Selasa, 04 Desember 2007
Tim penyusun blueprint (cetak biru) zakat dan pengurus FOZ menyepakati tiga butir kesepakatan terkait dengan isi blueprint zakat yang sedang disusun tim blueprint saat ini. Ketiga butir kesepakatan itu meliputi, pertama, sasaran yang akan dicapai di dalam penyusunan blueprint zakat, kedua, tahapan dalam setiap periode pencapaian dan ketiga, visi pengelolaan zakat tahun 2018. Ketiga kesepakatan itu diperoleh saat pembahasan blueprint zakat, Kamis 19 Juli di Wisma Pupuk Kujang Cikampek Jawa Barat.
Ada delapan sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan blueprint zakat. Delapan sasaran itu meliputi ; Regulasi, Kebijakan, Aspek Syariah, Lembaga Regulator dan Pengawas, Lembaga Operator, SDM, Penghimpunan dan Pendayagunaan. Sedangkan jumlah tahapannya adalah tiga tahap dan setiap tahap disepakati empat tahun. Dengan demikian tahap I adalah periode tahun 2007-2010, tahap II tahun 2011-2014, tahap III tahun tahun 2015-2018.
Menurut penuturan Ketua Tim Blueprint, Teten Kustiawan kesepakatan ini masih belum final karena masih dibawa kepada forum yang lebih tinggi lagi. ”Ini baru kesepakatan awal di tingkat pengurus FOZ. Setelah itu tim menyusun ulang sesuai kesepakatan di tingkat pengurus itu, selanjutnya diadakan lokakarya yang pesertanya terdiri dari OPZ dan masyarakat umum,” ungkap Teten. Kesepakatan yang diambil dari lokakarya itulah, lanjutnya, yang akan menjadi pedoman penyusunan blueprint zakat.
Dari delapan sasaran yang ada, tiga sasaran di antaranya dibahas lebih lanjut saat itu, karena dianggap paling penting di dalam penyusunan blueprint zakat. Sedangkan selebihnya diserahkan pembahasanya kepada tim blueprint. Ketiga sasaran itu berkaitan dengan kelembagaan zakat. Yakni berkaitan dengan siapa yang bertindak sebagai Operator, Regulator dan Pengawas.
Mengingat saat ini terdapat banyak lembaga yang bertindak sebagai operator (lembaga yang menghimpun dan menyalurkan zakat) baik swasta (LAZ) maupun pemerintah (BAZ) maka perlu dimunculkan satu organ lagi yang berfungsi sebagai Koordinator.
”Koordinator sangat penting dimunculkan karena memiliki banyak fungsi,” ujar Teten. Diantara fungsi kordinator adalah mengkoordinasi manajemen, melakukan penilaian kinerja lembaga, sebagai pusat data dan informasi, melakukan capacity building lembaga zakat dan melakukan sertifikasi lembaga dan amil.
Koordinator, lanjutnya, bisa berasal dari lembaga independen bukan pemerintah atau lembaga independen tetapi ditetapkan oleh pemerintah. Pilihan lainnya adalah sebuah lembaga di bawah departemen (Depag, Depsos, Depkeu, atau semacam BI). Pilihan ini masih belum disepakati oleh tim dan pengurus FOZ.
Depag Regulator Makro
Diskusi menghangat saat menentukan siapa yang bertindak sebagai regulator. Sebagian besar mengusulkan Depag. Sebagian di antaranya mengusulkan adanya kementerian zakat di tahun 2018. Akhirnya disepakati Depag bertindak sebagai regulator yang bersifat makro, dalam arti menyusun ketentuan perundang-undangan seperti UU, PP (Peraturan Pemerintah) dan penyusunan Kepmen (Keputusan Menteri).
Sedangkan untuk regulasi teknis yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan mikro seperti kriteria amil, kriteria mustahik, membuat fikih zakat, standardisasi laporan, mengeluarkan dan mencabut izin lembaga zakat, dilakukan oleh lembaga independen. Bentuk organ ini bisa semacam Badan Zakat Nasional (BZN) atau bisa jadi diperankan oleh Baznas –yang ada saat ini– dengan cakupan tugas yang lebih luas lagi.
Di samping membuat regulasi teknis, BAZNAS juga sekaligus berperan sebagai Pengawas. Di mana fungsinya di antaranya memberikan penilaian terhadap kepatuhan, memberikan rekomendasi untuk pencabutan izin, melakukan pengawasan operasi dari lembaga operator, menerima dan menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat dan melakukan pembinaan terhadap Organisasi Pengelola Zakat.
Operator Tidak Tunggal
Pada tahun 2018 sebagai tahap akhir pencapaian penataan zakat di Indonesia, para peserta rapat menyetujui lembaga operator tidak tunggal dengan koordinator yang berasal bukan dari operator. Artinya lembaga yang mengelola zakat tetap banyak seperti sekarang ini tapi harus ada koorditornya yang bukan berasal dari operator. Bentuknya bisa semacam BZN (Badan Zakat Nasional) atau Baznas.
Jika diperankan oleh BAZNAS, maka BAZNAS mempunyai empat fungsi sekaligus yakni sebagai Koordinator, Regulator mikro sekaligus Pengawas dan, Operator (mengumpulkan pembayaran zakat dari lembaga pemerintah, BUMN dan warga negara Indonesia yang ada di luar negeri). ”Seperti inilah kelembagaan zakat yang dikehendaki oleh tim blueprint zakat dan sesuai dengan kepentingan saat ini,” tandasnya.
Pilihan operator tidak tunggal menurut salah satu peserta dianggap paling tepat. Karena pilihan ini dianggap bisa mengakomodir seluruh kepentingan lembaga zakat saat ini dan cenderung tidak meniadakan yang lain. Peserta tersebut juga menambahkan lembaga zakat yang ada saat ini masih tetap diberi kesempatan untuk berbenah dan memperbaiki kinerjanya sehingga bisa menjadi lembaga zakat yang kredibel.
Alternatif lainnya seperti operator tunggal meskipun ideal dirasa belum mewakili aspirasi masyarakat saat ini.
Namun demikian seleksi alamiah akan menjawab mana lembaga zakat yang dipercaya dan mana lembaga yang akhirnya tidak dipercaya dan harus melebur dengan lembaga lainnya atau tidak beroperasi sama sekali. n@f
http://www.forumzakat.net
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tulisan Popular Wakaf, Ekonomi dan Bisnis
110 halaman, Kertas Bookpaper, Ukuran 14,8 cm x 21 cm, ISBN 978-623-6121-22-1. Penerbit : Pustaka Learning Center, Malang, Februari 202...
-
Oleh: Endang Setyowati, Kurniawan Fahmi, Rachmadewi Sjahesti (Mahasiswa IEF Trisakti, Angkatan 3) Bagian 1 PENDAHULUAN Krisis di sektor keua...
-
Assalam…pak , saya dapat nomor bapak dari internet, saya mahasiswa semester 6 jurusan ekonomi Islam di UNSIL Tasikmalaya, sebentar lagi akan...
-
Biodata Dilahirkan di Palopo, Sulawesi Selatan Pendidikan: SD – SMA di Palopo, Sulawesi Selatan, Institut Pertanian Bogor (IPB), 1 tahun , ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar