Penerbitan instrumen obligasi berbasis syariah di pasar modal Indonesia memang relatif masih sedikit dibandingkan dengan obligasi konvesional. Jumlahnya issuer-nya masih bisa dihitung dengan jari. Relatif kecilnya obligasi syariah yang kini dicatatkan di Bursa Efek Indonesia ini lantaran ketatnya aturan yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Dari sisi rating misalnya, obligasi syariah harus memiliki rating yang tinggi, benar-benar investment grade. Hal itu ditandai dengan fundamental keuangan dan usaha yang kuat, serta memiliki citra yang baik di hadapan publik. Kalau hal itu bisa terpenuhi sudah barang tentu perusahaan tersebut bisa menerbitkan obligasi syariah, surat utang yang sesuai dengan prinsip syariah.
Obligasi syariah sebagai salah satu instrumen efek yang kini juga digemari, dipastikan juga akan banyak meluncur pada tahun ini. Bahkan pemerintah sendiri merencanakan akan menerbitkan surat utang negara berbasis syariah (Sukuk) juga pada tahun ini.
Sementara itu dari sisi pasar, produk obligasi pada tahun ini juga kekurangan pasokan, menyusul sejumlah obligasi akan jatuh tempo dengan nilai yang juga besar sekitar Rp 25 triliun. Karena peluang emiten untuk menerbitkan obligasi, baik obligasi konvesional maupun obligasi syariah lumayan besar. Tapi ingat, untuk obligasi syariah aturannya lumayan ketat, di samping harus investment grade, perusahaan yang akan menerbitkan obligasi core business-nya harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Menurut Dewan Syariah Nasional, obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo".
PemeringkatanProses pemeringkatan merupakan sebuah penilaian yang dilakukan oleh sebuah perusahaan pemeringkatan (rating agency) atas sebuah perusahaan. Proses pemeringkatan ini wajib dilakukan bagi perusahaan yang akan menerbitkan surat utang, apakah surat utang konvensional maupun surat utang yang berbasis syariah. Dalam pemeringkatan itu rating agency tersebut akan melakukan penilaian mengenai kemampuan perusahaan yang menerbitkan obligasi dalam menyelesaikan utang-utangnya di masa yang akan datang. Penilaian meliputi operasional perusahaan dan reputasi manajemen, laporan keuangan, prediksi keuangan di masa datang, serta sejumlah informasi penting lainnya juga tak luput dari penilaian.
Dari penilaian tersebut maka perusahaan rating itu akan mengeluarkan hasil penilaiannya. Kalau tidak sesuai dengan kriteria investment grade dengan demikian perusahaan yang akan menerbitkan obligasi tersebut bisa membatalkan rencananya, atau bisa juga memperbaiki. Dalam konteks obligasi syariah tahapan proses pemeringkatan seperti itu juga tak luput mereka lalui.
Di samping pemeringkatan tersebut, bisnis yang dijalankan perusahaan yang menerbitkan obligasi tersebut harus yang memenuhi kriteria prinsip-prinsip syariah yang ditetapkan oleh DSN, seperti tidak riba, bukan perusahaan minuman terlarang. Akibatnya, tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah.
Untuk menerbitkan Obligasi Syariah, beberapa persyaratan berikut harus dipenuhi: Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa DSN itu. Fatwa Dewan Syariah Nasional tersebut antara lain menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya:
(i) usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
(ii) usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional;
(iii) usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram;
(iv) usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yg merusak moral dan bersifat mudarat.
Peringkat investment grade:
(i) memiliki fundamental usaha yang kuat;
(ii) memiliki fundamental keuangan yang kuat;
(iii) memiliki citra yang baik bagi publik.
Investment GradeKenapa perusahaan yang akan menerbitkan obligasi harus yang masuk kriteria investment grade, tidak lain adalah untuk memenuhi prinsip syariah itu sendiri. Terlebih lagi obligasi syariah yang ada di Indonesia ditetapkan dalam dua skema yaitu Obligasi Syariah Mudharabah dan Obligasi Syariah Ijarah. Obligasi Syariah Mudharabah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad bagi hasil sedemikian sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut diperoleh setelah mengetahui pendapatan emiten. Obligasi Syariah Ijarah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad sewa sedemikian sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/diperhitungkan sejak awal obligasi diterbitkan.
Kedua obligasi syariah tersebut secara kasat mata merupakan obligasi yang pendapatan dan pengembaliannya cukup pasti. Baik pendapatan secara bagi hasil maupun sewa menyewa yang tertuang dalam obligasi ijarah tersebut. Atas dasar itu, untuk menerbitkan obligasi syariah harus benar-benar bisa memenuhi seluruh kewajiban yang dibuat ketika akad penerbitan obligasi dibuat. Dengan kata lain, hal itu harus ditandai dengan tingginya hasil rating, alias masuk kriteria investment grade.
Pertanyaanya seperti apa obligasi tersebut bisa dikategorikan sebagai investment grade (layak investasi)? Memang masing-masing perusahaan rating memiliki aturan main sendiri dalam menilai sebuah perusahaan masuk kategori investment grade atau tidak. Boleh jadi bagi satu perusahaan rating, dalam melakukan pemeringkatan atas perusahaan yang sama boleh jadi hasilnya berbeda. Yang membedakan hasilnya sudah barang tentu adalah gaya kerja mereka melakukan pemeringkatan. Tapi bagaimapun juga dengan hasil rating AAA yang diperoleh sebuah perusahaan tentunya akan berbeda kemampuannya membayar utang dengan perusahaan yang memperoleh rating dengan hasil rating CCC misalnya. Perbedaan hasil rating tersebut dengan sendirinya akan berdampak pada penawaran bagi hasil dan penjualan dari masing-masing obligasi tersebut. Untuk itu Fatwa DSN menetapkan untuk menerbitkan obligasi syariah ratingnya harus benar-benar tinggi.
Untuk menjawab seperti apa obligasi tersebut dikatakan sebagai instrumen surat utang yang layak investasi (investment grade) ada baiknya kita melihat kriteria hasil rating yang dikeluarkan oleh dua perusahaan peringkat utama dunia, yakni Standard & Poors dan Moody's. Bagi Standard & Poors, hasil peringkat yang very high quality (sangat layak investasi) dengan hasil pemeringkatan AAA dan AA. Sedangkan kode yang dikeluarkan oleh Moody's untuk kualitas investasi yang sama kodenya adalah Aaa dan Aa.
Sedangkan untuk kualitas tinggi (high quality), Standard & Poors memberikan kode A hingga BBB, dan Moody's memberikan kode antara A dan Baa. Untuk hasil rating yang dinilai spekulatif, Standard & Poors memberikan kode BB hingga B dan Moody's memberikan penilaian pada Ba hingga B. Di bawah kode tersebut, seperti CCC hingga D dan Caa hingga C dianggap obligasi yang tidak layak investasi. Jadi investment grade yang berlaku di Indonesia khususnya bagi obligasi syariah, kurang lebih sama hasil pemeringkatannya. Selamat berburu obligasi syariah.
(tim bei )
Republika, 11 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tulisan Popular Wakaf, Ekonomi dan Bisnis
110 halaman, Kertas Bookpaper, Ukuran 14,8 cm x 21 cm, ISBN 978-623-6121-22-1. Penerbit : Pustaka Learning Center, Malang, Februari 202...
-
Oleh: Endang Setyowati, Kurniawan Fahmi, Rachmadewi Sjahesti (Mahasiswa IEF Trisakti, Angkatan 3) Bagian 1 PENDAHULUAN Krisis di sektor keua...
-
Assalam…pak , saya dapat nomor bapak dari internet, saya mahasiswa semester 6 jurusan ekonomi Islam di UNSIL Tasikmalaya, sebentar lagi akan...
-
Biodata Dilahirkan di Palopo, Sulawesi Selatan Pendidikan: SD – SMA di Palopo, Sulawesi Selatan, Institut Pertanian Bogor (IPB), 1 tahun , ...
1 komentar:
Kami sangat prihatin pasar modal dijadikan permainan oleh segelintir orang untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Komunitas bursa saham kita telah dinodai oleh emiten penumpang gelap yang menghalalkan berbagai cara : termasuk memobilisasi “investor” abal-abal yang berasal dari jalanan, didandani dengan dasi dan jas biar mirip investor betulan dalam antre pemesanan formulir saham PT Adaro Energy Tbk. Mengapa Bapepam-LK tutup mata dan tutup telinga melihat realita ini ? [YOHAN PUTERA SOEMARNA menyampaikan terima kasih jika berkenan mengunjungi blog kami dan meninggalkan pesan...]
Posting Komentar