Serial: Islamic Entrepreneurship
Oleh: Jaharuddin
Beberapa kali, saya mendapatkan pertanyaan seputar, bagaimana menentukan suatu usaha tersebut dibolehkan dalam Islam, atau tidak. Paling baru kemarin siang, saya mengisi acara kajian muslimah di Wisma Indonesia Hamburg, Jerman.
Setelah kajian, muncul pertanyaan dari seorang bapak muda, tentang seputar ini. Walaupun bapak-bapak diforum ini hanya ada 5 orang, sambil santai makan, kita diskusi cukup menarik. Akhirnya saya terfikir bahwa pertanyaan ini juga akan banyak ditanyakan oleh orang-orang lainnya,yang mengindikasikan bahwa tidak ada penolakan sama sekali terhadap ekonomi berbasiskan Islam, namun masyarakat butuh penjelasan yang lebih gamblang dan jelas, kaidah-kaidah berbisnis dalam Islam.
Sehari sebelumnya di kota Braunschweig, saya juga membawakan materi Islamic entrepreneurship, nah salah satu slidenya tentang ini, berikut saya paparkan satu persatu.
3 kaidah dasar yang membantu kita dalam mengidentifikasi suatu bisnis tersebut complain to sharia atau tidak adalah:
1. Dari Zatnya
Bisnis atau usaha ini menjadi haram karena zat dari produk yang diproduksi, diperjual belikan adalah zat yang jelas keharamannya dalam al Qur'an, seperti:
(1). Babi. Pemanfaatan babi hukumnya haram, baik atas daging, lemak maupun bagian-bagian lainnya. Firman Allah dalam QS Al-Maidah (5): 3 mengharamkan konsumsi bangkai darah dan daging babi. Demikian juga dengan firmannya dalam QS Al-An'am (6):145 dan An-Nahl (16):115. Dalil-dalil dalam ayat ini merupakan nash yang jelas, yang menegaskan tentang keharaman, antara lain mengkonsumsi babi. Al Qur'an mengunakan kata lakhma (daging) karena sebagian besar pengambilan manfaat dari babi adalah dagingnya. Selain itu dalam setiap daging babi selalu terdapat lemak, kendati al Qur'an mengunakan kata lakhma, pengharaman daging bukan hanya dagingnya. Tetapi seluruh tubuh dari babi. Pandangan ini sesuai dengan kaidah ushul fikih min dzikril juz'i wa iradati'l kulli (yang disebutkan sebagian yang dikehendaki seluruhnya. (Aisyah Girindra).
(2). Khamr.
Dari Aisyah ra ketika turun ayat-ayat akhir surat al baqarah (tentang haramnya khamr), Nabi Muhammad SAW keluar kemudian bersabda "Perdagangan khamr telah diharamkan" (HR Bukhari No. 2226).
(3). Bangkai.
(4). Darah.
Yang dimaksud dengan darah dalam kontek ini adalah darah yang disebut 'dideh' (dikumpulkan dari hasil penyembelihan hewan lalu diolah), dan juga darah untuk transfusi (donor darah). Hadist yang menjadi rujukan adalah hadist dikatakan Abu Juhaifah "Rasulullah SAW melarang hasil penjualan darah, hasil penjualan anjing dan upah budak wanita (dari berzina). Beliau juga melaknat orang yang mentato dan orang yang ditato, memakan riba dan menyerahkannya (nasabah) begitu juga tukang gambar (makhluk yang memiliki ruh". (HR Bukhari, No. 2238).
(1). Babi. Pemanfaatan babi hukumnya haram, baik atas daging, lemak maupun bagian-bagian lainnya. Firman Allah dalam QS Al-Maidah (5): 3 mengharamkan konsumsi bangkai darah dan daging babi. Demikian juga dengan firmannya dalam QS Al-An'am (6):145 dan An-Nahl (16):115. Dalil-dalil dalam ayat ini merupakan nash yang jelas, yang menegaskan tentang keharaman, antara lain mengkonsumsi babi. Al Qur'an mengunakan kata lakhma (daging) karena sebagian besar pengambilan manfaat dari babi adalah dagingnya. Selain itu dalam setiap daging babi selalu terdapat lemak, kendati al Qur'an mengunakan kata lakhma, pengharaman daging bukan hanya dagingnya. Tetapi seluruh tubuh dari babi. Pandangan ini sesuai dengan kaidah ushul fikih min dzikril juz'i wa iradati'l kulli (yang disebutkan sebagian yang dikehendaki seluruhnya. (Aisyah Girindra).
(2). Khamr.
Dari Aisyah ra ketika turun ayat-ayat akhir surat al baqarah (tentang haramnya khamr), Nabi Muhammad SAW keluar kemudian bersabda "Perdagangan khamr telah diharamkan" (HR Bukhari No. 2226).
(3). Bangkai.
(4). Darah.
Yang dimaksud dengan darah dalam kontek ini adalah darah yang disebut 'dideh' (dikumpulkan dari hasil penyembelihan hewan lalu diolah), dan juga darah untuk transfusi (donor darah). Hadist yang menjadi rujukan adalah hadist dikatakan Abu Juhaifah "Rasulullah SAW melarang hasil penjualan darah, hasil penjualan anjing dan upah budak wanita (dari berzina). Beliau juga melaknat orang yang mentato dan orang yang ditato, memakan riba dan menyerahkannya (nasabah) begitu juga tukang gambar (makhluk yang memiliki ruh". (HR Bukhari, No. 2238).
2. Dari Bukan Zatnya
Suatu Bisnis atau usaha juga bisa menjadi haram, karena bukan zatnya. ada 6 praktek perdagangan yang tidak dibolehkan dalam Islam, yaitu:
(1). Riba.
Penambahan tanpa adanya iwadh (underline asset), atau premi yang harus dibayar si peminjam kepada pemberi pinjaman bersama dengan pinjaman pokok yang disyaratkan sejak awal. Penambahan dari pokok itu disyaratkan karena adanya nasi'ah (penangguhan).
(2). Tadlis (Penipuan)
Tadlis bisa terjadi pada sisi Kuantitas, seperti mengurangi takaran. juga bisa terjadi dari sisi kualitas seperti menyembunyikan cacatnya produk. Tadlis juga bisa terjadi dari sisi harga, dengan cara memanfaatkan ketidak tahuan pembeli terhadap harga pasar. dan juga bisa terjadi dari sisi waktu, yaitu menyanggupi delivery time yang sedari awal sudah diketahui tidak akan sanggup memenuhinya.
(3). Gharar (ketidak jelasan yang diaalami baik produsen maupun konsumen)
Gharar bisa terjadi, pada sisi kuantitas seperti praktek jual beli ijon, juga bisa terjadi dari sisi kualitas seperti jual beli anak sapi yang masih dalam perut induknya. Gharar juga bisa terjadi dari sisi harga contohnya terjadinya dua harga dalam satu akad, dan juga bisa terjadi dari sisi waktu, sebagai contoh jual beli motor yang hilang (delivery time tidak jelas bagi kedua belah pihak).
(4). Ihtikar (penimbunan). Ulama bersepakat penimbunan adalah usaha yang bathil jika dilakukan pada barang kebutuhan pokok, dan spekulasi yang dampaknya menganggu harga pasar, sosial dan ekonomi.
(5). Bay Najasy. adalah memuji barang dagangan padahal palsu dan menipu.
(6). Talaqi Rukban. yaitu kegiatan pedagang dengan cara menyongsong pedagang desa yang membawa barang dagangan di jalan (menuju pasar). Substansi dari larangan talaqi rukban ini adalah tidak adilnya tindakan yang dilakukan oleh pedagang kota yang tidak menginformasikan harga yang sesungguhnya yang terjadi dipasar, walaupun Islam tidak melarang mencari barang dengan harga lebih murah.
Suatu Bisnis atau usaha juga bisa menjadi haram, karena bukan zatnya. ada 6 praktek perdagangan yang tidak dibolehkan dalam Islam, yaitu:
(1). Riba.
Penambahan tanpa adanya iwadh (underline asset), atau premi yang harus dibayar si peminjam kepada pemberi pinjaman bersama dengan pinjaman pokok yang disyaratkan sejak awal. Penambahan dari pokok itu disyaratkan karena adanya nasi'ah (penangguhan).
(2). Tadlis (Penipuan)
Tadlis bisa terjadi pada sisi Kuantitas, seperti mengurangi takaran. juga bisa terjadi dari sisi kualitas seperti menyembunyikan cacatnya produk. Tadlis juga bisa terjadi dari sisi harga, dengan cara memanfaatkan ketidak tahuan pembeli terhadap harga pasar. dan juga bisa terjadi dari sisi waktu, yaitu menyanggupi delivery time yang sedari awal sudah diketahui tidak akan sanggup memenuhinya.
(3). Gharar (ketidak jelasan yang diaalami baik produsen maupun konsumen)
Gharar bisa terjadi, pada sisi kuantitas seperti praktek jual beli ijon, juga bisa terjadi dari sisi kualitas seperti jual beli anak sapi yang masih dalam perut induknya. Gharar juga bisa terjadi dari sisi harga contohnya terjadinya dua harga dalam satu akad, dan juga bisa terjadi dari sisi waktu, sebagai contoh jual beli motor yang hilang (delivery time tidak jelas bagi kedua belah pihak).
(4). Ihtikar (penimbunan). Ulama bersepakat penimbunan adalah usaha yang bathil jika dilakukan pada barang kebutuhan pokok, dan spekulasi yang dampaknya menganggu harga pasar, sosial dan ekonomi.
(5). Bay Najasy. adalah memuji barang dagangan padahal palsu dan menipu.
(6). Talaqi Rukban. yaitu kegiatan pedagang dengan cara menyongsong pedagang desa yang membawa barang dagangan di jalan (menuju pasar). Substansi dari larangan talaqi rukban ini adalah tidak adilnya tindakan yang dilakukan oleh pedagang kota yang tidak menginformasikan harga yang sesungguhnya yang terjadi dipasar, walaupun Islam tidak melarang mencari barang dengan harga lebih murah.
3. Dari Akadnya.
Dan yang terakhir, suatu usaha bisa dikategorikan menjadi bathil, jika akadnya tidak sah. seperti terjadinya : (1). Ta'aluq. Ta'aluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, dimana berlakunya akad 1 tergantung pada akad 2. Contoh: si A menjual barang X seharga Rp. 120 juta secara cicilan kepada B, dengan syarat bahwa B harus kembali menjual barang X tersebut kepada A secara tunai seharga Rp. 100 juta.
(2). Terjadi 2 in 1 (Dalam satu akad ada dua kondisi yang berbeda), contohnya ???
(3). Bay al Inah (menjual milik orang lain)
(4). Mulamasah. adalah penjualan kain tanpa dilihat, tetapi diraba-raba saja sehingga terjadi keharusan jual beli.
(5). Muzabanah. adalah pembayaran yang besar (borongan) seakan-akan setiap orang dari para pembeli membayar yang lain dari (harga) yang sebenarnya atau jual beli borongan tanpa mengetahui takaran dan timbangannya. Dan Ibn Umar mentafsirkannya seperti apa yang telah diriwayatkan oleh Malik dengan jual beli kurma basah yang ditakar dengan takaran kurma kering dan jual beli anggur basah yang ditakar dengan takaran anggur kering (diriwayatkan oleh Syafi'i).
Memang, Tips ini belum menjawab semua pertanyaan seputar identifikasi bisnis halal ataupun haram, untuk itu dibutuhkan explorasi lebih dalam yang terkait dengan operasionalisasi yang terjadi di internal suatu usaha, sebagai contoh untuk perbankan syariah tidak diperbolehkan menyalurkan pendanaan ke industri rokok, industri senjata, dll. Untuk itu diperlukan dewan syariah yang mengawasi jalannya usaha, agar benar-benar terjaga dari kehalalan bisnis yang digeluti.
Tips diatas paling tidak bisa membantu mengidentifikasi, dan merupakan pokok-pokok yang disepakati oleh ulama keharamannya, yang bisa dijadikan panduan bagi usaha anda.
Referensi: Agustianto, Perdagangan dalam Islam (bahan kuliah tafsir ayat dan Hadist Ekonomi), dan referensi lainnya.
Dan yang terakhir, suatu usaha bisa dikategorikan menjadi bathil, jika akadnya tidak sah. seperti terjadinya : (1). Ta'aluq. Ta'aluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, dimana berlakunya akad 1 tergantung pada akad 2. Contoh: si A menjual barang X seharga Rp. 120 juta secara cicilan kepada B, dengan syarat bahwa B harus kembali menjual barang X tersebut kepada A secara tunai seharga Rp. 100 juta.
(2). Terjadi 2 in 1 (Dalam satu akad ada dua kondisi yang berbeda), contohnya ???
(3). Bay al Inah (menjual milik orang lain)
(4). Mulamasah. adalah penjualan kain tanpa dilihat, tetapi diraba-raba saja sehingga terjadi keharusan jual beli.
(5). Muzabanah. adalah pembayaran yang besar (borongan) seakan-akan setiap orang dari para pembeli membayar yang lain dari (harga) yang sebenarnya atau jual beli borongan tanpa mengetahui takaran dan timbangannya. Dan Ibn Umar mentafsirkannya seperti apa yang telah diriwayatkan oleh Malik dengan jual beli kurma basah yang ditakar dengan takaran kurma kering dan jual beli anggur basah yang ditakar dengan takaran anggur kering (diriwayatkan oleh Syafi'i).
Memang, Tips ini belum menjawab semua pertanyaan seputar identifikasi bisnis halal ataupun haram, untuk itu dibutuhkan explorasi lebih dalam yang terkait dengan operasionalisasi yang terjadi di internal suatu usaha, sebagai contoh untuk perbankan syariah tidak diperbolehkan menyalurkan pendanaan ke industri rokok, industri senjata, dll. Untuk itu diperlukan dewan syariah yang mengawasi jalannya usaha, agar benar-benar terjaga dari kehalalan bisnis yang digeluti.
Tips diatas paling tidak bisa membantu mengidentifikasi, dan merupakan pokok-pokok yang disepakati oleh ulama keharamannya, yang bisa dijadikan panduan bagi usaha anda.
Referensi: Agustianto, Perdagangan dalam Islam (bahan kuliah tafsir ayat dan Hadist Ekonomi), dan referensi lainnya.