Senin, 14 April 2008
Oleh Hamy Wahjunianto
Suatu malam di pertengahan tahun 2005, saya mendapat kunjungan istimewa. Karib saya dalam gerakan Cinta Zakat, mas Arifin Purwakananta menyempatkan mampir ke rumah saya saat dinas di kota Pahlawan. Tak lama setelah saya persilahkan masuk, salah satu kreator Dompet Dhuafa Republika itupun bercerita tentang ide-ide segarnya dalam meningkatkan penerimaan dana zakat, infaq, dan shadaqah di Indonesia secara signifikan. “Mas Hamy, kita harus dengan ikhlas dan cerdas segera membuat gebrakan dan terobosan yang mampu meningkatkan perolehan zakat secara signifikan,” kata mas Arifin. “Kalau selama ini total penerimaan zakat, infaq, dan shadaqah oleh lembaga dan badan amil zakat baru berkisar antara 700-800 Milyar per tahun, maka harus ada gebrakan dan terobosan program yang bisa mendongkrak penerimaan dana zakat, infaq, dan shadaqah menjadi 2-3 Trilyun per tahun,” lanjutnya.
Sejurus kemudian, mas Arifin dengan mimik wajah serius bertanya kepada saya, “Apa pendapat mas Hamy tentang wacana penyatuan Lembaga dan Badan Amil Zakat menjadi satu Organisasi Pengelola Zakat saja ?” Saya yang tidak menduga akan mendapatkan pertanyaan seperti itu terdiam sejenak. Tak lama kemudian saya pun menjawab,” Mas, idealnya memang zakat ini dikelola oleh negara sebagaimana dahulu Rasulullah mengamanahi Zubeir bin Awwaam dan Jahm bin As Saalid untuk mengelola Kementrian Zakat dan Waqaf. Akan tetapi kenyataannya sejak dahulu di Indonesia organisasi pengelola zakat pelat merah kurang dipercaya oleh masyarakat. Lagipula negara kita ini terdiri dari 33 provinsi dengan populasi penduduk Muslim mencapai lebih dari 200 juta orang. Malaysia saja yang manajemen zakatnya begitu rapi ternyata tidak dikelola oleh satu badan zakat. 14 negara bagian di Malaysia itu masing-masing mempunyai satu badan zakat. Sehingga di Malaysia terdapat 14 badan zakat.”
Saya lihat amil zakat yang selalu penuh semangat itu menyimak dengan khusyu’ setiap kalimat yang saya utarakan. Sesekali ia mengangguk-anggukkan kepalanya. Melihat Mas Arifin antusias mendengar yang saya sampaikan, sayapun melanjutkan jawaban saya, ”Mas, sekarang ini ada hal-hal mendasar terkait dengan pengelolaan zakat di Indonesia yang lebih penting untuk diadakan terlebih dahulu. Yang pertama, belum ada lembaga yang disepakati untuk melakukan standarisasi mutu lembaga dan badan amil zakat. Kedua, belum ada Pedoman Standar Akuntansi & Keuangan Zakat yang akan menjadi pedoman bagi Kantor Auditor Publik dalam mengaudit lembaga dan badan amil zakat. Ketiga, belum ada badan regulator dan pengawas terhadap lembaga dan badan amil zakat. Menurut hemat saya 3 hal tersebut lebih penting untuk kita adakan lebih dahulu daripada menyatukan lembaga dan badan zakat di Indonesia.”
Selang tiga tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 8 April 2008 yang lalu, mas Bahrul wartawan koran Republika menanyakan hal yang sama dengan mas Arifin. Wartawan pejuang zakat itu bertanya via telpon,” Pak Hamy, bagaimana pendapat Bapak sebagai ketua Forum Zakat Nasional tentang penyusunan Arsitektur Zakat Indonesia ? Bagaimana pendapat Bapak tentang wacana bahwa kelak hanya akan ada satu badan pengelola zakat di Indonesia ?” Jawaban saya ke mas Bahrulpun sama dengan jawaban saya ke mas Arifin.
Jadi menurut saya, sebaiknya kita menyepakati terlebih dahulu untuk menjadikan BAZNAS sebagai Badan Negara dengan anggaran dari RAPBN yang berfungsi sebagai regulator dan pengawas lembaga dan badan amil zakat. Setelah itu, menyepakati lembaga sertifikasi standarisasi mutu lembaga dan badan amil zakat. Kemudian menyepakati penggunaan Pedoman Standar Akuntansi & Keuangan Zakat sebagai acuan sistem akuntansi dan keuangan lembaga dan badan amil zakat. Insya Allah dengan tersepakati dan terlaksananya ketiga hal tersebut di atas, lembaga dan badan amil zakat akan menjadi trustable institution di mata masyarakat di mata muzakki maupun di mata masyarakat. Dengan demikian insya Allah penerimaan dana zakat, infaq, dan shadaqah akan meningkat secara signifikan.
http://www.forumzakat.net
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tulisan Popular Wakaf, Ekonomi dan Bisnis
110 halaman, Kertas Bookpaper, Ukuran 14,8 cm x 21 cm, ISBN 978-623-6121-22-1. Penerbit : Pustaka Learning Center, Malang, Februari 202...
-
Oleh: Endang Setyowati, Kurniawan Fahmi, Rachmadewi Sjahesti (Mahasiswa IEF Trisakti, Angkatan 3) Bagian 1 PENDAHULUAN Krisis di sektor keua...
-
Assalam…pak , saya dapat nomor bapak dari internet, saya mahasiswa semester 6 jurusan ekonomi Islam di UNSIL Tasikmalaya, sebentar lagi akan...
-
Biodata Dilahirkan di Palopo, Sulawesi Selatan Pendidikan: SD – SMA di Palopo, Sulawesi Selatan, Institut Pertanian Bogor (IPB), 1 tahun , ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar