Oleh: Izzudin A. Manaf, Aziz B. Setiawan, Handi R. Idris dan Budi Witoyo (Pokja Ekonomi dan Keuangan Syariah IEI)
Sampai akhir 2006, di Indonesia telah terdapat 23 unit bank syariah dan 105 BPR Syariah. Nilai aset bank syariah nasional terus mengalami pertumbuhan di mana hingga Desember 2006 telah mencapai Rp26,72 triliun. Melalui berbagai formulasi kebijakan dan program akselerasi, BI juga telah menargetkan pangsa pasar bank syariah tahun 2008 untuk dapat mencapai lima persen. Selain itu, terdapat 36 unit asuransi syariah yang telah beroperasi. Total nilai emisi obligasi syariah yang tercatat di pasar modal hingga Juli 2006 sebanyak 17 produk dengan nilai kapitalisasi sebesar Rp 2,21 triliun. Adapun reksa dana syariah dalam periode yang sama, membukukan nilai aktiva bersih (NAB) sebesar Rp 566,8 miliar.
Tentunya pertumbuhan lembaga keuangan syariah tersebut, secara lambat tapi pasti juga akan mendorong perkembangan dana pensiun syariah. Sampai sekarang, baru beberapa perusahaan yang mengelola dana pensiun syariah di antaranya; Bank Muamalat Indonesia (BMI), Manulife (Principal Indonesia) dan Allianz. Lambannya pertumbuhan dana pensiun syariah disebabkan beberapa faktor di antaranya; keterbatasan regulasi; keterbatasan instrumen investasi, belum jelasnya model tata kelola dana pensiun syariah serta kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya dana pensiun syariah.
Kebutuhan Regulasi Dana Pensiun Syariah
Harus diakui bahwa perkembangan dana pensiun syariah relatif tertinggal bila dibandingkan dengan industri keuangan syariah yang lain. Hal ini terjadi di antaranya disebabkan minimnya dukungan strategi dan regulasi. Hal ini dapat terlihat dalam beberapa hal:
Pertama, dalam konteks strategi pengembangan industri. Ketika perbankan, asuransi dan pasar modal syariah sudah memiliki dan masuk dalam road map strategi pengembangan masing-masing industri, dana pensiun syariah belum disentuh sedikitpun dalam Kebijakan dan Strategi Pengembangan Industri Dana Pensiun Tahun 2007-2011.
Kedua, dalam konteks regulasi. Jika perbankan, asuransi, obligasi dan reksadana syariah sudah banyak memiliki peraturan dan juga dukungan fatwa DSN-MUI, maka dana pensiun syariah belum ada satupun peraturaan dan fatwa yang mendukung. Sehingga regulasi sebagai kerangka operasional dana pensiun syariah hanya mengacu pada peraturan dana pensiun yang umum dan fatwa MUI yang juga umum, tidak bersifat khusus.
Ketiga, ketentuan investasi langsung dalam UU No.11/1992 tentang Dana Pensiun. Selama ini Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) syariah mengeluhkan tentang produk investasi terikat (mudharabah mukayyadah/restricted investemnet) yang berpotensi besar, tidak dapat dimasuki oleh DPLK Syariah. Produk mudharabah mukayyadah merupakan produk bank syariah berupa investasi di bidang properti atau infrastruktur dengan nilai proyek sangat besar. Selama ini bank syariah kesulitan membiayai proyek tersebut karena terbentur dengan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Hal ini menjadi peluang investasi yang menarik bagi DPLK Syariah. Jika dana pensiun syariah masuk, berpotensi mendapat bagi hasil mencapai 20-30% dari return investasi jenis ini.
Sayangnya, ketentuan UU No.11/1992 tentang Dana Pensiun menganggap produk tersebut sebagai investasi langsung. Sehingga dana pensiun syariah diharuskan membuat anak perusahaan ketika hendak masuk ke investasi seperti ini. Bagi dana pensiun syariah, hal tersebut tentunya menjadi terlalu menyulitkan dan akan menghabiskan biaya yang besar. Padahal dengan karakter khasnya, seharusnya dana pensiun syariah bisa bekerjasama dengan bank syariah untuk menggarap investasi tersebut. Dalam kerjasama tersebut dana pensiun syariah dapat terlibat lebih jauh untuk menganalisis studi kelayakan proyeknya (feasibility study).
Selama ini para pengelola DPLK Syariah sudah meminta pemerintah memasukkan regulasi tentang instrumen investasi dana pensiun syariah ke dalam revisi UU Dana Pensiun. DPLK syariah memerlukan regulasi itu untuk memperluas instrumen investasi yang sesuai dengan karakternya. Keterbatasan instrumen investasi ini kemudian berakibat dana kelolaan dana pensiun syariah justru kebanyakan ditanam dalam bentuk deposito syariah, baik rupiah maupun valas, juga obligasi, saham, dan reksadana syariah saja. Padahal dengan potensi besar masyarakat muslim dan dengan pasar yang sangat terbuka lebar tentunya dana pensiun syariah memiliki harapan masa depan yang cerah.
Keterbatasan Instrumen Investasi Syariah
Sampai dengan pertengahan 2005, terbatasnya pilihan investasi syariah masih menjadi salah satu hambatan bagi dana pensiun syariah. Padahal sebagaimana asuransi dan perbankan syariah, dana pensiun syariah pun harus mengelola dan menginvestasikan dananya pada portofolio instrumen syariah. Ada beberapa jenis portofolio instrumen investasi syariah yang sudah tersedia:
Pertama, Deposito Mudharabah. Merupakan jenis investasi syariah yang dikeluarkan oleh bank syariah dalam bentuk dengan akad mudharabah. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan mudharabah dengan pihak lain. Modal dalam bentuk tunai dan bukan piutang dan harus dinyatakan jumlahnya. Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
Kedua, Saham Syariah. Saham syariah merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah, dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa. Saham syariah dapat diakses pada kelompok Jakarta Islamic Index (JII). JII adalah papan indeks untuk 30 saham yang sudah dikategorikan shariah compliance atau tidak bertentangan dengan syariah. Biasanya JII ini di-review setiap enam bulan sekali. Tapi, bukan hanya saham yang masuk JII saja yang sudah sesuai dengan ketentuan syariah. Karena JII ini hanya menampung 30 saham terbaik yang sudah sesuai syariah. Di luar JII-pun masih ada saham yang bisa kita kategorikan sebagai saham yang sesuai dengan kaidah syariah, dan sepertinya dalam waktu dekat akan disusun indek syariah baru.
Setidaknya ada dua syarat untuk menyatakan bahwa suatu saham bisa dikategorikan tidak melanggar ketentuan syariah, yaitu: (1) Perusahaan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Yang dimaksud dengan perusahaan yang tidak bertentangan dengan syariat Islam yaitu perusahaan dengan bidang usaha dan manajemen yang tidak bertentangan dengan syariat, serta memiliki produk yang halal. Perusahaan yang memproduksi minuman keras atau perusahaan keuangan konvensional tentu saja tidak memenuhi kategori ini; dan (2) Semua saham yang diterbitkan memiliki hak yang sama.
Saham adalah bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan, maka peran setiap pemilik saham ditentukan dari jumlah lembar saham yang dimilikinya. Namun, pada kenyataannya ada perusahaan yang menerbitkan dua macam saham, yaitu saham biasa dan saham preferen yang tidak punya hak suara namun punya hak untuk mendapatkan deviden yang sudah pasti. Tentunya hal ini bertentangan dengan aturan syariat tentang bagi hasil. Maka saham yang sesuai syariah adalah saham yang setiap pemiliknya memiliki hak sama dan proporsional dengan jumlah lembar saham yang dimilikinya.
Ketiga, Reksa Dana Syari’ah. Merupakan Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syari’ah, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi. Saat ini sudah banyak reksadana syariah telah ditawarkan dan terkategori pada reksadana pendapatan tetap dan reksadana campuran. Reksadana pendapatan tetap adalah reksadana yang sebagian besar komposisi portofolio-nya di efek berpendapatan relatif tetap seperti; Obligasi Syariah, SWBI, Certificate Deposit Mudharabah, Sertifikat Investasi Mudharabah antarbank serta efek-efek sejenis. Yang termasuk reksadana syariah jenis ini di antaranya; BNI Dana Syariah (sejak tahun 2004), Dompet Dhuafa-BTS Syariah (2004), PNM Amanah Syariah (2004), Big Dana Syariah (2004) dan I-Hajj Syariah Fund (2005). Sedangakan reksadana campuran merupakan reksadana yang sebagian besar komposisi portofolio ditempatkan di efek yang bersifat ekuitas seperti saham syariah (JII) dengan campuran beberapa instrumen investasi lain non saham yang memberikan keuntungan relatif lebih tinggi. Termasuk dalam reksadana ini diantaranya: Reksadana PNM Syariah (sejak tahun 2000), Danareksa Syariah Berimbang (2000), Batasa Syariah (2003), BNI Dana Plus Syariah (2004), AAA Syariah Fund (2004) dan BSM Investa Berimbang (2004).
Keempat, Obligasi Syariah. Merupakan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan perusahaan (emiten) kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibakan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Saat ini setidaknya ada dua jenis obligasi syariah yang sedang berkembang di Indonesia: Obligasi Mudharabah dan Ijarah.
Keberadaan instrumen-instrumen investasi tersebut ternyata masih dianggap belum mencukupi. Manulife misalnya, tidak bisa memilih syariah corporate bond dengan alasan risiko likuiditas dan lainnya. Mereka cenderung memilih syariah government bonds, tetapi sayangnya sampai saat ini belum ada obligasi negara dengan skim syariah. Dengan demikian sangat dibutuhkan adanya obligasi syariah negara tersebut. Keberadaan obligasi syariah negara sangat penting bagi perkembangan industri keuangan syariah.
Selain itu ketentuan UU No.11/ 1992 tentang Dana Pensiun yang menganggap produk mudharabah mukayyadah sebagai investasi langsung yang dilarang tampaknya perlu ditinjau kembali. Dengan tuntutan skema akad syariah yang khas, sesuai khitah-nya mau tidak mau dana pensiun syariah memang membutuhkan sarana melakukan investasi secara langsung. Sehingga pilihan investasi dana pensiun syariah lebih luas dan bisa mendapat bagi hasil yang tinggi dari return investasi jenis ini.
Good Pension Fund Governance (GFCG)
Dalam mengelola program pensiun, diperlukan komitmen pendiri dan pengelola untuk mengelola dana peserta secara hati-hati (prudent), meminimalkan segala kemungkinan moral hazard untuk kepentingan pihak tertentu yang tidak ada kaitannya dengan upaya peningkatan kesejahteraan peserta. Selain itu juga dibutuhkan komitmen Pendiri untuk memenuhi kewajibannya, baik akibat adanya masa kerja lalu, maupun pendanaan untuk jangka panjang guna mencapai kekayaan yang cukup untuk membayar pensiun yang dilakukan melalui proses pengumpulan dan pengelolaan dana dengan memastikan bahwa investasi yang dilakukan sudah tepat dengan biaya seefisien mungkin.
Oleh karena itu, dalam mengelola Dana Pensiun agar dapat memenuhi harapan para stakeholder, perlu dikelola secara profesional. Salah satunya dengan menerapkan Tata Kelola Dana Pensiun Yang Baik (Good Pension Fund Governance/GPFG). Karena apabila pengelolaan dana publik tersebut tidak dilaksanakan secara amanah dan mengabaikan aspek GPFG dapat menimbulkan penyalahgunaan bahkan penyimpangan yang pada gilirannya akan merugikan masyarakat peserta sebagai pemilik akhir dana tersebut (ultimate owner).
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah mewajibkan seluruh lembaga dana pensiun untuk menyusun sekaligus menerapkan Pedoman dan Tata Kelola Dana Pensiun sejak 1 Januari 2008. Keputusan tersebut dituangkan dalam Keputusan Ketua Nomor KEP-136/BL/2006 dengan tujuan mendorong penyusunan pedoman tata kelola yang baik di lingkungan dana pensiun sekaligus memberikan acuan kepada pendiri, pemberi kerja, pengurus dan pengawas dana pensiun. Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun diharapkan akan disusun dengan berpedoman pada kaidah yang meliputi keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggung-jawaban (responsibility), kemandirian (independency), serta kesetaraan dan kewajaran (fairness).
Keputusan tersebut sesungguhnya merupakan pelaksanaan paket kebijakan sektor keuangan (PKSK) pada sektor dana pensiun. Adapun pokok-pokok yang diatur dalam keputusan tersebut mencakup antara lain: (a) kewajiban dana pensiun untuk menyusun dan menerapkan Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun; (b) Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun yang dibuat oleh lembaga dana pensiun tersebut sekurang-kurangnya wajib memuat (i) kaidah-kaidah perilaku terkait prinsip tata kelola dan kode etik sesuai praktik yang berlaku umum; (ii) pengaturan kedudukan, tugas, fungsi, wewenang, tanggung jawab, (iii) hak dan kewiban serta hubungan antara pihak terkait.
Kewajiban lainnya adalah juga (c) dimuatnya pedoman teknis pelaksanaan dalam pelaksanaan tata kelola dana pensiun. Selain itu, (d) keputusan tersebut mewajibkan dewan pengawas dana pensiun untuk melakukan evaluasi dan menyusun hasil evaluasi secara tertulis atas penerapan Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun. Selanjutnya (e) Pedoman Penerapan Tata Kelola Dana Pensiun akan ditelaah secara berkala oleh Bapepam-LK.
Pada dasarnya GPFG mencakup lima hal yang mendasar yaitu struktur governance, pengelolaan dana peserta secara amanah, kepatuhan pada regulasi dan penerapan GPFG, implementasi manajemen risiko serta Corporate Social Responsibility (CSR) secara menyeluruh. GPFG merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan oleh Dana Pensiun untuk mendorong pengembangan lembaga, pengelola sumberdaya dan risiko secara efisien dan efektif, serta pertanggungjawaban Pengurus Dana Pensiun kepada Peserta, Pendiri/Pemberi Kerja dan pihak terkait lainnya.
GPFG dapat juga digunakan sebagai salah satu tolok ukur kinerja Pengurus dalam mengelola Dana Pensiun dengan cara melakukan assesment (penilaian) baik secara internal maupun eksternal (pihak independen). Pedoman GPFG mengatur mengenai masing – masing pihak yang terlibat langsung dalam Penyelenggaraan Dana Pensiun yaitu Pendiri, Mitra Pendiri, Dewan Pengawas, Pengurus, Peserta, Karyawan dan Mitra Bisnis lainnya. Karena karakter dana pensiun syariah berbeda maka untuki industri ini model GPFG-nya harus diformulasikan ulang.
Good Islamic Pension Fund Governance (GIPFG)
Lembaga keuangan syariah telah bermunculan di penjuru dunia dan sejauh ini telah berjalan cukup baik dan diterima oleh dunia internasional. Dengan penerimaan yang baik ini, institusi keuangan syariah termasuk dana pensiun syariah tersebut tetap perlu diperkuat lebih jauh lagi sehingga memungkinkan untuk terus berekspansi secara cepat dan penerimaan masyarakat juga semakin meningkat.
Dalam konteks pengembangan Dana Pensiun Syariah, dibutuhkan tindakan–tindakan penting yang harus diambil untuk memperkuat kelembagaanya. Tindakan yang paling mendasar adalah menegakkan Good Islamic Pension Fund Governance (GIPFG). Tanpa GIPFG yang efektif, kecil kemungkinan untuk memperkuat dana peniun syariah dan memungkinkan mereka untuk berekspansi secara cepat serta menjalankan perannya secara efektif. Kebutuhan ini akan makin serius sejalan dengan ekspansi lembaga-lembaga tersebut. Selain itu jika masalah tata kelola ini tidak segera selesai maka masalah akan menjadi semakin kompleks, dan dalam jangka panjang, akan merongrong kemampuan mereka dalam menjawab tantangan industri dengan suskses.
Menurut Chapra dan Ahmed (2002) ada beberapa pemain kunci dalam penegakan GCG untuk lembaga keuangan syariah. Pemain kunci tersebut jika dikaitkan dengan upaya mengembangkan konsep Good Islamic Pension Fund Governance (GIPFG) untuk Lembaga Dana Pensiun Syariah meliputi; pihak regulator dan supervisor (dalam konteks Indonesia diwakili oleh Bapepam-LK), Dewan Syariah Nasional (DSN), pemegang saham, peserta individu, peserta lembaga, serta stakeholders lainnya seperti karyawan, customers, lingkungan hidup serta masyarakat di sekitar.
Gambar 1. (Paling atas)
Para Pemain Kunci dalam Good Islamic Pension Fund Governance(GIPFG)
Sumber : Diadaptasi dari Chapra & Ahmed (2002)
Para Pemain Kunci dalam Good Islamic Pension Fund Governance(GIPFG)
Sumber : Diadaptasi dari Chapra & Ahmed (2002)
Dalam sistem nilai Islam, perlindungan hak-hak semua stakeholder secara adil, tanpa memandang mereka memiliki saham atau tidak sangat ditekankan. Konsep Islam memberikan kerangka sistem nilai yang memberikan prioritas maksimum pada realisasi keadilan dan kewajaran. Sehingga tidak akan ada keraguan tentang proteksi kepentingan semua pihak secara adil. Stakeholder terpenting dalam keuangan Islam, didalamnya juga dana pensiun syariah adalah Islam itu sendiri. Jika dana pensiun syariah tersebut tidak beroperasi dengan baik, publik akan berpikir bahwa sistem Islam sudah tidak relevan dengan dunia modern, dan meraka akan menyalahkan Islam atas rendahnya kinerja institusi tersebut meskipun Islamnya sendiri tidak ada hubungan apa-apa dengannya. Porsi untuk memperhatikan kepentingan pemegang saham jelas ada.
Namun selain itu, para peserta dana pensiun yang kepentingannya juga dipertaruhkan, dalam pembahasan corporate governance model Anglo-American maupun model Franco-German secara umum tidak mendapat banyak perhatian di perusahaan konvensional. Peserta dana pensiun telah berinvestasi dan mengambil bagian dalam untung atau rugi pada sistem syariah, sehingga kepentingan mereka harus dilindungi. Para pegawai juga memiliki kepentingan. Kontribusi mereka terhadap kinerja dana pensiun syariah yang efisien dan imbalan mereka keduanya ditentukan oleh struktur insentif perusahaan.
Makin baik perusahaan tersebut beroperasi, makin baik pula gaji mereka dan efek insentifnya makin baik pula. Selain itu sistem keuangan juga menghadapi resiko, karena kegagalan sebagian besar dana pensiun dapat menciptakan krisis dan merusak ekonomi secara keseluruhan. Kepentingan pemerintah juga menghadapi resiko, karena kinerja efektif dari dana pensiun menguntungkan mereka dalam banyak hal. Kepentingan tersebut seharusnya mendorong pemerintah untuk memastikan otoritas regulasi dan supervisi dalam hal ini Bapepam-LK mengerjakan tugasnya secara bersungguh-sungguh sesuai dengan kepentingan publik (Chapra dan Ahmed, 2002: 14-15).
Tujuan pemuasan kepentingan yang bermacam-macam dari semua stakeholder dana pensiun syariah terangkum pada peran krusial dari GIPFG. Tujuan dari peran ini adalah menciptakan kesetimbangan yang adil diantara stakeholder melalui bermacam-macam peraturan, baik informal maupun formal. Hal ini ditujukan untuk mengarahkan dan mengontrol dana pensiun syariah dengan biaya yang relatif murah. Biaya merupakan konsideran penting, karena jika biayanya tinggi, akan ada alasan untuk tidak melindungi kepentingan semua stakeholder. Untuk stakeholder yang lemah akan sangat dirugikan, dan kesetimbangan menjadi tidak stabil. Akan ada ketidakpuasan dan kegelisahan, yang terefleksikan dalam bentuk rendahnya kepercayaan para stakeholder terhadap keadilan sistem, dan hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan dana pensiun, sektor keuangan dan ekonomi yang tidak memuaskan.
Dalam kerangka penegakan GIPFG tersebut salah satu dari tindakan yang mendasar yang sangat dibutuhkan adalah penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment). Lingkungan yang kondusif tersebut memiliki beberapa elemen diantaranya: disiplin pasar di sektor dana pensiun yang memadai; integritas moral, baik dipihak regulator, pengelola dana pensiun syariah maupun dipihak pengguna dana; lingkungan sosial politik yang mendukung; dan pengawasan institusional maupun hukum yang ditegakkan secara efektif. Oleha karena itu GIPFG yang lebih baik dalam hal ini juga merupakan suatu keharusan. Peningkatan GIPFG bahkan jauh lebih dibutuhkan pada Dana Pensiun Syariah karena para peserta dana pensiun syariah terekspos pada resiko bisnis akibat sistem risk sharing.
Selain itu beberapa aspek yang paling krusial dalam masalah GIPFG, adalah: sasaran, mekanisme, dan perangkat-perangkatnya. Salah satu sasaran yang paling penting dalam GIPFG adalah penyelesaian perbedaan kepentingan antara pemilik (principal) dan pengelola (agent) dengan sudut pandang bagaimana meningkatkan bagian dari semua stakeholder serta kesehatan dan stabilitas dana pensiun syariah. Mekanisme-mekanisme yang paling penting untuk sasaran tersebut adalah dewan direksi, manajemen senior, pemegang saham, dan perserta. Sehingga dibutuhkan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk membuat kinerja dewan direksi dan manajemen menjadi lebih efektif dan dapat dipertanggung-jawabkan, serta memungkinkan para pemegang saham dan peserta memainkan peran yang lebih besar dalam rangka melindungi kepentingannya.
Untuk itu dibutuhkan beberapa perangkat standar untuk membuat dewan direksi dan manajemen supaya lebih efektif dan bertanggungjawab. Perangkat-perangkat tersebut antara lain kontrol internal yang memadai, manajemen resiko, transparansi, pencatatan piutang dan disclosure, kejelasan aspek syariah dan audit, audit eksternal, serta regulasi dan supervisi.
Semua perangkat tersebut harus diterapkan secara efektif. Tetapi sesungguhnya hal tersebut tidak bisa dilakukan tanpa ada komitmen moral yang serius dari setiap pihak. Tanpa komitmen tersebut, akan sulit melaksanakannya secara mandiri (self-enforcement). Pelaku-pelaku pasar akan berusaha untuk mencari cara-cara lain untuk melanggar hukum tanpa terdeteksi dan dihukum. Hal ini mengharuskan adanya peningkatan pengawasan dan kontrol hukum, meski hal ini dapat meningkatkan biaya transaksi secara signifikan. Selain itu juga dana pensiun syariah harus benar-benar dibangun sebagai shared institutions yang beroperasinya secara efektif dan melibatkan seluruh stakeholder sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing. Apabila hal tersebut tidak ada maka dana pensiun syariah dengan GIPFGterbaik sekalipun tidak akan bisa menghindari krisis.
Tabel 2
Peran Pemain Kunci dalam Good Islamic Pension Fund Governance
Permasalahan Penting
Tanggung jawab di GIPFG
Lingkungan
Sistem ekonomi, keuangan dan hukum secara keseluruhan
Efisiensi pada sistem hukum.
Penegakan Kontrak.
Hukum perundangan
Mengadakan lingkungan bisnis dan hukum yang kuat, yang mendukung GIPFG
Pemerintah (hukum dan regulasi untuk Dana Pensiun Syariah)
Perundang-undangan yang memfasilitasi operasi Dana Pensiun Syariah
Menyediakan hukum dan perundangan yang jelas, yang sesuai dengan kebutuhan Dana Pensiun Syariah
Sistem akuntansi
Standar akuntansi dan audit untuk penyampaian informasi yang jelas dan transparan
Menyediakan standar akuntansi yang seragam, jelas dan transparan.
Institusi publik
Pengawas
Stabilitas dan kelayakan sistem keuangan (mengeliminasi resiko sistemik).
Mengembangkan kontrol internal, prosedur manajemen resiko dan standar transparansi.
Menyediakan arahan bagi lembaga keuangan.
Memonitor keseluruhan operasi pada umumnya, dan perilaku beresiko pada khusus.
Asosiasi dana pensiun syariah
Menyediakan standar minimum GIPFG
Menetapkan prinsip-prinsip dan praktek-praktek yang layak.
Institusional
Pemegang saham
Hak-hak pemegang saham.
Saham yang berprofit.
Mengangkat anggota dewan direksi
Dewan direksi
Memastikan tim manajemen yang bagus.
Pengawas manajemen.
Melindungi hak pemegang saham dan dana peserta.
Menetapkan kebijakan dan strategi umum.
Pertanggung-jawaban manajemen.
Manajemen senior
Menjalankan lembaga secara efisien.
Keseimbangan yang baik antara resiko dan pengembalian.
Struktur insentif yang efisien.
Mengimplementasi kebijakan yang ditetapkan dewan direksi dengan cara yang layak dan bertanggung-jawab.
Audit internal
Kualitas dan kuantitas informasi.
Tranparansi informasi.
Memastikan bahwa kebijakan yang ditetapkan dewan direksi diikuti oleh manajemen.
Pegawai
Skill dan etika kerja.
Struktur insentif yang benar.
Mencapai target yang ditetapkan oleh manajemen.
Meminimalkan resiko operasional.
Dewan pengawas syari’ah
Menetapkan prinsip/aturan syari’ah.
Mengawasi kesesuaian terhadap fatwa dan kepatuhan syariah.
Yang lainnya
Peserta Dana Pensiun
Pelayanan yang baik.
Keuntungan yang bersaing.
Bertindak secara bertanggung-jawab.
Memonitor kinerja.
Auditor eksternal
Kualitas dan kuantitas informasi.
Transparansi informasi
Mengevaluasi keakuratan kualitas dan kuantitas informasi.
Audit syari’ah
Kesesuaian dengan syari’ah
Memastikan kesesuaian dengan fatwa dewan syari’ah.
Sumber : Diadaptasi dari Chapra & Ahmed (2002)
Kepatuhan dan Audit Syariah
Diantara tanggung jawab yang paling mendasar dari institusi dana pensiun syariah adalah menciptakan keyakinan pada stakeholdernya bahwa aktivitas operasinya telah benar-benar sesuai dengan prinsip syari’ah. Untuk mencapai hal ini ada beberapa langkah yang bisa ditempuh: pertama, adalah dengan mendapatkan pengakuan formal dari dewan syari’ah tentang kesesuaian semua aktivitasnya dengan syari’ah; kedua, dengan memastikan bahwa semua aktivitasnya berjalan sesuai dengan fatwa-fatwa dewan syari’ah.
Berkembangnya kompleksitas bisnis lembaga keuangan sekaligus krisis yang dihadapi sistem keuangan internasional telah meningkatkan fungsi audit eksternal ke posisi sangat penting dalam semua sistem keuangan. Namun hal tersebut menjadi lebih krusial lagi bagi sistem keuangan Islam, terutama bagi dana pensiun syariah. Auditor eksternal perlu memastikan tidak hanya masalah kesesuaian laporan keuangan terhadap standar-standar pelaporan keuangan, tetapi juga laba atau rugi yang diumumkan harus merefleksikan kondisi yang sebenarnya, serta profit harus didapat tanpa ada pelanggaran syari’ah.
Dalam konteks Indonesia, untuk memastikan kepatuhan terhadap syariah ini peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) cukup sentral. Oleh karena itu perlu dipastikan bahwa seluruh dana pensiun syariah memiliki dewan syariah ini dalam struktur organisasinya. Selain itu, dalam konteks pemenuhan kepatuhan pada prinsip syariah dan untuk menegakkan GIPFG, kedepan trennya juga akan mengarah dibutuhkannya kantor-kantor audit syari’ah independen. Hal ini untuk mengurangi terlalu tersentralisasinya review syariah di DPS.
Kantor-kantor audit syari’ah tersebut nantinya perlu memiliki SDM yang kompeten dan mencukupi untuk meneliti transaksi-transaksi syariah guna menentukan apakah semua transaksi tersebut sesuai dengan ketentuan syari’ah atau tidak. Atau alternatif lainnya kantor-kantor audit resmi yang sudah ada perlu mendalami aspek-aspek syari’ah sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan audit syari’ah. Alternatif terakhir sepertinya akan lebih mudah terealisasi karena hal ini akan membantu menghindari terlalu banyaknya institusi pengawas dan memudahkan apabila audit syari’ah dilakukan bersamaan dengan audit terhadap keuangan maupun kinerjanya.
Konsep audit syari’ah ini memang hal baru dan terus mengemuka. Secara konvensional, audit syari’ah memang tidak dianggap termasuk tugas auditor. Karena mereka tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk tugas tersebut. Untuk melakukan audit syari’ah tersebut, maka idealnya auditor eksternal harus melakukan penguasaan terhadap keahlian-keahlian yang dibutuhkan. Untuk itu, materi yang berkaitan dengan aspek-aspek keuangan syari’ah perlu dimasukkan kedalam materi pelatihan bagi para auditor, sebagaimana materi-materi auditing dan hukum. Jika hal itu terlalu sulit bagi para auditor, maka sebaiknya kantor-kantor audit merekrut ahli-ahli syari’ah dan membekali mereka dengan pengetahuan mengenai auditing secukupnya.
Tabel 3.
Perbandingan Internal dan External Shariah Review
Internal Shariah Review Unit
External Shariah Auditing Firm
Fokus
Menyediakan internal review yang menyeluruh, dan melatih karyawan atas hal-hal yang berkaitan dengan syari’ah. Hal ini merespon perhatian managerial untuk menegakkan pemenuhan syari’ah atas semua transaksi (Shariah conformance of all transactions).
Terutama untuk menyediakan sertifikasi independen menyangkut kerasionalan informasi keuangan yang disajikan kepada pada pemegang saham dan stakeholder. Hal ini merespon keinginan stakeholder dan regulator untuk penilaian independen atas pemenuhan syariah (Shariah compliance)
Aktivitas
Menilai pemenuhan dari semua transaksi (compliance of all transactions) dengan fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah (SSB). Untuk ini, dibuat sistem penilaian dan kontrol.
Menilai informasi yang disajikan oleh para manajer dan memberikan statemen berdasarkan standard akuntansi syariah yang relevan. Untuk itu digunakan sampel dari transaksi untuk mengevaluasi keadaan yang sebenarnya atas pemenuhan dan pernyataan suatu pendapat atas laporan keuangan.
Manajemen
Laporkan secara administratif kepada manajemen. Membangun hubungan dengan seluruh organisasi untuk memastikan masalah teridentifikasi dan dipecahkan dengan cara dan waktu yang tepat.
Laporan terutama kepada audit komite atas kontrol internal dan keuangan.
Board of Directors/ Audit Committee
Melaporkan secara langsung kepada komite audit. Menyediakan opiniatas risiko bisnis organisasi, laporan keuangan, sistem internal kontrol, dan tingkat pemenuhan hukum, regulasi, dan kebijakan.
Membuktikan kepada komite audit atas akurasi laporan keuangan dan membuktikan assesmen manajemen atas atas internal kontrol pada pelaporan keuangan. Menyediakan update atas penyajian akuntansi yang tertunda dan potensi dampak pada organisasi tersebut.
Independesi
Perlu memperlihatkan obyektifitas dan independensi organisatoris dalam pendekatan pekerjaan, tetapi tidak independen secara organisasi. (independen dalam aktivitas mengaudit, tetapi integral dalam organisasi).
Institusi ini secara organisasi dan manajerial independen dari organisasi perusahaan.
Hasil (Results)
Identifikasi masalah, membuat rekomendasi dan membantu memberikan resolusi.
Membandingkan dengan kebutuhan ketentuan dan menyediakan penyesuaian yang diperlukan untuk mendapatkan akurasi keuangan.
Resiko (Risk)
Mengidentifikasi dan mengkualifikasi risiko bisnis kunci (key business risks) untuk mengestimasi kemungkinan kejadian dan dampak atas bisnis. Membuat rekomendasi sebagai hasil penilaian resiko (risk assessment).
Mengidentifikasi transaksi kunci (key transactions) dan exposure dari laporan keuangan.
Penipuan (Fraud)
Meliputi langkah-langkah pendeteksian penipuan (fraud) dalam program audit. Menyelidiki bukti-bukti penipuan. Mereview ulang proses pendeteksian dan kontrol pencegahan penipuan sesuai tempatnya oleh manajemen dan rekomendasi untuk peningkatan.
Meliputi langkah-langkah pendeteksian penipuan (fraud) dalam rencana audit. Mencari informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi resiko dari pernyataan material yang salah dalam kaitan dengan penipuan, dengan melibatkan pihak lain dan manajemen dalam satu entitas tentang resiko penipuan. Mempertimbangkan hasil dari prosedur analitis yang dilakukan dalam perencanaan audit dan faktor resiko penipuan.
Rekomendasi
Mengkomunikasikan rekomendasi laporan audit kepada manajemen untuk tindakan perbaikan (corrective action).
Mengkomunikasikan rekomendasi untuk tindakan perbaikan (corrective action).
Sumber : Wafik Grais dan Matteo Pellegrini, 2006.
Selain itu untuk meminimalkan risiko tidak-terdeteksinya salah pelaporan yang membahayakan, audit terperinci terhadap semua transaksi sangat penting. Sehingga kesuksesan auditor dalam pekerjaannya akan sangat bergantung sekali pada kinerja audit internal. Jika audit internal lemah, maka auditor eksternal akan kesulitan menjalankan pekerjaannya secara efektif. Disinilah pentingnya audit syariah dan internal shariah review yang akan diperankan oleh kerjasama yang baik antara Internal Audit, Auditor Eksternal dan Dewan Pengawas Syariah (DPS). Untuk itu kedepan formulasi mekanisme kerja dan hubungan dari ketiganya sangat dibutuhkan untuk menjaga pemenuhan kepatuhan syairah dari dana pensiun syariah.
Inisiatif Mendesak
Dalam rangka menyongsong ketentuan Bapepam-LK bagai dana pensiun untuk menyusun sekaligus menerapkan Pedoman dan Tata Kelola Dana Pensiun sejak 1 Januari 2008, maka industri dana pensiun syariah perlu segera mempersiapkan diri. Untuk membangun sistem tata kelola yang efektif bagi dana pensiun syariah dalam konteks ke-Indonesiaan saat ini, ada sejumlah pilar yang mesti ditegakkan dalam mekanisme GIPFG. Beberapa pilar mendasar tersebut diantaranya:
Pertama, peran strategis Dewan Pengawas Syariah (Sharia Supervisory Board). DPS memiliki peran dan tanggung jawab sentral melalui mekanisme kerjanya untuk memberikan keyakinan bahwa seluruh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan tidak melanggar kaidah-kaidah syariah. Hal ini sangat penting karena, diantara tanggung jawab yang paling krusial dari dana pensiun syariah adalah menciptakan keyakinan kepada seluruh stakeholder-nya bahwa operasi institusi tersebut benar-benar sesuai dengan prinsip syari’ah. Untuk merealisasikan tujuan ini perlu untuk didorong independensi Dewan Pengawas Syariah (DPS) sekaligus memperkuat peranannya, selain itu juga memenuhi ketersediaan jumlah SDM DPS dan sekaligus meningkatkan kualitasnya. Selain itu audit syariah dan internal shariah review perlu untuk ditetapkan.
Kedua, dana pensiun syariah juga harus memiliki sistem internal kontrol dan manajemen risiko yang tangguh. Dengan sistem ini, dana pensiun syariah dapat mendeteksi dan menghindari terjadinya mis-management dan fraud maupun kegagalan sistem dan prosedur pada lembaga dana pensiun syariah. Keberadaan suatu sistem internal kontrol yang efektif merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga keselamatan dan kelayakan dana pensiun syariah. Sistem tersebut dapat membantu memastikan realisasi tujuan-tujuan institusi dan memperbaiki profitabilitas jangka panjangnya. Internal kontrol juga penting untuk memastikan pengawasan terhadap manajemen dan mengembangkan corporate culture yang sehat di dalam institusi tersebut. Hal-hal tersebut merupakan keharusan dalam usaha mengenali dan menilai resiko-resiko, mendeteksi masalah di dalam institusi, dan mengkoreksi kekurangan-kekurangan. Selain itu dengan manajemen resiko yang baik akan membantu sangat bermanfaat dalam mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengontrol seluruh resiko secara layak dan kemudian mengelolanya secara efektif.
Ketiga, peningkatan sistem transparansi pengelolaan dana pensiun syari’ah. Transparansi dan disiplin pasar akan memainkan peran penting dalam peningkatan fungsi dana pensiun syariah dan memungkinkan stakeholder melindungi kepentingannya. Tetapi hal ini akan terjadi hanya jika semua pihak yang terlibat memiliki akses terhadap informasi kualitatif maupun kuantitatif yang cukup tentang segala kegiatan dana pensiun syariah sehingga memungkinkan mereka membuat penilaian yang tepat. Informasi seperti itu akan memungkinkan para peserta dana pensiun memutuskan apakah mereka akan tetap mengikuti program dana pensiun lembaga tersebut atau tidak. Hal tersebut juga akan membantu dewan direksi untuk mengetahui apakah manajemen melakukan tugasnya dengan baik. Juga bermanfaat bagi pada auditor eksternal untuk menyediakan laporan-laporan yang akurat, dan para pengawas memberikan saran tindakan korektif, yang akan membantu institusi tersebut mempertahankan kinerjanya.
Tanpa informasi tersebut, setiap pihak yang berkepentingan tidak bisa menilai kinerja institusi, dan pihak manajemen dengan mudah menutup-nutupi permasalahan yang terjadi. Pengalaman telah menunjukkan bahwa penyebab yang paling umum dari bangkrutnya dana pensiun adalah jeleknya kualitas investasi dan ketidakefektifan manajemen risiko investasinya. Dengan demikian, keterbukaan yang memadai tentang kualitas investasi dan pengelolaan risiko sangat diperlukan untuk memastikan bahwa lembaga tersebut telah mencapai tingkat transparansi yang mencukupi untuk memperkuat disiplin pasar dan meminimalkan kemungkinan kebangkrutan. Standard-standard akuntansi yang layak, format standar-standar dan pengukuran disclosure sangat penting untuk tujuan tersebut diatas.
Keempat, peran yang lebih luas auditor eksternal. Auditor eksternal tidak saja berperan untuk memberikan opini bahwa laporan keuangan dana pensiun syariah telah disajikan secara wajar sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku, namun juga harus bekerjasama dan mengkorelasikan pekerjaanya kepada DPS dan internal auditor untuk mendapat keyakinan bahwa penyajian laporan keuangan telah memiliki tingkat pengungkapan dan transparansi yang memadai.
Kelima, transformasi budaya korporasi yang Islami dan peningkatan kualitas SDM. Hal ini harus menjadi komitmen bagi manajemen lembaga dana pensiun syariah. Selain itu penting untuk segera merealisasikan keterwakilan peserta dana pensiun sebagai stakeholder dalam struktur dan mekanisme kerja dan kelmbagaan dana pensiun syariah
Keenam, perangkat hukum dan peraturan dari Bapepam-LK yang sesuai dengan karakteristik dana pensiun syariah. Hal ini menjadi prasyarat guna terciptanya iklim pengawasan dan tata kelola yang sehat bagi dana pensiun syariah di tanah air. Bagi asosiasi hal ini kemudian perlu ditindak lanjuti untuk segera merumuskan permasalahan kode etik GIPFG bagi dana pensiun syariah.
Mewujudkan Potensi Pasar
Pengelolaan dana pensiun yang sesuai dengan ajaran Islam akan memiliki banyak manfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang loyal terhadap syariah. Al-Quran sendiri mengajarkan umatnya untuk tidak meninggalkan keturunan yang lemah dan menyiapkan hari esok agar lebih baik. Ajaran tersebut dapat dimaknai sebagai pentingnya pencadangan sebagian kekayaan untuk hari depan. Hal ini sangat penting, mengingat setelah pensiun manusia masih memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Dengan pencadangan tersebut ketika seseorang memasuki masa kurang produktif, masih memiliki sumber pendapatan.
Dana pensiun syariah memiliki potensi besar untuk berkembang di Indonesia dengan sejumlah alasan. Pertama, masih sedikit sekali proporsi masyarakat yang mau mengikuti program dana pensiun. Kecuali pegawai negeri yang secara otomatis menjadi anggota Taspen dan Askes, pegawai swasta (employee) dan pegawai mandiri (self worker) yang jumlahnya sangat besar sangat potensial untuk menjadi target market program dana pensiun syariah.
Kedua, dengan berkembangnya lembaga keuangan dan bisnis syariah, tentunya SDM yang bekerja dalam institusi tersebut menjadi segmented target atau captive market yang jelas bagi dana pensiun syariah. Dan ketiga, rasa percaya (trust), rasa memiliki, dan awarness masyarakat terhadap pentingnya industri keuangan dan bisnis syariah yang terus membaik akan menjadi modal dasar yang penting untuk terus memperbesar konsumen dan nasabah yang loyal, terutama bagi dana pensiun syariah.
Kenyataan ini juga dibuktikan oleh program dana pensiun syariah Manulife yang berkembang relatif cukup baik. Dana pensiun syariah Manulife Indonesia awalnya merupakan program Principal Indonesia, dan tahun 2002 diambil alih oleh Manulife Indonesia. Sampai dengan tahun 2005, dana pensiun syariah yang sudah dikelola telah mencapai Rp15 miliar. Selain itu berdasarkan pilihan nasabah tahun 2005 program dana pensiun syariah Manulife naik peringkat berada di urutan ketiga dari tahun sebelumnya (tahun 2004) yang berada diposisi keempat dari lima jenis portofolio produk yang dijual. Dengan demikian dana pensiun syariah masih merupakan pilihan masyarakat yang dianggap menarik dan trennya memang akan bergerak demikian.
Untuk itu kebijakan dan program akselerasi sangat dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhan dana pensiun syariah. Kebijakan dan program tersebut diharapkan mencukupi untuk dapat mendorong pertumbuhan dari sisi supply dan demand secara seimbang dan memperkuat permodalan, manajemen, dan sumber daya manusia (SDM) bagi dana pensiun syariah. Selain itu, sasaran selanjutnya yang juga penting adalah melibatkan seluruh stakeholder dana pensiun syariah untuk berpartisipasi aktif dalam program akselerasi sesuai otoritas, tanggung jawab dan kompetensi masing-masing.
Selain itu, diharapkan dengan upaya serius penegakkan GIPFG oleh seluruh stakeholder, akan melahirkan institusi yang kuat, kredibel dan akuntabel. Sehingga diharapkan dapat mendorong kemajuan sektor perekonomian yang lain dan meningkatkan kesejahteraan bangsa. Inilah tantangan besar yang harus direalisasikan oleh gerakan ekonomi syariah di tanah air. Wallahu a’lam bishawab.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar