Rabu, 02 Juli 2008

Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor D-291 Th. 2000

Rabu, 11 Juni 2008
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DAN URUSAN HAJI
NOMOR D / 291 TAHUN 2000

TENTANG
PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN ZAKAT

DIREKTUR JENDERAL
BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DAN URUSAN HAJI

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan zakat sebagai potensi umat Islam dalam pembangunan manusia seutuhnya, maka diperlukan penglolaan zakat secara profesional dan bertanggung jawab;

b. bahwa untuk dapat terlaksananya pengelolaan zakat sesuai peraturan perundang-undangan tersebut, maka perlu diterbitkan keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.

Mengingat : 1. Undang Undang Republik Indonesia Nomro 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat

2. Undang undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2000 tentang perubahan ketiga Atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan;

3. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1975 tentang Susunan Oragnisasi dan Tata Kerrja Departemen Agama yang telah diubah dan disempurnakan terakhir dengan keputusan Menteri Agama Nomor 75 Tahun 1984;

4. Keputusan Menteri Agma Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 tetang Pleksanaan Undang undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang PengelolaanZakat.

Memperhatikan : Hasil rapat dengan instansi / unsur terkait, yaitu Departemen Keuangan, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Ormas Islam, Lembaga Swadaya Masyarakat Pengelola Zakat, dan beberapa usulan para pengurus Badan Amil Zakat propinsi dan Kabupaten / Kota tentang pentingnya pedoman teknis Pengelolaan Zakat.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DAN URUSAN HAJI TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN ZAKAT.

BAB I

PEMBENTUKAN BADAN AMIL ZAKAT

Bagian Kesatu

Badan Amil Zakat Nasional

Pasal 1

(1) Badan Amil Zakat Nasional dibentuk Dengan keputusan Presiden Republik Indonesia yang susunan kepengurusannya diusulkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia.

(2) Susunan kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana yang personalianya diusulkan kepada Presiden setelah melalui tahapan tahapan sebagai berikut :

Membentuk tim penyeleksi yang terdiri atas unsur ulama, cendekia, tenaga profesional, praktisi pengelola zakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terkait dan unsur pemerintah.
Menyusun kreteria calon pengurus Badan Amil Zakat Nasional
Mempublikasikan rencana pembentukan Badan amil Zakat Nasional secara luas kepada masyarakat.
Melakukan penyeleksian terhadap calon pengurus Badan Amil Zakat Nasional sesuai keahliannya.
Calon pengurus diusulkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia kepada Presiden Republik Indonesia untuk ditetapkan menjadi pengurus Badan amil Zakat Nasional.
(3) Calon pengurus Badan Amil Zakat Nasional tersebut harus memiliki sifat amanah, mempunyai visi dan misi, berdedikasi, profesional dan integritas tinggi.

Bagian Kedua

Badan Amil Zakat Daerah Propinsi
Pasal 2
(1) Badan Amil Zakat daerah Propinsi dibentuk dengan Keputusan Gubernur yang susunan kepengurusannya didusulkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi.
(2) Susunan kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana yang personalianya diusulkan kepada Gubernur setelah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

a) Membuka tim penyeleksi yang terdiri atas unsur ulama, cendikia, tenaga profesional, praktisi pengelola zakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terkait dan unsur pemerintah.

b) Menyusun kriteria calon pengurus Badan Amil Zakat Daerah Propinsi.

c) Mempublikasi rencana pembentukan Badan Amil Zakat daerah Propinsi secara luas kepada masyarakat.

d) Melakukan penyeleksian terthadap calon pengurus Badan Amil Zakat Daerah Propinsi sesuai dengan keahliannya.

e) Calon pengurus diusulkan oleh kapala kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi pengurus Badan Amil zakat Daerah Propinsi.

(3) Calon pengurus pengurus Badan Amil Zakat daerah Propinsi tersebut harus memiliki sifat amanah, mempunyai visi dan misi, berdedikasi, profesional dan berintegrasi tinggi.

Bagian Ketiga

Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/Kota

Pasal 3

(1) Badan Amil Zakat daerah Kabupaten / kota dibentuk dengan Keputusan Bupati / Walikota yang susunan kepengurusannya didusullkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten / Kota

(2) Susunan kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas dewan pertimbangan, komisi Pengawas dan Badan Pelaksana yang personalianya diusulkan kepada Bupati / Walikota setelah melalui tahapan-tahapan sebagaimana berikut :

Membentuk tim penyeleksi yang terdiri atas unsur ulama, praktisi pengelola zakat, dan lembaga swadaya masyrakat (LSM) yang terkait dan unsur pemerintah.
Menyusun kreteria calon pengurus Badan amil Zakat daerah Kabupaten/Kota
Mempublikasikan rencana pengurus pembentukan Badan Amil zakat daerah Kabupaten /Kota secara luas kepada masyarakat.
Melakukan penyeleksian terhadap calon pengurus Badan Amil zakat daerah Kabupaten / Kota sesuai dengan keahliannya.
Calon pengurus diusulkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota kepada Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi pengurus Badan amil zakat Daerah Kabupaten / Kota
(3) Calon pengurus Badan amil zakat Darerah Kabupaten/Kota tersebut harus memiliki sifat amanah, mempunyai visi dan misi, berdedikasi, profesional dan berintegritas tinggi.

Bagian Keempat

Badan Amil Zakat Kecamatan

Pasal 4

(1) Badan amil Zakat Kecamatan dibentuk dengan keputusan Camat yang susunan kepengurusannya diusulkan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.

(2) Susunan kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas dewan pertimbangan, komisi Pengawas dan Badan Pelaksana yang personalianya diusulkan kepada camat setelah melalui tahapan-tahapan sebagaimana berikut :

a. membentuk tim penyeleksi yang terdiri atas unsur ulama, praktisi pengelola zakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terkait dan unsur pemerintah.

b. Menyusun kriteria calon pengurus Badan Amil Zakat Daerah Kecamatan

c. Mempublikasikan rencana pengurus pembentukan Badan Amil zakat daerah kecamatan secara luas kepada masyarakat.

d. Melakukan penyeleksian terhadap calon pengurus Badan Amil zakat daerah Kecamatan sesuai dengan keahliannya.

e. Calon pengurus diusulkan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan untuk ditetapkan menjadi pengurus Badan amil zakat Daerah Kabupaten / Kota

(3) Calon pengurus Badan amil zakat Daerah Kecamatan tersebut harus memiliki sifat amanah, mempunyai visi dan misi, berdedikasi, profesional dan berintegritas tinggi dan mempunyai program kerja.

BAB II

URAIAN TUGAS PENGURUS

BADAN AMIL ZAKAT

Pasal 5

(1) Dewan Pertimbangan memberikan pertimbangan, fatwa, saran dan rekomendasi tentang pengembangan hukum dan pemahaman mengenai pengelolaan zakat.

(2) Dewan Pertimbangan mempunyai tugas :

Menetapkan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat bersama komisi Pengawas dan Badan Pelaksana
Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus badan amil zakat.
Mempertimbangkan saran dan rekomendasi kepada badan pelaksana dan Komisi Pengawas.
Menampung, mengolah dan dan menyampaikan pendapat umat tentang pengelolaan zakat.

Pasal 6

(1) Komisi Pengawas melaksanakan pengawasan internal atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana.

(2) Komisi Pengawas mempunyai tugas :

Mengawasi pelaksaan rencana kerja yang telah disahkan.
Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan.
Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup pengumpulan pendistribusian dan pendayagunaan.
Melakukan pemeriksaan operasioanl dan pemeriksaan syari’ah dan peraturan perundang-undangan.
Menunjuk akuntan publik.

Pasal 7

Badan Pelaksana melaksanakan kebijkan Badan Amil Zakat dalam pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat.

Badan Pelaksana mempunyai tugas :

Membuat perencana kerja yang meliputi rencana pengumpulan penyaluran dan pendayagunaan zakat.
Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
Menyusun laporan tahunan
Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah dan Dewa Perwakilan Rakyat sesuai tingkatan..
Bertindak dan bertangungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat baik ke dalam maupun ke luar.

BAB III

KEWAJIBAN DAN PENINJAUAN ULANG

TERHADAP PEMBENTUKAN BADAN AMIL ZAKAT

Pasal 8

(1) Badan Amil Zakat memiliki kewajiban sebagai berikut :

Segera melakukan kegiatan sesuai program kerja yang telah dibuat.
Menyusun laporan tahunan, yang didalamnya termasuk laporan keuangan.
Mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas pemerintah yang berwenang melalui media massa sesuai tingkatannya selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun buku berakhir.
Menyerahkan laporan tersebut kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan tingkatannnya.
Merencanakan kegiatan tahunan.
Mengutamakan pendistribusian dan pendayagunaan dari dana zakat yang diperoleh di daerah masing-masing sesuai dengan zakat yang diperoleh di daerah masing-masing sesuai dengan tingkatannya, kecuali Badan Amil Zakat Nasional dapat mendistribusikan dan mendayagunakan dana zakat ke seluruh wilayah Indonesia.
(3) Badan Amil Zakat dapat ditinjau ulang pembentukannya apabila tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

(4) Mekanisme peninjau ulang terhadap Badan Amil Zakat tersebut melalui tahapa sebagai berikut :

a. Diberikan peringatan secara tertulis oleh Pemerintah sesuai tingkatannya yang telah membentuk Badan Amil zakat.

b. Bila peringatan telah dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan tidak ada Perintah dapat membentuk kembali Badan Amil Zakat dengan susunan pengurus yang baru.

BAB IV

PEMBENTUKAN UNIT PENGUMPUL ZAKAT
Pasal 9
(1) Unit Pengumpul Zakat adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Badan Amil Zakat di semua tingkatan dengan tugas untuk melayani muzaki yang menyerahkan zakatnya.

(2) Badan amil Zakat Nasional dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat pada instansi / lembaga pemerintah pusat, BUMN dan perusahaan swasta yang berkedudukan di Ibukota Negara dan pada kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.

(3) Badan Amil Zakat Daerah Propinsi dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat pada instansi / lembaga pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan perusahaan swasta yang berkedudukan di Ibu kota Propinsi.

(4) Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten/kota dapat membentuk Unit Pengumpul zakat pad aInstansi / lembaga pemerintah daerah , BUMN, BUMD dan perusahaan swasta yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.

(5) Badan Amil Zakat Daerah Kecamatan dapat membentuk Unit Pengumpul zakat pad aInstansi / lembaga pemerintah daerah , BUMN, BUMD dan perusahaan swasta yang berkedudukan di wialayah Kecamatan dan juga membentuk Unit Pengumpul Zakat di tiap-tiap desa/kelurahan.

(6) Unit Pengumpul Zakat dibentuk dengan Keputusan Ketua Badan Pelaksana Badan Amil Zakat sesuai dengan tingkatannya.

(7) Prosedur pembentukan Unit Pengumpul Zakat dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

Badan Amil Zakat sesuai pada tingkatannya mengadakan pendataan di berbagai instansi dan lembaga sebagaimana tersebut di atas.
Badan amil Zakat sesuai dengan tingkatannya mengadakan kesepakatan dengan pimpinan instansi dan lembaga sebagaimana tersebut di atas, untuk membentuk Unit Pengumpul Zakat.
Ketua Badan Amil Zakat sesuai dengan tingkatannya mengeluarkan surat keputusan pembentukan Unit Pengumpul Zakat.

Unit Pengumpul Zakat melakukan pengumpulan dana zakat, infaq, shadaqoh, hibah, wasiat, waris dan kafarat di unit masing-masing dengan menggunakan formulir yang diabuat oleh Badan Amil Zakat dan hasilnya disetorkan kepada bagian pengumpulan Badan Pelaksana Badan amil Zakat, karena Unit Pengumpul Zakat tidak bertugas mendayagunakan.

BAB V

PENGUKUHAN LEMBAGA AMIL ZAKAT

Pasal 10

(1) Lembaga Amil Zakat adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakasa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang da’wah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam.

(2) Pengukuhan dan pembinaan Lembaga Amil Zakat dilakukan oleh Pemerintah

(3) Untuk mendapat pengukuhan, lembaga amil Zakat mengajukan permohonan kepada Pemerintah sesuai dengan tingkatan ormas Islam yang memilikinya dengan melampirkan syarat-syarat sebagai berikut ;

Akte pendirian (berbadan hukum)
Data Muzakki dan Mustahik
Daftar rencana pengurus;
Rencana program kerja jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang ;
Neraca atau poisisi keuangan;
Surat pernyataan siapdiaudit.

Pasal 11

(1) Lembaga amil Zakat yang telah dikukuhkan memiliki kewajiban sebagai berikut ;

Segera melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja yang telah dibuat.
Menyusun laporan, termasuk laporan keuangan.
Mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit melalui media massa.
Menyerahkan laporan kepada Pemerintah.

(2) Lembaga amil Zakat yang telah dikukuhkan dapat ditinjau kembali, apabila tidak lagi memenuhi persyaratan dan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan.

(3) Mekanisme peninjau ulang terhadap pengukuhan lembaga amil Zakat dilakukan melaui tahapan pemberian peringatan secara tertulis sampai 3 (tiga) kali dan baru dilakukan pencabutan pengukuhan.

(4) Pencabutan pengukuhan Lembaga Amil Zakat dapat menghilangkan hak pembinaan, perlindungan dan pelayanan dari pemerintah, tidak diakuinya bukti setoran zakat yang akan dikeluarkan sebagai pengurang pendapatan kena pajak dan tidak dapat melakukan pengumpulan zakat.

BAB VI

PENGUMPULAN DAN PENYALURAN ZAKAT

Pasal 12

(1) Badan amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat mempunyai tugas pokok mengumpulkan dana zakat dari muzakki baik perorangan maupun badan, yang dilakukan langsung oleh bagian pengumpulan atau Unit Pengumpul Zakat.

(2) Badan amil Zakat dan Lembaga amil Zakat wajib menerbitkan bukti setoran sebagai tanda terima atas setiap zakat yang diterima.

(3) Bukti setoran zakat yang sah tersebut harus mencatumkan hal-hal sebagai berikut ;

a. Nama, alamat, dan nomor lengkap pengesahan Badan Amil Zakat atau nomor lengkap pengukuhan Lembaga Amil Zakat ;

b. Nomor urut bukti setor ;

c. Nama, alamat muzakki dan nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) apabila zakat penghasilan yang dibayarkan dikurangkan dari penghasilan kena pajak pajak penghasilan.

d. Jumlah zakat atas penghasilan yang disetor dalam angka dan huruf serta dicantum tahun haul ;

e. Tanda tangan , nama , jabatan, petugas Badan amil Zakat, tanggal penerimaan dan stempel Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat.

(4) Bukti setoran zakat yang sah tersebut dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan rincian sebagai berikut :

Lambar 1 (asli), diberikan kepada Muzakki yang dapat digunakan sebagai bukti pengurangan penghasilan kena pajak Penghasilan;

Lembar 2, diberikan kepada badan amil Zakat atau Lembaga amil Zakat sebagai arsip

Lembar 3, digunakan sebagai arsip bank Penerima, apabila zakat disetor melalui Bank.

Pasal 13

(1) Badan amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat dapat bekerja sama dengan bank di wilayahnya masing-masing dalam mengumpulkan dana zakat dari harta muzakki yang disimpan di bank atas persetujuan muzakki.

(2) Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan semua bank, baik bank pemerintah maupun bank swasta.

(3) Untuk terlaksananya kerjasama tersebut perlu dilakukan kesepakatan bersama dan disosialisasikan kepada masyarakat secara luas, melalui media cetak dan pembuatan leaflet yang disebar kan melalui petugas bank.

(4) Dalam rangka mengoptimalkan pengumpulan dana zakat, maka badan amil zakat dan Lembaga Amil Zakat dapat menyebarkan programnya melalui iklan dengan mencantumkan nomor rekening pembayaran dana zakat dan lain-lain.

(5) Muzakki dapat membayar zakatnya melalui nomor rekening Badan amil Zakat dan Lembaga amil Zakat.

Pasal 14

(1) Badan Amil Zakat dan lembaga Amil zakat Wajib menyalurkan zakat yang telah dikumpulkan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan hukum Islam.

(2) Penyaluran zakat kepada mustahiq harus bersifat hibah (bantuan) dan harus memperhatikan skala proritas kebutuhan mustahiq di wilayahnya masing-masing.

(3) Penyaluran dana zakat dapat bersifat bantuan sesaat, yaitu membantu mustahiq dalam menyelesaikan atau mengurangi masalah yang sangat mendesak / darurat.

(4) Penyaluran dana zakat dapat bersifat bantuan pemberdayaan, yaitu membantu mustahiq untuk meningkatkan kesejahteraannya, baik secara perorangan maupun kelompok melalaui program atau kegiatan yang berkesinambungan.

(5) Penyaluran dana zakat harus memproritaskan kebutuhan mustahiq di wilayahnya masing-masing kecuali penyaluran dana zakat yang dilakukan oleh Badan amil Zakat Nasional dapat diberikan kepada mustahiq di seluruh Indonesia.

(6) Dana non zakat seperti Infaq, shadaqoh, hibah, waris, wasiat, dan kafarat diutamakan untuk usaha produktif.

(7) Dalam hal tertentu, Badan amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat dapat menyalurkan dana zakat ke luar wilayah kerja, dengan terlebih dahului mengadakan koordinasi dengan Badan Amil Zakat yang berada diatasnya atau yang berada di wilayah tersebut.

BAB VII

MENGHITUNG ZAKAT DAN ZAKAT YANG DAPAT DIKURANGKAN

DARI PENGHASILAN KENA PAJAK PAJAK PENGHASILAN

Pasal 15

(1) Muzakki melakukan penghitungan sendiri atas harta dan kewajiban zakatnya berdasarkan hukum agama dan peraturan perundang-undang yang berlaku.

(2) Badan Amil Zakat dan lembaga amil Zakat dapat membantu muzakki menghitung zakat hartanya.

(3) Sebagai pedoman dalam penghitungan zakat sendiri dapat dipergunakan tabel zakat pada lampiran keputusan ini.

Pasal 16

(1) Zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat yang dibentuk dan dikukuhkan oleh pemerintah dan penerima zakat yang berhak tidak termasuk sebagai obyek pajak Penghasilan.

(2) Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimilki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat yang dibentuk dan disahkan oleh Pemerintah boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak dari Pajak Pengahasilan wajib Pajak yang bersangkutan dengan menggunakan bukti setoran yang sah sebgaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (3) Undang-undang No. 38/1999, tentang Pengelola Zakat.

(3) Semua bukti setoran zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak pada akhir tahun melalui surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan pada saat dibayarnya zakat tersebut.

(4) Cara perhitungan pembayaran zakat atas penghasilan kena pajak dari Pajak Penghasilan berpedoman pada contoh penghitungan sebagaimana terlampir dalam keputusan ini.

BAB VIII

PENGAWASAN DAN PELAPORAN

Pasal 17

(1) Pengawasan terhadap kinerja Badan Amil Zakat dilakukan secara internal oleh komisi Pengawas Badan amil; Zakat di semua tingkatan, dan secara ekternal oleh Pemerintah dan masyarakat.

(2) Ruang lingkup pengawasan meliputi pengawasan meliputi pengawasan terhadap keuangan, kinerja Badan Amil Zakat dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan serta perinsip-prinsip syariah.

(3) Dalam hal komisi Pengawas melakukan pemeriksaan keuangan Badan Amil Zakat dapat meminta bantuan akuntan publik.

(4) Kegiatan pengawasan dilakukan terhadap rancangan program kerja, pelaksanaan program kerja pada tahun berjalan dan setelah tahun buku berakhir.

(5) Hasil pengawasan disampaikan kepada Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan untuk dibahas tindak lanjutnya, sebagai bahan pertimbangan atau sebagai bahan penjatuhan sanksi apabila terjadi pelanggaran.

(6) Masyarakat baik secara pribadi maupun melalui institusi dapat berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat.

(7) Dalam hal ditemukan pelanggaran maka segera dilakukan tindakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Pasal 18

(1) Badan amil Zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sesuai dengan tingkatannya

(2) Setiap Kepala Bidang, Seksi dan Urusan sesuai dengan tingkatannya menyampaikan laporan kepada Ketua Badan Pelaksana Badan Amil Zakat melalui sekretaris menampung laporan laporan tersebut sebagai bahan menyusun laporan tahunan Ketua Badan Pelaksana Badan Amil Zakat.

(3) Materi laporan meliputi semua kegiatan yang telah dilakuakan seperti berbagai kebijaksanaan yangtelah diputuskan dan dilaksanakan serta laporan tentang pengumpulan dan pendayagunaan dana zakat.


BAB IX

A N G G A R A N

Pasal 19

(1) Anggaran kegiatan Badan amil Zakat bersumber dari dana APBN , APBD I, APBD II, dan dana zakat bagian amil.

(2) Penggunaan anggaran tersebut harus berpedoman kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku.

BAB X

P E N U T U P

Pasal 20

(1) Hal hal yang tidak dapat dituangkan dalam Keputusan ini dilampirkan pada Keputusan ini menjadi satu kesatuan.

(2) Pedoman teknis pengelolaan zakat ini, merupakan pedoman bagi instansi terkait, pengelola zakat dan masyarakat.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 15 Desember 2000

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji


Drs. H. Taufiq Kamil
NIP 150062029


Tembusan :

Menteri Agama Republik Indonesia
Menteri Keuangan
Badan Pemeriksa Keuangan
Sekjen DPR RI
Sekjen /Irjen/ DirJen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam/Kepala Balitbang Agama/ Staff Ahli Menteri;
Gubernur Kepala daerah Tingkat I seluruh Indonesia ;
Rektor IAIN / Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Neg. Islam seluruh Indonesia
Kepala Kanwil Depag Prop. Seluruh Indonesia
Bupati/Walikota Kepala daerah Tingkat II seluruh Indonesia ;
Kepala kantor Depag Kabupaten / Kota seluruh Indonesia.

Tidak ada komentar:

Tulisan Popular Wakaf, Ekonomi dan Bisnis

  110 halaman, Kertas Bookpaper, Ukuran 14,8 cm x 21 cm,   ISBN 978-623-6121-22-1.  Penerbit : Pustaka Learning Center, Malang, Februari 202...