortodoksi ekonomi-masa-kini.

Bagaimana Melakukannya
Kita mengajukan alat tukar berbasis-emas untuk perdagangan berisiko-rendah dan berbiaya-rendah yang pararel dengan uang kertas yang beredar.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana untuk memperkuat peredaran uang emas dan perak. Yang paling utama adalah kita menyediakan sistem pembayaran elektronik yang dapat memfasilitasi transfer dan perdagangan dengan Dinar Islam. E-dinar mewakili pembayaran elektronik pertama berbasis Dinar Islam, yang 100% didukung oleh fisik emas dan menyediakan kemudahan dalam transaksi via internet. Hemat, nyaman dan kecepatan transaksi menjadikannya lebih unggul dari berbagai bentuk perbankan modern.

Penggunaan Dinar Islam secara moneter akan lebih baik bila didukung terlebih dahulu melalui pengenalan terhadap inti tujuan Islam, khususnya untuk pembayaran Zakat dan Mahar. Seiring dengan itu, penggabungan dengan pasar elektronik yang sudah ada dan instrumen investasi berdasarkan-qirad baru untuk mengembangkan penggunaannya dalam perdagangan, sehingga membalikkan aliran-uang dari uang yang terjadi hari ini menjadi aliran-uang dalam perdagangan. Pengintegrasian terencana atara e-dinar dengan e-market dan sistem e-qirad yang baru dibangun sangat membantu kembalinya investasi Muslim bagi perekonomian Islam.

Untuk memfasilitasi pengenalan dan peredaran Dinar Islam dan penggunaannya dalam perdagangan, diawali oleh satu negeri yang menerima Dinar Emas Islam sebagai legal tender . Hal ini akan mengembangkan jangkauan globalnya dan akan membuka kemungkinan melakukan kontrak dagang dengan satuan hitung Dinar Islam.

Pembangunan blok-bangunan yang menjadi tempat pencetakan dan pengedaran koin emas dan perak, pengembangan sistem pembayaran e-dinar dan intergrasinya terhadap pasar-elektronik yang ada dan pengembangan sistem e-qirad baru untuk mendanai dan merangsang perdagangan. Implementasi fisik dari pasar-terbuka, karavan dan paguyuban sebagai pembaharuan dari proses produksi akan mengikuti kemudian.

Garis bawahi:
Jumlah pengguna Dinar Islam akan menjadi Blok Perdagangan Islam secara de facto.

Persatuan Moneter atau Layanan Moneter?
Bagaimana dunia mempergunakan Dinar Islam? Bagaimana kita harus melibatkan negeri Muslim lainnya? Haruskah kita mengikuti jalur politik dari Persatuan Moneter seperti halnya Euro atau haruskah kita membangun suatu layanan moneter dengan pengembangan fungsi yang beriringan dengan mata uang yang ada saat ini?

Kita yakin bahwa proses politik dari persatuan moneter merupakan proses yang bertumpu pada bermacam-macam uang kertas yang saat ini beredar di negeri-negeri Muslim menjadi satu mata uang, kalaupun memungkinkan, panjang dan penuh masalah. Lebih jauh lagi, ketika mempertimbangkan perbedaan politik dan ekonomi antara negara Muslim yang berbeda, tampaknya sangat tidak memungkinkan bila mereka akan bersatu dengan cara ini.

Pada sisi lain, dikarenakan nilai intrinsik dari Dinar emas dan Dirham perak, yang sangat diterima sebagai alat tukar akan melampaui peresmian undang-undang dari institusi kenegaraan.

Emas sebagai Komoditas
Emas dan perak, tidak seperti uang kertas, tidak tergantung pada jaminan pihak ketiga. Memiliki nilai sebagai zat mereka sendiri sebagai komoditas, dan seperti komoditas lainnya, memiliki nilai intrinsik sebagaimana nilainya sebagai mata uang. Oleh karenanya menjadi penting untuk difahami bahwa koin emas selalu bernilai meskipun hanya meliputi sejumlah kecil pengguna moneter.

Pengupayaan pemersatuan uang kertas, meskipun seluruh negeri Muslim turut serta dalam pelaksanaannya, proses ini sangatlah sulit dan kusut, bahkan tidak mungkin. Alasannya adalah agar dapat berjalan, uang kertas teoritis tersebut harus berhasil bersaing terhadap USD. Hanya Dinar Islam saja yang memiliki kemampuan seperti itu, terlepas dari jumlah awal yang menggunakannya.

Sebagai tambahan, perbedaan ekonomi antara negeri muslim sangatlah besar sehingga proses yang diperlukan dalam pengintegrasiannya akan memperlemah mata uang yang lebih kuat tanpa memperkuat sama sekali mata uang yang lebih lemah. Sebagai contoh menarik adalah kegagalan Euro untuk diintegrasikan terhadap GBP dan mata uang Eropa lainnya seperti Krona Swedia, tanpa mengikutkan jumlah beban biaya yang harus ditanggung dalam penggabungan mata uang ini, dalam hubungan devaluasi mata uang nasional lebih dari 20% dan biaya aktual implementasi, yang mencapai nilai 100 triliun Euro.

Proses politik mendirikan mata uang Muslim baru akan mengakibatkan beban yang sangat berat --yang tidak mungkin ditanggung-- oleh negeri-negeri Muslim. Pada sisi lain untuk memilih penggunaan koin emas dan perak oleh masyarakat merupakan upaya yang jujur, aman, rendah-biaya dan rendah-risiko untuk memulai pemersatuan negeri-negeri Muslim secara organik dan jalan evolusi melalui pembentukan alat tukar Universal yang seiring dengan cara pembayaran yang ada.

Kita juga yakin bahwa model terbaik untuk mewujudkan kembalinya Dinar Islam adalah dengan mendirikan layanan moneter yang dapat dikembangkan yang seiring dengan sistem mata uang yang telah ada. Layanan moneter tersebut harus mudah dan bebas tersedia bagi siapapun yang mencari alternatif dari sistem-moneter berbasis-kertas serbaguna.

Layanan Monoter yang Dapat Dikembangkan
Sistem Pembayaran: e-dinar.com
Bagaimana untuk memperkuat pemakaian moneter emas dan perak? Yang paling utama adalah memperkuat penyediaan sistem pembayaran elektronik yang akan memfasilitasi transfer dan perdagangan menggunakan Dinar Islam.

E-dinar adalah sistem pembayaran elektronik pertama yang berbasis Dinar Islam yang 100% didukung oleh emas secara fisik yang digudangkan di gudang bullion sentral global yang bertempat di Dubai (UEA). Transaksi antara pemilik rekening didirikan seccara instan melalui perantaraan agen atau wakil virtual (dilaksanakan oleh database) yang mengadministrasikan dan mengoperasikan rekening mewakili pemilik rekening yang mengistruksikan melalui Internet. Sistem e-dinar memungkinkan semua pemegang rekening untuk melakukan transaksi pembayaran global secara instan, semudah yang dilakukan oleh bank saat ini, dengan kemudahan transaksi melalui Internet.

Fungsi pokok dari sistem e-dinar meliputi fungsi in-exchange dimana pemegang rekening mengkonversi uang kertas kedalam rekening e-dinar, fungsi spend dimana pemilik rekening dapat mentransfer kepada pemilik rekening e-dinar lainnya, dan out-exchange atau fungsi redeem dimana pemilik rekening mengkonversi e-dinar menjadi uang kertas (out-exchange) atau menjadi fisik Dinar emas (penebusan). Pada saat ini sistem e-dinar baru meliputi Dinar emas, meskipun demikian Dirham perak akan segera ditambahkan dimasa yang akan datang. Karena transaksi berjalan dengan singkat dan terjadi secara langsung antara individu pemegang rekening, penlaksanaannya berjalan secara otomatis untuk menghilangkan kemungkinan munculnya kekusutan akibat perantaraan pihak ketiga seperti yang terjadi pada kasus perbankan.

Kemudahan yang menjadi kunci kelebihan sistem e-dinar yang disebutkan di atas menjadikannya unggul terhadap segala bentuk perbankan moderen, sehingga terbentuk pondasi bagi penggunaan emas dan perak sebagai alat tukar universal. Saat ini e-dinar sudah beroprasi dan dapat dipergunakan sebagaimana disebutkan.

Pengembangan baru dalam e-dinar dapat memasuki akses melalui mobile-phone untuk pemegang rekening pembayaran fasilitas m-commerce, integrasi sistem e-dinar dengan sistem pembayaran on-line lainnya (sudah berjalan pada e-gold), dan penambahan teknologi 'smart card' untuk peningkatan secara substansial kenyamanan dalam fungsi in-exchange dan out-exchange. Tersedianya 'smart card' pada khususnya akan meningkatkan kemudahan pengguna dengan konversi instan antara mata uang kertas dengan e-dinar, sehingga menghilangkan transaksi bank yang mahal dan penundaan waktu transfer yang berhubungan dengan mata uang internasional.

Upaya pengembangan berikutnya adalah sistem e-dinar yang secara keseluruhan difokuskan kepada peningkatan kenyamanan pemakai termasuk juga pengembangan jaringan e-kiosk yang telah ada bagi negara member Muslim untuk memfasilitasi pertukaran-keluar-masuk, yaitu konversi timbal balik e-dinar dari atau menjadi mata uang kertas nasional. Hal ini akan memungkinkan Bank Sentral berperan sebagai penyelenggara dalam proses menyediakan kurs harian dari mata uang nasional terhadap e-dinar.

Kunci kelebihan dari jaringan e-kiosk antara lain:
Pengembangan ini akan menjamin penerimaan mata uang lokal terhadap sistem e-dinar pada tingkat biaya serendah mungkin bagi pemilik rekening. Persetujuan tersebut sesingkat mungkin terjadi melalui penyelenggaraan rekening e-dinar khusus atau ' reserve accounts ' untuk Bank Sentral dan pelaku ekonomi keuangan besar lainnya saat ini. Dengan berkembangnya permintaan, simpanan lokalakan didirikan di Malaysia dan negeri Muslim lainnya yang turut berpartisipasi.

Pengembangan besar lainnya dalam layanan moneter adalah bukan hanya bergantung pada sistem pembayaran e-Dinar tapi juga untuk penggunaan aktual dan status legal dari Dinar Islam.

Mengembangkan Fungsi Moneter Dinar Emas Islam
Pilar Pertama: Pembayaran Zakat
Berdasarkan syariat Islam, pembayaran Zakat harus dilakukan dalam 'ayn dan bukan dayn, dengan kata lain, diperbolehkan menggunakan komoditas real/nyata tapi bukan dalam bentuk hutang atau nota janji bayar (uang kertas). Berdasarkan ini, hingga saat runtuhnya Kekalifahan, Zakat tidak diperbolehkan untuk ditunaikan dalam bentuk uang kertas (fulus).

Kembalinya uang Syariah untuk pembayaran Zakat harus menjadi prioritas utama dalam implementasi Dinar Islam sebagai uang Muslim, karena dengan berjalannya pembayaran Zakat secara benar akan secara potensial memicu pengembangan penuh uang ini. Bila pembayaran dilakukan secara benar dalam koin emas dan perak, koin ini akan menemukan jalannya memasuki pedagang dan supliernya dan kedalam perekonomian. Penetrasi terhadap pedagang profesional akan lebih lanjut diperkuat melalui fasilitas yang disediakan oleh sistem e-dinar.

Akan sangat rasional untuk mengasumsikan bahwa uang Islam sebagai yang pertama diupayakan dalam memenuhi rukun Islam. Ini akan menjadikan pembayaran Zakat sebagai masalah utama dan paling mendasar yang harus dituju.

Berikut ini adalah contoh dari UAE untuk mengilustrasikan akibat dari pembayaran Zakat dalam emas dan perak:

Pilar Kedua: Finansial Global Berbasis Emas
Bagaimana emas dan perak menjadi koin diluar sistem perbankan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi? Bagaimana emas dipergunakan sebagai investasi dan macam investasinya?

Saat ini, emas paling banyak dipergunakan dalam bentuk perhiasan sebagai perlindungan terhadap inflasi. Emas ini "tersembunyi dibawah kasur" sehingga tidak memiliki kontribusi terhadap ekonomi. Koin emas, disamping sebagai perlindungan terhadap inflasi, juga mewakili maksud dari pembayaran dan investasi, dimana mereka bersirkulasi secara bebas dan memiliki peran langsung terhadap perekonomian.

Investasi emas, juga sebagai alat tukar, harus sesuai dengan Syariah. Bentuk utama dari investasi dalam Dinar dan Dirham dimasa lalu adalah Qirad. Sangat disayangkan, Qirad atau mudharabah, sejak beberapa tahun kebelakang telah sepenuhnya menyimpang akibat upaya justifikasi perbankan 'Syariah'. Sejatinya, Qirad merupakan bentuk investasi terpenting yang dedikasikan untuk perdagangan. Fakta bahwa perdagangan berhenti bukan berarti Qirad menjadi sesuatu yang kuno; melainkan dengan kembalinya Qirad akan mengakibatkan kembalinya bentuk perdagangan bebas monopoli.

Pentingnya Qirad
Qirad merupakan bagian penting dari perdagangan yang tidak boleh dianggap remeh. Menurut Ferdinand Braudel, Sejarawan Perancis, yang menjadi orang Eropa pertama yang mengenali bahwa berjalannya Qirad di pesisir Itali, dengan nama commenda, sebagai penyebab utama ledakan perdagangan di kota-kota pemerintahan Itali yang melahirkan Renaissance . Qirad menyalurkan harta simpanan komunitas ke usaha yang paling menguntungkan: perdagangan.

Rasulullah, sallallahu alayhi wa sallam, mengatakan:
"9/10 bagian risq (pendapatan) didapat dari perdagangan."

Dengan kata lain beliau berkata: 9/10 bagian keuntungan berasal dari perdagangan. Memperkuat perdagangan merupakan kunci pemulihan kembali ummat Islam dan masyarakat. Dan syarat pemulihan ini adalah mengenalkan kembali investasi Qirad yang sesungguhnya dalam perdagangan.

Qirad memperkuat Perdagangan, dan Perdagangan memperkuat Qirad.
Investasi Qirad harus dilakukan dalam Dinar emas atau Dirham perak. Qirad harus dijaga ketat oleh Syariah, yang berarti pertama dan yang terutama Qirad didesain untuk membiayai perdagangan; kedua, agen (penerima dana) Qirad tidak memberikan jaminan investor. Berdasarkan dua prinsip ini, dua prinsip selanjutnya adalah:

Pertama, pembiayaan perdagangan memperbolehkan perdagangan untuk mencapai potensi maximum.

Kedua, tidak seperti dalam perbankan dimana 'uang mengalir ke uang' (prinsip jaminan), dalam Qirad uang disalurkan kepada mereka yang memiliki kemampuan untuk melakukan yang terbaik. Yang menarik untuk dicatat adalah dalam distorsi ekonomi keuangan hari ini, lebih dari 95% pendanaan diinvestasikan dalam instrumen moneter dan kurang dari 5% kedalam perdagangan. Persentasi inilah yang harus diputar balik.

Qirad, Investasi tanpa Jaminan
Tanpa jaminan, mekanisme untuk penaksiran seorang agen Qirad dinilai berdasarkan evaluasi atas kejujuran, integritas dan kapabilitasnya. Dahulu, evaluasi tersebut berdasarkan pada reputasi dan prestasi para agen. Kini, penaksiran agen bisa lebih efektif diatasi secara rekaman elektronik dari prestasi terdahulu dari pedagang pelaku kontrak Qirad. Sebagai contoh: pada kontrak Qirad pertama pedagang menghasilkan profit 12%, pada Qirad kedua 30% dan pada Qirad ketiga 5%, dan seterusnya. Catatan prestasi tersebut menjadi rangking bagi pedagang yang dinilai oleh investor dengan sistem klasifikasi seperti yang berlaku di hotel berbintang (seperti 1 bintang, 2 bintang, pedagang 3 bintang, dan seterusnya).

Menentukan nilai kejujuran dan prestasi
Melalui persyaratan auditor independen yang menaksir prestasi pedagang, setiap catatan transaksi Qirad akan membantu menentukan keseluruhan Qirad yang dapat diandalkan. Bila evaluasi tersebut dicatat secara digital dan disampaikan, pembentukan fasilitas berbasis-internet akan sangat membantu fasilitas investasi e-qirad, sebanding dengan penawaran dan kedudukan perusahaan-perusahaan yang ada di pasar saat ini: e-qirad.com (siap untuk dikembangkan).

e-qirad menggunakan e-dinar sebagai sarana pembayaran untuk memfasilitasi pembentukan kembali investasi Islam sesungguhnya.

Saat ini, yang konon-disebut investasi syariah, kira-kira mencapai 86 triliun USD. Investasi tersebut umumnya ber-denominasi USD dan diinvestasikan di Bursa Saham Amerika dan Eropa. Investasi syariah rekaan ini akan terkalahkan oleh ekonomi Muslim, e-qirad akan mengembalikan kekayaan ummat Islam pada para pedagang Muslim, aset kita yang terbaik yang terabaikan.

Pilar Ketiga: Legal Tender
Banyak negara, termasuk Malaysia, menggunakan koin emas sebagai legal tender paralel dengan mata uang kertas mereka. Pembentukan Islamic Gold Dinar (IGD) sebagai legal tender di suatu negeri Muslim merupakan persyaratan penting untuk mengembangkan jangkauan globalnya. Cukup dimulai dari satu negara saja penerapan IGD sebagai legal tender untuk mendapatkan status legalnya kemudian penerimaanya secara internasional dapat dikembangkan kemudian.

Diterimanya IGD sebagai legal tender di Malaysia berakibat langsung pada penggunaannya sebagai alat tukar. Kemungkinan mendirikan 'kontrak emas' dengan denominasi Dinar-pun terbuka lebar. Pada skala global, status legal tender akan berjalan seiring permasalahan hukum dan perpajakan, yang bila tidak mengklasifikasikan Dinar dan Dirham sebagai uang melainkan sebagai perhiasan masih tetap menarik pajak dari mereka dengan sesuai.

Dinar Emas Islam di Jantung Perdagangan Islam
Dinar Emas Islam merupakan bagian terintegrasi dari Perdagangan Islam. Kembalinya alat tukar berdenominasi-emas akan meningkatkan dan memperkuat berjalannya Perdagangan Islam. Perdagangan Islam lebih dari sekedar perdagangan -karena cenderung mewakili persaingan bebas dibandingkan dengan monopoli pasar yang lazim terjadi saat ini.

Syariat Islam menegaskan dan melindungi perdagangan. Arti perdagangan yang disebutkan oleh WTO dengan Syariat Islam akan menunjuk pada dua hal yang berbeda. WTO mengartikan perdagangan sebagai distribusi monopoli , sedangkan perdagangan Islam menunjuk pada hal yang sepenuhnya berlawanan. Elemen kunci dari perdagangan bebas adalah pasar terbuka . Dalam lingkungan kapitalis moderen kita, institusi pasar terbuka telah dihilangkan, diganti dengan toko dan supermarket. Bagaimanapun, tanpa pasar terbuka, perdagangan dipersempit menjadi monopoli distribusi.

Bukti yang paling jelas dari hilangnya perdagangan adalah hilangnya karavan. Karena karavan tidak mungkin ada tanpa adanya pasar terbuka.

Model perdagangan Islam adalah berdasarkan larangan yang difirmankan dalan al-Quran:
"Allah telah menghalalkan Perdagangan dan
mengharamkan Riba"
(Quran 2, 275)

"Hai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah pada Allah
dan tinggalkanlah sisa Riba yang tertinggal
jika kamu benar-benar beriman.
Bila tidak, maka Allah dan Rasulnya akan memerangimu."
(Quran 2, 278-279)
Menurut pendapat kami, strategi 'pro-perdagangan' lebih produktif dibandingkan strategi 'anti-riba'. Untuk menghidupkan kembali perdagangan Islam, kita mengajukan pendekatan selangkah-demi-selangkah berikut ini:


Menerbitkan dan mengedarkan uang Emas dan Perak baik fisik maupun virtual.

Mengadakan kembali Pasar Terbuka dengan regulasi Syariat Islam baik fisik maupun virtual.

Memulihkan kembali kontrak Islam baik fisik maupun virtual.

Memulihkan kembali karavan dan rute dagang.

Memulihkan kembali paguyuban untuk mendirikan-kembali produksi-terbuka.

Memajukan perdagangan merupakan perlindungan terbaik kita dalam memerangi Riba, sama halnya meningkatkan kesehatan menjadi perlindungan terbaik dari penyakit. Untuk membangun kembali model Islam yang lengkap, strategi anti-Riba saja masih belum cukup memenuhi. Dianjurkan, Muslim mengadopsi strategi pro-Perdagangan yang tidak bergantung pada bank sehingga dapat menyingkirkan upaya untuk meng-'islamisasi' perbankan --suatu upaya yang sia-sia dari awal.

Pasar Terbuka
Rasulullah, sallalllahu alayhi wa sallam, saat beliau tiba di Madinah, mendirikan mesjid dan pasar secara bersamaan, kemudian menetapkan peraturan yang berlaku di mesjid sama dengan peraturan yang berlaku di pasar: terbuka bagi siapa saja dan tidak dimiliki oleh siapapun. Sangat berbeda dengan Carrefour, rantai supermaket terbesar saat ini, Pasar Islam terbuka bagi siapapun untuk turut berdagang, semua orang memiliki hak untuk menjual dan membeli. Perdagangan tidak lagi menjadi hak istimewa sekelompok orang, sebagaimana kita tidak mungkin menerima hanya sebagian orang saja yang diistimewakan untuk beribadah di mesjid dan yang lainnya diwakili oleh mereka. Seperti halnya Muslim tidak akan pernah mentolerir perdagangan dikuasai sekelompok orang.

Dahulu, pasar terbuka tersedia di setiap kota, namun lambat-laun beralih menjadi toko besar yang pada akhirnya menjadi supermarket. Supermarket dimasa moderen, lima supermarket terbesar di Inggris mengontrol 60% retail. Di Swedia, dua supermarket besar mengontrol 80% retail. Pembelian dan penjualan dalam supermarket menggeser perdagangan menjadi distribusi dan pada saat yang sama memonopoli proses distribusi dan produksinya.

Perdagangan Islam dan pasar terbuka dapat membebaskan potensi masayarakat dan menjadi nilai dasar tanpa harus kembali menjadi 'primitif'. Ibnu Khaldun dengan pengamatannya yang tajam mengenali suatu fenomena monopoli dan mendapatkan bahwa masa kesejahteraan selalu diiringi oleh masa kemerosotan. Ia menyatakan, "Bila kamu ingin mengetahui di masa apa kamu hidup, pergilah ke pasar. Bila pasar dikuasai oleh sedikit kalangan saja, berarti itu adalah masa kemerosotan, bila pasar terbuka bagi semua orang, berarti itu adalah masa kesejahteraan".

Muslim selalu mendirikan pasar di setiap kota. Pentingnya perdagangan ditunjukkan dengan megah dan indahnya pasar-pasar yang didirikan oleh Muslim. Beberapa pasar bahkan hampir menyerupai istana dan para pedagang diperlakukan sebagai tamu-tamu terhormat dan dijamu secara gratis selama tiga hari pertama kedatangan mereka. Muslim mengenali pentingnya perdagangan didasari oleh kesejahteraan yang ditimbulkan akibat perdagangan. Allah berfirman, "Allah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan Riba" , sayangnya pemahaman ekonomi moderen kita menggiring kita untuk mengangkat para bankir ke istana sementara para pedagang tercecer di jalanan.

Berdasarkan model satu-satunya pasar terbuka besar yang beroperasi secara reguler saat ini, 'Black Market' yang berlokasi di luar kota Amsterdam yang dimiliki dan dioperasikan oleh Bart van Kampen, kita membangun konsep '25 Pasar Terbuka di Eropa'. Pasar terbuka di Amsterdam saat ini menghadirkan kira-kira 3,500 jongko dan 10,000 tempat parkir individu, serta menarik sekitar 80,000 pendatang tiap akhir minggu . Pedagang melintasi jarak yang jauh dan datang dari negeri lain seperti Polandia timur dan Russia. Meskipun sulit untuk ditaksir, pasar ini diperkirakan menghasilkan pendapatan kira-kira 100 juta USD per tahun sehingga pada rata-rata perputaran tertinggi per meter persegi pada akhir minggu dibandingkan terhadap supermarket yang luasnya sebanding, menghasilkan pendapatan sepanjang tahun penuh. Contohnya pedagang dari Russia, rata-rata berkendara selama 2.5 hari dalam sekali jalan membawa dagangan mereka ke pasar saat akhir minggu dan menghasilkan pendapatan lebih dari yang mungkin mereka hasilkan dalam tiga bulan bekerja di Russia.

Perdagangan Islam
Saat ini perdagangan telah dihapuskan dan Riba menjadi hal biasa. Perdagangan sama sekali diartikan lain dan tidak memberikan arti bagi perekonomian.

Untuk mengembalikan perdagangan pada kejayaan sebelumnya tidak hanya diperlukan terciptanya alat tukar yang adil, tapi juga diperlukan pembangunan kembali pasar terbuka dan investasi Qirad untuk membiayai perdagangan. Dengan hadirnya pasar terbuka dan investasi Qirad pada tempatnya, karavan dan paguyuban akan hidup kembali.

Emas, pasar, investasi Qirad, karavan dan paguyuban terdengar seperti arca kuno. Bagaimanapun mereka bukanlah arca kuno melainkan kenyataan yang kekal dalam perdagangan. Dan perdagangan bebas merupakan satu-satunya alternatif terhadap kapitalisme. Seluruh instrumen ini, begitu diterapkan dalam kemurnian yang diatur dalam Syariat Islam, mewakili perdagangan Islam dalam bentuk sejatinya dan akan berakibat langsung terhadap peningkatan kesejahteraan
Sumber: http://www.islamhariini.org/dinar/dinAR01.htm

Proposal Penelitian Kuantitatif (Skripsi)

Suatu penelitian yang pada dasarnya menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Pendekatan ini berangkat dari suatu kerangka teori, gagasan para ahli, ataupun pemahaman peneliti berdasarkan pengalamannya, kemudian dikembangkan menjadi permasalahan-permasalahan beserta pemecahan-pemecahannya yang diajukan untuk memperoleh pembenaran (verifikasi) dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan.

Format Proposal Penelitian Kuantitatif
1. Latar Belakang Masalah
Di dalam bagian ini dikemukakan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan, baik kesenjangan teoretik ataupun kesenjangan praktis yang melatarbelakangi masalah yang diteliti. Di dalam latar belakang masalah ini dipaparkan secara ringkas teori, hasil-hasil penelitian, kesimpulan seminar dan diskusi ilmiah ataupun pengalaman/pengamatan pribadi yang terkait erat dengan pokok masalah yang diteliti. Dengan demikian, masalah yang dipilih untuk diteliti mendapat landasan berpijak yang lebih kokoh. (lihat pendahuluan )

2. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang hendak dicarikan jawabannya. Perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah. Rumusan masalah hendaknya disusun secara singkat, padat, jelas, dan dituangkan dalam bentuk kalimat tanya. Rumusan masalah yang baik akan menampakkan variabel-variabel yang diteliti, jenis atau sifat hubungan antara variabel-variabel tersebut, dan subjek penelitian. Selain itu, rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empiris, dalam arti memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Contoh: Apakah terdapat hubungan antara tingkat kecerdasan siswa SMP dengan prestasi belajar mereka dalam matapelajaran Matematika?. (Tips membuat rumusan masalah )

3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian. Isi dan rumusan tujuan penelitian mengacu pada isi dan rumusan masalah penelitian. Perbedaannya terletak pada cara merumuskannya. Masalah penelitian dirumuskan dengan menggunakan kalimat tanya, sedangkan rumusan tujuan penelitian dituangkan dalam bentuk kalimat pernyataan. Contoh: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya hubungan antara tingkat kecerdasan siswa SMP dengan prestasi belajar mereka dalam matapelajaran Matematika.

4. Hipotesis Penelitian (jika ada)
Tidak semua penelitian kuantitatif memerlukan hipotesis penelitian. Penelitian kluantitatif yang bersifat eksploratoris dan deskriptif tidak membutuhkan hipotesis. Oleh karena itu subbab hipotesis penelitian tidak harus ada dalam skripsi, tesis, atau disertasi hasil penelitian kuantitatif. Secara prosedural hipotesis penelitian diajukan setelah peneliti melakukan kajian pustaka, karena hipotesis penelitian adalah rangkuman dari kesimpulan-kesimpulan teoretis yang diperoleh dari kajian pustaka. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoretis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya. Namun secara teknis, hipotesis penelitian dicantumkan dalam Bab I (Bab Pendahuluan) agar hubungan antara masalah yang diteliti dan kemungkinan jawabannya menjadi lebih jelas. Atas dasar inilah, maka di dalam latar belakang masalah sudah harus ada paparan tentang kajian pustaka yang relevan dalam bentuknya yang ringkas.
Rumusan hipotesis hendaknya bersifat definitif atau direksional. Artinya, dalam rumusan hipotesis tidak hanya disebutkan adanya hubungan atau perbedaan antarvariabel, melainkan telah ditunjukan sifat hubungan atau keadaan perbedaan itu. Contoh: Ada hubungan positif antara tingkat kecerdasan siswa SMP dengan prestasi belajar mereka dalam matapelajaran Matematika.
Jika dirumuskan dalam bentuk perbedaan menjadi: Siswa SMP yang tingkat kecerdasannya tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dalam matapelajaran Matematika dibandingkan dengan yang tingkat kecerdasannya sedang. Rumusan hipotesis yang baik hendaknya: (a) menyatakan pertautan antara dua variabel atau lebih, (b) dituangkan dalam bentuk kalimat pertanyaan, (c) dirumuskan secara singkat, padat, dan jelas, serta (d) dapat diuji secara empiris.

5. Kegunaan Penelitian
Pada bagian ini ditunjukkan kegunaan atau pentingnya penelitian terutama bagi pengembangan ilmu atau pelaksanaan pembangunan dalam arti luas. Dengan kata lain, uraian dalam subbab kegunaan penelitian berisi alasan kelayakan atas masalah yang diteliti. Dari uraian dalam bagian ini diharapkan dapat disimpulkan bahwa penelitian terhadap masalah yang dipilih memang layak untuk dilakukan.

6. Asumsi Penelitian (jika diperlukan)
Asumsi penelitian adalah anggapan-anggapan dasar tentang suatu hal yang dijadikan pijakan berfikir dan bertindak dalam melaksanakan penelitian. Misalnya, peneliti mengajukan asumsi bahwa sikap seseorang dapat diukur dengan menggunakan skala sikap. Dalam hal ini ia tidak perlu membuktikan kebenaran hal yang diasumsikannya itu, tetapi dapat langsung memanfaatkan hasil pengukuran sikap yang diperolehnya. Asumsi dapat bersifat substantif atau metodologis. Asumsi substantif berhubungan dengan permasalahan penelitian, sedangkan asumsi metodologis berkenaan dengan metodologi penelitian.

7. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Yang dikemukakan pada bagian ruang lingkup adalah variabel-variabel yang diteliti, populasi atau subjek penelitian, dan lokasi penelitian. Dalam bagian ini dapat juga dipaparkan penjabaran variabel menjadi subvariabel beserta indikator-indikatornya. Keterbatasan penelitian tidak harus ada dalam skripsi, tesis, dan disertasi. Namun, keterbatasan seringkali diperlukan agar pembaca dapat menyikapi temuan penelitian sesuai dengan kondisi yang ada. Keterbatasan penelitian menunjuk kepada suatu keadaan yang tidak bisa dihindari dalam penelitian. Keterbatasan yang sering dihadapi menyangkut dua hal. Pertama, keterbatasan ruang lingkup kajian yang terpaksa dilakukan karena alasan-alasan prosedural, teknik penelitian, ataupun karena faktor logistik. Kedua, keterbatasan penelitian berupa kendala yang bersumber dari adat, tradisi, etika dan kepercayaan yang tidak memungkinkan bagi peneliti untuk mencari data yang diinginkan.

8. Definisi Istilah atau Definisi Operasional
Definisi istilah atau definisi operasional diperlukan apabila diperkirakan akan timbul perbedaan pengertian atau kekurangjelasan makna seandainya penegasan istilah tidak diberikan. Istilah yang perlu diberi penegasan adalah istilah-istilah yang berhubungan dengan konsep-konsep pokok yang terdapat di dalam skripsi, tesis, atau disertasi. Kriteria bahwa suatu istilah mengandung konsep pokok adalah jika istilah tersebut terkait erat dengan masalah yang diteliti atau variabel penelitian. Definisi istilah disampaikan secara langsung, dalam arti tidak diuraikan asal-usulnya. Definisi istilah lebih dititikberatkan pada pengertian yang diberikan oleh peneliti.
Definisi istilah dapat berbentuk definisi operasional variabel yang akan diteliti. Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati. Secara tidak langsung definisi operasional itu akan menunjuk alat pengambil data yang cocok digunakan atau mengacu pada bagaimana mengukur suatui variabel. Contoh definisi operasional dari variabel “prestasi aritmatika” adalah kompetensi dalam bidang aritmatika yang meliputi menambah, mengurangi, mengalikan, membagi, dan menggunakan desimal. Penyusunan definisi operasional perlu dilakukan karena teramatinya konsep atau konstruk yang diselidiki akan memudahkan pengukurannya. Di samping itu, penyusunan definisi operasional memungkinkan orang lain melakukan hal yang serupa sehingga apa yang dilakukan oleh peneliti terbuka untuk diuji kembali oleh orang lain. (Lihat Glossary)

9. Metode Penelitian
Pokok-pokok bahasan yang terdapat dalam bab metode penelitian paling tidak mencakup aspek (1) rancangan penelitian, (2) populasi dan sampel, (3) instrumen penelitian, (4) pengumpulan data, dan (5) analisis data.

a. Rancangan Penelitian
Penjelasan mengenai rancangan atau desain penelitian yang digunakan perlu diberikan untuk setiap jenis penelitian, terutama penelitian eksperimental. Rancangan penelitian diartikan sebagai strategi mengatur latar penelitian agar peneliti memperoleh data yang valid sesuai dengan karakteristik variabel dan tujuan penelitian. Dalam penelitian eksperimental, rancangan penelitian yang dipilih adalah yang paling memungkinkkan peneliti untuk mengendalikan variabel-variabel lain yang diduga ikut berpengaruh terhadap variabel-variabel terikat. Pemilihan rancangan penelitian dalam penelitian eksperimental selalu mengacu pada hipotesis yang akan diuji. Pada penelitian noneksperimental, bahasan dalam subbab rancangan penelitian berisi penjelasan tentang jenis penelitian yang dilakukan ditinjau dari tujuan dan sifatnya; apakah penelitian eksploratoris, deskriptif, eksplanatoris, survai, atau penelitian historis, korelasional, dan komparasi kausal. Di samping itu, dalam bagian ini dijelaskan pula variabel-variabel yang dilibatkan dalam penelitian serta sifat hubungan antara variabel-variabel tersebut. (Lihat beberapa kesalahan dalam desain penelitiian)

b. Populasi dan Sampel
Istilah populasi dan sampel tepat digunakan jika penelitian yang dilakukan mengambil sampel sebagai subjek penelitian. Akan tetapi jika sasaran penelitiannya adalah seluruh anggota populasi, akan lebih cocok digunakan istilah subjek penelitian, terutama dalam penelitian eksperimental. Dalam survai, sumber data lazim disebut responden dan dalam penelitian kualitatif disebut informan atau subjek tergantung pada cara pengambilan datanya. Penjelasan yang akurat tentang karakteristik populasi penelitian perlu diberikan agar besarnya sampel dan cara pengambilannya dapat ditentukan secara tepat. Tujuannya adalah agar sampel yang dipilih benar-benar representatif, dalam arti dapat mencerminkan keadaan populasinya secara cermat. Kerepresentatifan sampel merupakan kriteria terpenting dalam pemilihan sampel dalam kaitannya dengan maksud menggeneralisasikan hasil-hasil penelitian sampel terhadap populasinya. Jika keadaan sampel semakin berbeda dengan kakarteristik populasinya, maka semakin besar kemungkinan kekeliruan dalam generalisasinya. Jadi, hal-hal yang dibahas dalam bagian Populasi dan Sampel adalah (a) identifikasi dan batasan-batasan tentang populasi atau subjek penelitian, (b) prosedur dan teknik pengambilan sampel, serta (c) besarnya sampel.

c. Instrumen penelitian
Pada bagian ini dikemukakan instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti. Sesudah itu barulah dipaparkan prosedur pengembangan instrumen pengumpulan data atau pemilihan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. Dengan cara ini akan terlihat apakah instrumen yang digunakan sesuai dengan variabel yang diukur, paling tidak ditinjau dari segi isinya. Sebuah instrumen yang baik juag harus memenuhi persyaratan reliabilitas. Dalam tesis, terutama disertasi, harus ada bagian yang menjelaskan proses validasi instrumen. Apabila instrumen yang digunakan tidak dibuat sendiri oleh peneliti, tetap ada kewajiban untuk melaporkan tingkat validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan. Hal lain yang perlu diungkapkan dalam instrumen penelitian adalah cara pemberian skor atau kode terhadap masing-masing butir pertanyaan/pernyataan. Untuk alat dan bahan harus disebutkan secara cermat spesifikasi teknis dari alat yang digunakan dan karakteristik bahan yang dipakai.
Dalam ilmu eksakta istilah instrumen penelitian kadangkala dipandang kurang tepat karena belum mencakup keseluruhan hal yang digunakan dalam penelitian. Oleh karena itu, subbab instrumen penelitian dapat diganti dengan Alat dan Bahan.

d. Pengumpulan Data
Bagian ini menguraikan (a) langkah-langkah yang ditempuh dab teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data, (b) kualifikasi dan jumlah petugas yang terlibat dalam proses pengumpulan data, serta (c) jadwal waktu pelaksanaan pengumpulan data. Jika peneliti menggunakan orang lain sebagai pelaksana pengumpulan data, perlu dijelaskan cara pemilihan serta upaya mempersiapkan mereka untuk menjalankan tugas. Proses mendapatkan ijin penelitian, menemui pejabat yang berwenang, dan hal lain yang sejenis tidak perlu dilaporkan, walaupun tidak dapat dilewatkan dalam proses pelaksanaan penelitian.

e. Analisis Data
Pada bagian ini diuraikan jenis analisis statistik yang digunakan. Dilihat dari metodenya, ada dua jenis statistik yang dapat dipilih, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Dalam statistik inferensial terdapat statistik parametrikdan statistik nonparametrik. Pemilihan jenis analisis data sangat ditentukan oleh jenis data yang dikumpulkan dengan tetap berorientasi pada tujuan yang hendak dicapai atau hipotesis yang hendak diuji. Oleh karena itu, yang pokok untuk diperhatikan dalam analisis data adalah ketepatan teknik analisisnya, bukan kecanggihannya. Beberapa teknik analisis statistik parametrik memang lebih canggih dan karenanya mampu memberikan informasi yang lebih akurat jika dibandingkan dengan teknik analisis sejenis dalam statistik nonparametrik. Penerapan statistik parametrik secara tepat harus memenuhi beberapa persyaratan (asumsi), sedangkan penerapan statistik nonparametrik tidak menuntut persyaratan tertentu.
Di samping penjelasan tentang jenis atau teknik analisis data yang digunakan, perlu juga dijelaskan alasan pemilihannya. Apabila teknik analisis data yang dipilih sudah cukup dikenal, maka pembahasannya tidak perlu dilakukan secara panjang lebar. Sebaliknya, jika teknik analisis data yang digunakan tidak sering digunakan (kurang populer), maka uraian tentang analisis ini perlu diberikan secara lebih rinci. Apabila dalam analisis ini digunakan komputer perlu disebutkan programnya, misalnya SPSS for Windows.
(lihat analisis )

10. Landasan
Teori Dalam kegiatan ilmiah, dugaan atau jawaban sementara terhadap suatu masalah haruslah menggunakan pengetahuan ilmiah (ilmu) sebagai dasar argumentasi dalam mengkaji persoalan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh jawaban yang dapat diandalkan. Sebelum mengajukan hipotesis peneliti wajib mengkaji teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang diteliti yang dipaparkan dalam Landasan Teori atau Kajian Pustaka. Untuk tesis dan disertasi, teori yang dikaji tidak hanya teori yang mendukung, tetapi juga teori yang bertentangan dengan kerangka berpikir peneliti. Kajian pustaka memuat dua hal pokok, yaitu deskripsi teoritis tentang objek (variabel) yang diteliti dan kesimpulan tentang kajian yang antara lain berupa argumentasi atas hipotesis yang telah diajukan Bab I.
Untuk dapat memberikan deskripsi teoritis terhadap variabel yang diteliti, maka diperlukan adanya kajian teori yang mendalam. Selanjutnya, argumentasi atas hipotesis yang diajukan menuntut peneliti untuk mengintegrasikan teori yang dipilih sebagai landasan penelitian dengan hasil kajian mengenai temuan penelitian yang relevan. Pembahasan terhadap hasil penelitian tidak dilakukan secara terpisah dalam satu subbab tersendiri. Bahan-bahan kajian pustaka dapat diangkat dari berbagai sumber seperti jurnal penelitian, disertasi, tesis, skripsi, laporan penelitian, buku teks, makalah, laporan seminar dan diskusi ilmiah, terbitan-terbitan resmi pemerintah dan lembaga-lembaga lain. Akan lebih baik jika kajian teoretis dan telaah terhadap temuan-temuan penelitian didasarkan pada sumber kepustakaan primer, yaitu bahan pustaka yang isinya bersumber pada temuan penelitian. Sumber kepustakaan sekunder dapat dipergunakan sebagai penunjang. Untuk disertasi, berdasarkan kajian pustaka dapatlah diidentifikasi posisi dan peranan penelitian yang sedang dilakukan dalam konteks permasalahan yang lebih luas serta sumbangan yang mungkin dapat diberikan kepada perkembangan ilmu pengetahuan terkait. Pada bagian akhir kajian pustaka dalam tesis dan disertasi perlu ada bagian tersendiri yang berisi penjelasan tentang pandangan atau kerangka berpikir yang digunakan peneliti berdasarkan teori-teori yang dikaji. Pemilihan bahan pustaka yang akan dikaji didasarkan pada dua kriteria, yakni (1) prinsip kemutakhiran (kecuali untuk penelitian historis) dan (2) prinsip relevansi. Prinsip kemutakhiran penting karena ilmu berkembang dengan cepat. Sebuah teori yang efektif pada suatu periode mungkin sudah ditinggalkan pada periode berikutnya. Dengan prinsip kemutakhiran, peneliti dapat berargumentasi berdasar teori-teori yang pada waktu itu dipandang paling representatif. Hal serupa berlaku juga terhadap telaah laporan-laporan penelitian. Prinsip relevansi diperlukan untuk menghasilkan kajian pustaka yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti.

11. Daftar Rujukan
Bahan pustaka yang dimasukkan dalam daftar rujukan harus sudah disebutkan dalam teks. Artinya, bahan pustaka yang hanya digunakan sebagai bahan bacaan tetapi tidak dirujuk dalam teks tidak dimasukkan dalam daftar rujukan. Sebaliknya, semua bahan pustaka yang disebutkan dalam skripsi, tesis, dan disertasi harus dicantumkan dalam daftar rujukan. Tatacara penulisan daftar rujukan. Unsur yang ditulis secara berurutan meliputi: 1. nama penulis ditulis dengan urutan: nama akhir, nama awal, nama tengah, tanpa gelar akademik, 2. tahun penerbitan 3. judul, termasuk subjudul 4. kota tempat penerbitan, dan 5. nama penerbit.
(Lihat Contoh cara membuat rujukan)

sumber : http://www.infoskripsi.com/Resource/Proposal-Penelitian-Kuantitatif-Skripsi.html

Tulisan Popular Wakaf, Ekonomi dan Bisnis

  110 halaman, Kertas Bookpaper, Ukuran 14,8 cm x 21 cm,   ISBN 978-623-6121-22-1.  Penerbit : Pustaka Learning Center, Malang, Februari 202...