Senin, 23 Juni 2008

Pemerintah akan Rilis Sukuk Rp 15 T

Penerbitan sukuk ini bagian dari pengelolaan defisit anggaran.
JAKARTA -- Pemerintah akan menerbitkan obligasi negara syariah (sukuk) maksimal sebesar Rp 15
triliun pada tahun ini. Penerbitan obligasi tersebut akan dilakukan dalam dua tahap mulai awal semester
dua 2008.
Penerbitan sukuk ini dilaksanakan sebagai bagian dari pembiayaan defisit anggaran dalam APBN-P
2008. Penerbitan sukuk perdana ini rencananya akan dilaksanakan di dalam dan luar negeri.
Meski tengah terjadi krisis di pasar obligasi, pemerintah menyatakan optimistis penerbitan sukuk akan
diminati oleh investor asing dan dalam negeri. ''Besarnya sukuk sesuai dengan underlying aset yang
dimiliki pemerintah senilai Rp 15 triliun,'' kata Dirjen Pengelolaan Utang Depkeu, Rahmat Waluyanto, usai
rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (7/4) malam.
Pemerintah menggunakan jaminan berupa barang milik negara, seperti tanah dan bangunan. Pemerintah
akan mendahulukan penerbitan sukuk di dalam negeri, setelah itu baru ke pasar internasional. Menurut
Rahmat, separuh penerbitan obligasi akan dilakukan di dalam negeri dan sisanya ke pasar internasional.
''Ini baru pertama kali, kita lihat minat pasar bagaimana,'' tuturnya.
Menkeu Sri Mulyani menyatakan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
yang melengkapi penerbitan sukuk ditargetkan paling lama bisa dilengkapi dalam satu sampai satu
setengah bulan. ''Jadi, bisa masuk pasar paling tidak awal semester kedua,'' kata Menkeu, pada
kesempatan yang sama.
Penerbitan sukuk dapat dilaksanakan secara langsung oleh pemerintah atau melalui perusahaan
penerbit Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang ditetapkan oleh Menkeu. Perusahaan khusus
semacam special purpose vehicle ini didesain khusus untuk penerbitan sukuk.
Rahmat menambahkan, pemerintah akan membuat PP pembentukan SPV. Dia kembali menegaskan,
SPV bukan BUMN dan bukan PT. Keberadaannya hanya sebagai cara untuk menyelesaikan dengan
prinsip syariah, karena dalam prinsip syariah pemerintah tidak boleh menjual surat utang secara
langsung.
Sedangkan untuk penerbitan sukuk dalam rangka pembiayaan proyek, menteri harus berkoordinasi
dengan menteri yang bertanggung jawab di bidang perencanaan pembangunan nasional.
Disetujui
Sebelumnya, Komisi XI DPR menyetujui RUU SBSN menjadi UU. Selanjutnya, RUU itu akan dibawa ke
sidang paripurna untuk disahkan, Kamis (10/4).
Komisi Keuangan dan Perbankan itu menyetujui RUU SBSN setelah semua fraksi membacakan
pandangan akhir, Senin (8/4) malam. Dari 10 fraksi di Komisi XI, sembilan fraksi setuju.
Satu fraksi yang menolak RUU SBSN itu disahkan adalah Fraksi Partai Damai Sejahtera (PDS).
Alasannya, seperti dikatakan jubir FPDS, Retna Situmorang, FPDS khawatir RUU tersebut tak sesuai
dengan konsep pluralitas yang dianut Indonesia. Retna juga mengklaim, jika demikian berarti
bertentangan dengan ideologi negara.
Pernyataan FPDS mendapat tentangan fraksi-fraksi lain. Misalnya, FPAN, FPPP, FPKB, dan FPG.
Mereka meminta pernyataan FPDS tersebut dianulir. ''Perbedaan pendapat dihargai, tapi suara mayoritas
menyetujui,'' kata Ketua Komisi XI DPR, Awal Kusumah, membacakan kesimpulan.
Terbitnya UU SBSN, kata Direktur Tresuri Bank Syariah Mandiri (BSM), M Haryoko, menjadi landasan
penerbitan sukuk. Bagi perbankan syariah, sukuk menjadi instrumen pengelolaan dana berlebih
(overlikuid). Sementara, Dirut MC Consulting, Wahyu Dwi Agung, berharap, UU SBSN mendorong
investor asing, terutama dari Timur Tengah, menanamkan dananya dengan menyerap sukuk pemerintah.
( una/aru )

Tidak ada komentar:

Tulisan Popular Wakaf, Ekonomi dan Bisnis

  110 halaman, Kertas Bookpaper, Ukuran 14,8 cm x 21 cm,   ISBN 978-623-6121-22-1.  Penerbit : Pustaka Learning Center, Malang, Februari 202...