Kamis, 15 Juni 2017

Ekonomi Kampung (M-udik)

Oleh: Jaharuddin*
Indonesia mempunyai tradisi unik yaitu mudik, mendekati idul fitri.
Jutaan orang mudik dari kota ke desa, dari tempat merantau ke kampungnya masing-masing. Tradisi insidental ini juga melahirkan redistribusi peredaran uang. Data tahun 2015 tidak kurang 11,36 juta orang mudik, 15 T lebih dana mengalir dari daerah rantau ke kampung.
Tradisi budaya ini jangan dipandang hanya sebagai konsumtif, ini peluang distribusi dan investasi yang menjanjikan bagi kampung. Maka pemerintah daerah idealnya mensupervisi kampung-kampung daerah asal perantauan untuk menyiapkan paket-paket investasi di kampung asal yg bisa dimanfaatkan oleh para perantauan.
Dengan cara seperti ini, tradisi tahunan yang penuh makna ini, bisa meninggalkan bekas permanen bagi kampung-kampung asal. Apalagi para perantau punya ikatan mendalam dengan kampung asalnya masing-masing. Pepatah mengingatkan “setinggi-tingginya bangau terbang tetap kembali ke kubangan nya”
Paket-paket investasi dipilih yang mempunyai multiplier effect yang besar, dengan seperti itu dampaknya besar, saat yang sama menstimulasi perpindahan modal selanjutnya, bisa jadi kedepan tidak tahunan lagi, bisa jadi bulanan, artinya orang mudik setiap bulan , bahkan setiap saat, bukan hanya idul fitri.
Karena alasan investasi, koordinasi, konsolidasi, setiap anak rantau bisa pulang ke kampungnya. Keluarga yang di kampung merasa diperhatikan, ekonomi kampung tumbuh, migrasi ke kota bisa ditahan, dan secara bertahap, jutaan orang tidak tumplek saat menjelang idul fitri.
Dengan cara seperti itu, ekonomi kota dan kampung mengalir semakin kencang, mudik tidak tahunan, sebagian dampak negatif mudik bisa dikurangi, sebutlah tingginya angka kecelakaan lalu lintas, konsumerisme, termasuk terganggunya ibadah-ibadah utama di penghujung ramadhan.
Pemerintah daerah menyiapkan infrastruktur yang memadai untuk memudahkan, seperti menghidupkan bandara-bandara perintis, melakukan lobi dengan maskapai untuk membuka rute, dari kecamatan ke kota besar, insentif pajak, dll.

Juga dimulai dari satu kawasan yang diduga sangat potensial untuk menjadi percontohan, akhirnya mobilisasi modal dan manusia suatu hari mudah dan lancar, antara kampung dan tempatnya merantau.
Selamat merencanakan mudik, selamat melepaskan rindu, ..
*selamat investasi*
Kalau sudah sampai di kampung halaman.. Jangan lupa sudah di halaman berapa..
Bagi yang belum punya kampung, atau tidak mudik, tetap ceria, selamat liburan..

*Dosen FEB UMJ
http://suarajakarta.co/opini/ekonomi-kampung-m-udik/

Tidak ada komentar:

Tulisan Popular Wakaf, Ekonomi dan Bisnis

  110 halaman, Kertas Bookpaper, Ukuran 14,8 cm x 21 cm,   ISBN 978-623-6121-22-1.  Penerbit : Pustaka Learning Center, Malang, Februari 202...