Oleh:Ach. Bakhrul Muchtasib
Zakat merupakan salah satu unsur penting dalam sistem ekonomi berdasarkan syariat Islam. Menurut para pemikir Islam, ekonomi akan tumbuh dan berkembang dengan baik bila zakat sebagai suatu sistem kehidupan ekonomi berjalan, tumbuh, berkembang dan berjalan sebagaimana mestinya. Untuk menciptakan keadilan sosial ekonomi di dalam bermasyarakat, instrumen zakat merupakan salah satu jawaban yang akan dapat mewujudkan semua itu. Zakat dapat menjadi penunjang pembangunan ekonomi masyarakat. Karena di dalam instrumen zakat tercipta semangat tolong menolong (ta’awun), dan mengandung unsur pemenuhan kewajiban individu untuk memberikan tanggung jawabnya kepada masyarakat.
Individu diharapkan secara semestinya dan efisien melaksanakan setiap kewajiban yang dipercayakan padanya demi kemaslahatan umum.Kebutuhan hidup masyarakat ekonomi lemah (masakin) akan dapat terjamin dengan diberikan zakat kepada mereka, bila hal inipun dilakukan pengelolaan terhadap zakat tersebut dengan benar. Diberlakukannya instrumen zakat digunakan sebagai alat untuk menghapuskan, atau paling tidak dapat meminimalisir tingkat kemiskinan yang menjangkit dilingkungan masyarakat.
Kemiskinan dalam konsep Islam adalah tidak terpenuhinya alat pemuas yang bisa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer; yaitu sandang, pangan dan papan, selain itu dianggap sebagai kebutuhan sekunder. Orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan sekundernya tidak dianggap sebagai orang miskin.Besarnya jumlah dari penduduk Indonesia yang beragama Islam, merupakan potensi yang tidak terelakkan untuk terkumpulnya harta zakat dengan jumlah yang cukup besar. Namun demikian, sebanding dengan itu masyarakat yang beragama Islam merupakan penyumbang angka kemiskinan terbesar di Indonesia.
Pengumpulan harta zakat yang telah banyak dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat ataupun Badan Amil Zakat, belum secara maksimal mampu mengumpulkan jumlah yang sesungguhnya dari besaran harta zakat yang semestinya terkumpul. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Departeman Agama, pada masa kepemimpinan Said Agil Munawwar, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp. 7 triliun per tahun. Sedangkan menurut penelitian yang telah dilakukan oleh PIRAC pada tahun 2004, potensi zakat di Indonesia mencapai angka Rp. 9 triliun. Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatulllah melakukan penelitian yang sama, namun memiliki hasil yang berbeda.
Pada tahun 2005 penelitian telah dilakukan dengan menghasilkan data yang cukup besar, bahwa potensi yang akan tergali dari dana zakat mencapai angka Rp. 19 triliun per tahun. Angka yang cukup signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.Berbeda dengan hasil olah yang telah dilakukan oleh Djamal Doa, menurutnya potensi zakat mampu terkumpul sebesar Rp. 84,49 triliun per tahun. Angka itu diperoleh berdasarkan perhitungan atas jumlah penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa (data BPS) dengan asumsi 28,8 juta KK wajib zakat.
Sebanding dengan potensi zakat yang begitu besar, Indonesia memiliki Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) yang sangat besar pula, dan ironisnya setiap tahun terus bertambah. Pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta (17,75 persen), dibandingkan dengan penduduk miskin pada Februari 2005 yang berjumlah 35,10 juta (15,97 persen). Pertambahan penduduk miskin bisa dilihat dari perbandingan tersebut meningkat hingga sebesar 3,95 juta. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan pedesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2006, sebagian besar (63,41 persen) penduduk miskin berada di daerah pedesaan. (Biro Pusat Statistik, Berita Resmi Statistik September 2006).
Sementara kemiskinan terus bertambah seringkali diikuti oleh bertambahnya masalah pengangguran. Sebagaimana kemiskinan, pengangguran merupakan salah satu masalah serius yang belum terpecahkan hingga saat ini. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, penambahan jumlah lapangan kerja baru yang lebih kecil dibanding pertambahan angkatan kerja baru, menyebabkan terjadi penambahan jumlah pengangguran baru sebesar 600 ribu orang pada tahun 2005.
Dengan penambahan ini tingkat pengangguran (open unemployment) meningkat menjadi 10,3 persen dibanding keadaan pada bulan Agustus 2004 sebesar 9,9 persen.Pengumpulan harta zakat dari tahun ke tahun semakin bertambah, seiring dengan pertambahan jumlah lembaga zakat yang berdiri untuk menjadi pengelola harta zakat, meskipun masih jauh dari potensi yang seharusnya bisa terkumpul. Namun, semakin bertambah zakat dikumpulkan tidak kemudian mengurangi jumlah penambahan penduduk yang masuk daftar kategori miskin, ataupun jumlah tenaga produktif yang menganggur.
Tampak sekali perkembangan zakat tidak mampu menahan laju pertumbuhan kemiskinan, apalagi menggerus kemiskinan tersebut. Seperti yang seringkali diungkapkan oleh para pakar zakat. Instrumen zakat seolah-olah tidak berdaya untuk membendung cepatnya laju kemiskinan dan pengangguran.Permasalahan yang menjadi penyebab atas ketidakberdayaan zakat tersebut adalah; pertama, terjadinya ketimpangan (gap) yang sangat besar antara potensi dan realisasi zakat. Sehingga harta zakat yang terkumpul tidak mampu mengimbangi jumlah kemiskinan yang terus bertambah. Hal ini dikarenakan, kedua, kesadaran masyarakat untuk menyisihkan sebagian hartanya dari kewajiban zakat sangat rendah. Kewajiban untuk membayar zakat seringkali terabaikan oleh masyarakat muslim.
Bisa juga ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat tentang zakat, yang hanya menganggap kewajiban tersebut atas zakat fitrah.Ketiga, ketidakpercayaan atas lembaga amil zakat. Lemahnya manajemen pengelolaan zakat yang dilakukan oleh para amil zakat, menjadi salah satu diantara penyebab minimnya harta zakat terkumpul. Para muzakki yang seharusnya mengeluarkan zakat dari sebagian hartanya lebih suka menyalurkannya langsung kepada si miskin, sehingga zakat bisa tidak tersalurkan secara benar. Keempat, masalah sistem pengelolaan yang belum terpadu. Banyaknya lembaga amil zakat tidak serta merta membuat zakat terkelola dengan baik dan benar.
Justru muncul permasalahan ketidaksesuaian antara lembaga satu dengan yang lainnya. Masing-masing mengelola dengan caranya sendiri, sehingga harus dibuat suatu sistem yang terpadu yang mampu menginterprestasikan keseluruhan cara pengumpulan dan pengeloalaan zakat. wallahua’lam bisshawab
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tulisan Popular Wakaf, Ekonomi dan Bisnis
110 halaman, Kertas Bookpaper, Ukuran 14,8 cm x 21 cm, ISBN 978-623-6121-22-1. Penerbit : Pustaka Learning Center, Malang, Februari 202...
-
Oleh: Endang Setyowati, Kurniawan Fahmi, Rachmadewi Sjahesti (Mahasiswa IEF Trisakti, Angkatan 3) Bagian 1 PENDAHULUAN Krisis di sektor keua...
-
Assalam…pak , saya dapat nomor bapak dari internet, saya mahasiswa semester 6 jurusan ekonomi Islam di UNSIL Tasikmalaya, sebentar lagi akan...
-
Biodata Dilahirkan di Palopo, Sulawesi Selatan Pendidikan: SD – SMA di Palopo, Sulawesi Selatan, Institut Pertanian Bogor (IPB), 1 tahun , ...
1 komentar:
Aku harus bersaksi tentang perbuatan baik dari Ibu Amanda Amanda Badan Kredit. Saya Husnah dan saya mengambil waktu saya keluar untuk bersaksi Ibu Amanda karena dia akhirnya menawarkan saya.
Saya dan suami saya masuk ke utang yang sangat besar dengan Bank dan kami mencari pinjaman dari perusahaan pinjaman yang berbeda tetapi semua datang ke sia-sia. sebaliknya mereka membawa kita ke dalam lebih banyak utang meninggalkan kami bangkrut sampai saya datang di kontak dengan Ibu Amanda, yang menawarkan pinjaman. Sekarang kita telah akhirnya menetap utang kami dan memulai bisnis baru dengan uang yang tersisa dari pinjaman. Anda dapat menghubungi dia hari ini untuk pinjaman apapun dan jumlah.
Hubungi Ibu Amanda melalui salah satu email berikut. amandaloans@qualityservice.com atau amandarichardson686@gmail.com atau Anda dapat menghubungi saya melalui email saya untuk arahan lebih lanjut ikmahusnah@gmail.com
Posting Komentar